Nasional

Kemkomdigi Minta Trans7 Perbaiki Konten, Lembaga Penyiaran Wajib Hormati Nilai Kepantasan

NU Online  ·  Kamis, 16 Oktober 2025 | 20:45 WIB

Kemkomdigi Minta Trans7 Perbaiki Konten, Lembaga Penyiaran Wajib Hormati Nilai Kepantasan

Dirjen Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komdigi Fifi Aleyda Yahya saat beraudiensi dengan Himasal, Trans7, KPI, dan DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (16/10/2025). (Foto: NU Online/Fathur)

Jakarta, NU Online

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan bahwa seluruh lembaga penyiaran wajib menghormati nilai-nilai kepantasan, termasuk kehidupan pesantren yang menjadi bagian penting dari kebudayaan keagamaan Indonesia.


Penegasan ini disampaikan Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Komdigi, Fifi Aleyda Yahya dalam rapat bersama DPR, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal), dan pihak Trans7, Kamis (16/10/2025).


Menurutnya, isu ini menyentuh aspek sensitif yang berkaitan dengan nilai-nilai kepantasan dan penghormatan terhadap lembaga pendidikan keagamaan.


“Kami sangat memahami keresahan yang disampaikan masyarakat, terutama kalangan pesantren dan ulama. Ini isu sensitif yang menyangkut nilai-nilai kepantasan,” ujar Fifi.


Isu ini bermula dari ramainya tagar #BoikotTrans7 di media sosial X (Twitter) sejak Senin (13/10/2025) malam. Warganet menilai salah satu program Trans7, Xpose Uncensored, menampilkan konten yang merendahkan pesantren dan ulama.


Dalam episode yang menuai kecaman itu, muncul potongan segmen berjudul “Santrinya minum susu aja kudu jongkok, emang gini kehidupan di pondok?” Narasi dan visual dalam tayangan tersebut dianggap menciptakan stereotip negatif terhadap kehidupan santri, bahkan melecehkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dunia pesantren.


Potongan video itu pun viral dan memicu kemarahan publik, mendorong banyak pihak untuk meminta klarifikasi kepada KPI dan pihak Trans7.


Menanggapi hal itu, Fifi menyampaikan apresiasi kepada KPI yang telah bertindak cepat dengan mengeluarkan Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia Pusat Nomor 31 Tahun 2025, berupa sanksi administratif penghentian sementara terhadap program yang dimaksud.


“Kami memberikan apresiasi kepada KPI yang telah menindaklanjuti kasus ini secara cepat dan tegas sesuai dengan regulasi yang berlaku,” jelas Fifi.


Ia menambahkan bahwa Kementerian Komdigi tidak memiliki kewenangan langsung dalam isi siaran, tapi tetap berperan memastikan penyiaran publik berjalan sesuai prinsip moral dan kebangsaan.


“Fungsi kami sebagai regulator kebijakan dan pengelola infrastruktur komunikasi tidak langsung mengatur isi siaran. Namun kami mendukung langkah KPI dalam memastikan penyiaran tetap mematuhi nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan,” tegasnya.


Fifi menyoroti pentingnya prinsip wasathiyah (moderat) dalam dunia penyiaran. Ia mengaitkan hal tersebut dengan nilai-nilai yang diatur dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) KPI Tahun 2012, khususnya Pasal 6, yang mewajibkan lembaga penyiaran menghormati perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan.


“Nilai-nilai wasathiyah yang disampaikan Pak Ubaidillah dari KPI sejalan dengan semangat regulasi penyiaran kita bahwa lembaga penyiaran wajib menghormati keberagaman sosial dan budaya,” tutur Fifi.


Fifi juga menyebut bahwa pihak Trans7 telah menyampaikan komitmen untuk memperbaiki tayangan mereka dan menghadirkan konten yang lebih positif serta menggambarkan kehidupan pesantren secara proporsional.


“Kami mencatat komitmen Trans7 untuk menampilkan konten yang mencerahkan tentang kehidupan pesantren. Kehidupan pondok mendidik akhlak mulia, dan narasi-narasi baik semestinya justru diangkat sebagai inspirasi bagi generasi muda,” ujarnya.


Fifi menegaskan bahwa pihaknya bersama KPI akan terus memantau perkembangan kasus ini. Ia berharap seluruh lembaga penyiaran lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam mengelola konten publik.


“Narasi yang baik, tayangan yang sehat, dan tanggung jawab moral penyiaran adalah fondasi dari ruang publik yang beradab,” terangnya.


Dalam forum yang sama, Pengurus Wilayah Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal) Jabodetabek Ahmad Kholid menyampaikan kekecewaan mendalam atas tayangan Trans7 yang dinilai melecehkan marwah pesantren dan para kiai.


“Program itu sangat menyakitkan hati, mengarah pada guru kami dan keluarga besar pesantren, baik secara khusus maupun umum, sehingga mencederai marwah pesantren se-Nusantara,” tegas Kholid.


Kholid mengapresiasi langkah DPR yang mempertemukan berbagai pihak dalam forum ini. Ia berharap, DPR bersama Kementerian Komdigi dapat melakukan kajian mendalam dan memperkuat supervisi terhadap regulasi penyiaran agar peristiwa serupa tidak terulang.


“Kami berharap Komdigi dan DPR bisa memberikan kajian mendalam serta regulasi yang tegas terkait keadilan yang kami tuntut,” ujarnya.


Ia juga menyinggung kemungkinan pelanggaran Undang-Undang ITE, mengingat tayangan tersebut sudah memenuhi unsur fitnah dan ujaran kebencian terhadap kalangan pesantren.


“Guru-guru kami difitnah dan dihina. Unsur delik ITE sudah terpenuhi. Jika proses hukum berlanjut, kami berharap KPI dan Komdigi turut mengawasi dan memastikan keadilan ditegakkan,” tegasnya.


Kholid menyerukan agar media massa kembali pada prinsip penyiaran yang bermartabat, bukan sekadar mengejar sensasi dan keuntungan.


“Kalau memang tujuannya mencari rating atau uang, itu jalan yang keliru. Kami ingin media membuat program yang benar, yang mencerdaskan dan menampilkan wajah pesantren yang sebenarnya,” pungkasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang