Firdausi
Kontributor
Sumenep, NU Online
Selain sanad keilmuan, kelebihan ulama NU adalah moderat. Ciri-cirinya adalah cinta agama dan tanah air, toleran terhadap perbedaan, antikekerasan dan radikalisme, serta cinta pada Rasulullah.
Pernyataan ini disampaikan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Zulfa Mustofa di acara Sumenep Bershalawat dalam dzikra Maulid Nabi Muhammad saw yang dihelat di Keraton Sumenep, Ahad (02/10/2022) malam.
Dia menyatakan bahwa NU mengajarkan mencintai agama, satu tarikan nafas mencintai negara. Tak ada yang membedakan cinta agama dan negara. Karena Nahdliyin tahu negara ini didirikan di antaranya oleh para ulama, khususnya ulama NU.
"Jika Indonesia diproklamasikan tahun 1945, NU sudah ada pada tahun 1926. Wajar, warga NU memantap diri, mencintai agama sama halnya mencintai negara," ujarnya.
Baginya, walaupun berbeda ormas, agama, ras, dan etnis, merdeka tetap saudara. Warga NU diikat dengan ukhuwah Islamiyah, Nahdliyah, Wathaniyah, dan Basyariyah.
Kiai Zulfa melanjutkan, NU mengajarkan antikekerasan dan radikalisme. Baik secara verbal maupun nonverbal. Baik secara kata-kata maupun fisik. Cara yang digunakan adalah mengingatkan, bukan pertengkaran.
"Di dalam syair syarah Hikam Ahmad Ibnu Ajibah, menjelaskan, wahai anakku kasihanilah semua makhluk, lihatlah mereka dengan tatapan penuh kasih sayang. Karena mereka semua adalah makhluk. Inilah ajaran ini NU," ucap dia.
Menurutnya, NU mengajarkan cinta pada Rasulullah dan keluarganya. Tanpanya, umat Islam tidak mendapatkan hidayah. Berkat ulama yang mengajarkan Qur'an serta berkat pemerintah, bangsa umat Islam bisa beribadah dengan aman.
"Syaikhona Kholil Bangkalan adalah murid kakek buyut kami Syekh Nawawi Al-Bantani. 20 tahun ngaji di Makkah. Semua sanad keilmuan diberikan kepadanya. Kemudian sanadnya diberikan pada Sykeh Muhammad Mahfudz At-Tarmasi dan KH M Hasyim Asy'ari. Jadi, kami datang dari Banten untuk menghubungkan tali keilmuan," terang Kiai Zulfa.
Kiai Zulfa menegaskan, orang yang tidak suka maulid, akan bingung melihat pecinta Nabi yang dengan riang gembira membaca shalawat. Jika ingin memahami cinta, pahamilah kisah Qais dan Laila yang biasa dibawakan oleh grup gambus.
"Aku melihat perkampungan, kampung di mana Laila tinggal. Aku ciumi tembok-tembok di kampung itu. Terakhir tembok rumah Laila kami peluk. Wahai orang yang mengatakan diriku gila. Bukan aku gila karena mencium tembok, tapi aku menciumi tembok itu karena aku mencintai orang yang ada di rumah itu, yakni Laila," sitir syair Laila Majnun.
"Jangan salahkan ekspresi kecintaan pada nabi tangannya sampai diangkat ke atas sambil menikmati, karena hanya orang yang jatuh cinta yang tahu rasanya cinta," sambungnya.
Orang yang dekat dengan nabi adalah orang yang paling banyak membaca shalawat dan yang paling banyak membaca shalawat adalah orang NU.
"Kami hadir ke sini untuk mengajak cinta kepada Rasulullah, Indonesia, dan organisasi terbesar di dunia yang dilahirkan dari rahim ulama, yakni NU. Kita patut berterima kasih kepada majelis shalawat At-Taufiq yang dipimpin Gus Khairan yang telah menanamkan cinta nabi pada generasi milenial," ungkapnya.
Salah satu bukti, lanjutnya, banyak tulisan yang dibentangkan oleh generasi muda pada malam ini, salah satu tulisannya adalah semula sakit hati karena putus cinta, tapi ketika mengenal shalawat hatiku sudah mengalihkan cintaku pada Nabi Muhammad.
"Tidak usah didengarkan orang yang tidak suka pada shalawat. Karena dia tidak tahu cinta," tandasnya. Acara dipungkasi dengan pembacaan syair Kiai Zulfa yang dibuat khusus untuk warga Sumenep.
Pewarta: Firdausi
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua