Nasional

Kementerian Haji dan Umrah Babak Baru Penyelenggaraan Ibadah Jamaah Haji Indonesia

NU Online  ·  Sabtu, 13 September 2025 | 20:00 WIB

Kementerian Haji dan Umrah Babak Baru Penyelenggaraan Ibadah Jamaah Haji Indonesia

Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj (Foto: dok istimewa)

Jakarta, NU Online
Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj menilai pembentukan Kementerian Haji dan Umrah tidak bisa dipandang sebagai bentuk keberpihakan negara kepada satu agama tertentu.


Menurutnya, kehadiran kementerian baru ini justru bagian dari komitmen negara dalam mengadministrasikan kebutuhan umat, khususnya mayoritas Muslim, dalam bingkai negara hukum.


Mustolih menjelaskan, sejak lama negara hadir dalam isu-isu keagamaan melalui regulasi. Contohnya, UU Jaminan Produk Halal, UU Zakat, UU Wakaf, hingga keberadaan lembaga seperti BWI dan Baznas.

 

"Negara sebenarnya tidak langsung ikut campur, hanya mengadministrasikan. Adapun urusan di dalamnya diserahkan pada agama terkait," ujarnya saat dihubungi NU Online, Sabtu (13/9/2025).


Menurutnya wajar jika layanan negara banyak terkait Islam, mengingat Islam merupakan agama mayoritas.

 

"Negara perlu hadir dalam isu zakat, wakaf, haji. Itu salah satunya melalui perangkat undang-undang, karena kita ini negara hukum," tegasnya.

 

Terkait apakah Kementerian Haji akan menjawab persoalan pelik penyelenggaraan haji, Mustolih menilai masih terlalu dini untuk menilainya.

 

"Undang-undangnya saja baru diparipurnakan, belum ditandatangani presiden, apalagi turunannya seperti perpres dan peraturan pemerintah. Jadi ini masih tahap normatif," katanya.

 

Ia menekankan, tantangan kementerian baru ini sangat berat. Selain menyusun struktur kelembagaan, kementerian juga harus berkejaran dengan waktu.


"Tahapan haji di Arab Saudi sudah berjalan. Kontrak-kontrak layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina harus segera dieksekusi. Kalau tidak, bisa diambil negara lain," ungkapnya.

 

Mustolih menekankan, keberhasilan Kementerian Haji tidak bisa hanya diukur dari regulasi nasional.


"Sebagus apa pun undang-undang yang dibuat di sini, kalau tidak diintegrasikan dengan aturan di Arab Saudi, tidak akan banyak gunanya. Karena puncak penyelenggaraan haji ada di Saudi, bukan di Indonesia," tegasnya.

 

Menurutnya, pengalaman beberapa tahun terakhir menunjukkan banyak inovasi berhasil dilakukan, mulai dari layanan fast track hingga skema murur. Namun, ia mengingatkan, satu kesalahan kecil bisa menutupi capaian besar.

 

Mustolih menyebut, ujian pertama bagi kementerian ini adalah penyelenggaraan haji tahun depan.

 

"Apakah lebih transparan, akuntabel, dan mendekati zero korupsi, kita lihat nanti. Hari ini terlalu prematur menilai karena mereka belum bekerja," jelasnya.

 

Ia menambahkan, kementerian baru harus segera berlari karena rangkaian waktu penyelenggaraan ibadah haji sudah dimulai.

 

"Jangan diam. Timeline haji di Saudi sudah berjalan. Kementerian ini memang baru secara kelembagaan, tapi dengan dukungan SDM berpengalaman dari Kementerian Agama, saya kira bisa menjawab ekspektasi publik," pungkasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang