Kepedulian Warga Dibutuhkan dalam Pengendalian Sampah
Jumat, 20 September 2019 | 04:20 WIB
Ketua LPBI PBNU, M Ali Yusuf menyampaikan hal tersebut dalam seminar sesi ketiga menjelang Pleno PBNU di Pesantren Al-Muhajirin 2 Jalan Ipik Gandamanah No 33 Kampung Sukamulya, Desa Ciseureuh, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, Jumat (20/9) pagi.
"Tidak hanya soal biaya pembuangan, sampah jika tidak dikelola akan menimbulkan dampak lingkungan yang besar, bahkan bahaya," kata Ali.
Ali menyebutkan, dari seratus persen sampah yang dikeluarkan penduduk dunia setiap tahun, 60 persennya adalah sampah yang dapat membusuk; 14 persen sampah plastik yang susah terurai.
Isu bahaya sampah menjadi perhatian banyak pihak termasuk pemberitaan di media massa. Bahkan, Nahdlatul Ulama, melalui Munas Konbes di Banjar awal tahun 2019, salah satu hasilnya adalah terkait membuang sampah plastik.
“Kita (LPBI PBNU) sangat concern di sampah plastik. Di Indonesia, satu orang per tahun membuang 17 kilogram platsik. Ini setara dengan 4,2 miliar kilogram sampah plastk. Indonesia menjadi penyumbang terbesar kedua di dunia,” kata Ali.
Salah satu yang menerima dampak buruk pembuangan sampah, lanjut Ali, adalah laut. Plastik sampah yang terbuang di laut mencapai 57 persen. "Di Wakatobi ada paus makan plastik. Kalau sampah terbuang ke laut, akan termakan oleh ikan. Jadi ikan yang kita makan, memakan plastik. Kita makan plastik ini dampak buruk di kesehatan," lanjutnya.
Jarang disadari, sampah plastik akan menimbulkan pencemaran di tanah, air, udara. Plastik yang terpapar matahari, akan menghasilkan C02 (karbondioksida) dan berdampak pada perubahan iklim, mencairnya es di kutub, cuaca ektrem. Plastik yang didarat akan menjadi tempat bersarangnya nyamuk DBD.
"Berdasarkan data BNPB, sepuluh tahun terakhir bencana yang terjadi 91 persen karena bencana ekologi," imbuhnya.
Melihat dampak bahaya sampah yang begitu besar, apa yang harus dilakukan? Ali menyebutkan, persoalan sampah hanya dengan terus mengubah kebiasaan kita. Pertama adalah mengubah dari kebiasaan pemakaian barang-barang yang sekali buang, menjadi penggunaan alat yang bisa terus digunakan terus menerus. Salah satunya untuk tempat minum digunakan botol minuman (tumbler) agar bisa terus dipakai, bukan gelas mineral.
Langkah kedua dengan teknik ecobrik. Ecobrik adalah cara bagaimana memasukkan sampah plastik ke dalam botol, kemudian disusun menjadi barang yang berguna seperti meja, kursi, bahkan panggung.
"Yang penting dalam pembuatan ecobrik, setiap botol kecil beratnya minimal 200 gram. Itu bahkan ada yang memanfaatkannya menjadi pengganti batu bata," katanya.
Untuk terus mengedukasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, sebut Ali, LPBI PBNU juga telah membentuk Bank Sampah Nusantara (BSN). Kata ‘bank’ disebutkan karena sampah yang dikumpulkan akan bernilai ekonomi.
“Setiap Jumat, kami di Gedung PBNU menerima sampah-sampah dan bernilai ekonomi,” ujar Ali.
Warga NU, menurut Ali, harus peduli akan sampah. Selain karena dampaknya yang merusak lingkungan, menjaga kebersihan sejatinya telah dikuatkan dengan banyak dalil. Contoh sederhana, dalam Surat Al-Fatihah, Allah disebut Tuhan bagi alam semsta, bukan hanya Tuhan manusia. Kemudian, ada ayat lain yang mengatakan bahwa manusia diciptakan untuk memberikan rahmat bagi semesta.
“Dalilnya sudah banyak, tinggal aplikasinya,” tegas Ali.
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua