Nasional

Kiat Selesaikan Percikan Konflik dalam Rumah Tangga

Senin, 22 Agustus 2022 | 10:00 WIB

Kiat Selesaikan Percikan Konflik dalam Rumah Tangga

Kiat Selesaikan Percikan Konflik dalam Rumah Tangga

Kudus, NU Online 
Website Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatra barat, yang ditulis oleh salah satu penghulu muda Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Batang Anai, Hendri memaparkan kiat menyelesaikan permasalahan dalam rumah tangga.


Pertama, sabar. Menurutnya, saat konflik merebak, maka yang dibutuhkan adalah kesabaran. Kesabaran meliputi kerelaan menerima, ketahanan menghadapi dan kemampuan mengendalikan diri dari sesuatu yang cenderung menimbulkan mudarat.


“Sabar tidak sama dengan ketidakberdayaan. Sebagaimana dipahami oleh sebagian orang. Sabar juga bukan kejumudan, sehingga kita hanya terdiam tidak melakukan apa-apa. Tetapi sabar lebih condong kepada kemampuan mengendalikan diri untuk tidak mengambil tindakan sebelum tepat saatnya. Sabar (juga) lebih cenderung kepada usaha untuk menjaga kejernihan pikiran dan kebersihan hati sehingga tidak mengambil tindakan secara tergesa-gesa,” tulisnya.


Ia menambahkan, sabar juga memuat ketahanan untuk menunggu saat yang baik karena bersama kesulitan ada kemudahan, serta menjaga harapan kepada Allah karena sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.


Kedua, dialog. Hendri menuturkan, dialog suami istri dimaksudkan untuk mengikis hambatan-hambatan psikis. Kadang masalah muncul bukan karena tidak ada kecocokan di kedua belah pihak, melainkan karena sangat kurangnya kesempatan bagi keduanya untuk saling berbincang dari hati ke hati.


“Boleh jadi, hanya dengan dialog atau sekedar obrolan ringan, konflik-konflik yang kelihatan sulit untuk dipecahkan dapat mencair sendiri. Dialog juga dimaksudkan untuk tabayyun atau saling memperoleh kejelasan. Tabayyun dilaksanakan untuk meluruskan informasi yang kita terima atau untuk meluruskan persepsi kita mengenai informasi yang kita dengar,” terangnya.


Menurutnya melalui tabayyun dapat melakukan perbaikan hubungan. Membangun kembali bagian-bagian yang retak, memaafkan kesalahan-kesalahan pasangan dan memberinya kesempatan untuk memperbaiki diri, mau menerima bahwa untuk melakukan perbaikan perlu proses dan waktu, serta tak bosan mengingatkan. 


Ketiga, mencari penengah. Jika konflik sudah tak bisa diatasi dengan dialog, sementara keadaan semakin kritis dan pertengkaran semakin runcing, menurutnya kehadiran penengah yang adil sangat diperlukan. Penengah dapat diambil dari keluarga karena mereka yang akan bertindak sebagai hakim. 


“Jadi, masing-masing mengambil penengah yang bisa diterima, penengah yang adil dan mengerti tentang keduanya serta berdiri di tengah-tengah. Artinya, dia netral dan tidak cenderung membela salah satu pihak, padahal ia belum mengetahui permasalahan di antara keduanya,” jelasnya.


Hendri menuturkan bahwa tugas saudara-saudara dan orang tua suami maupun istri bukanlah untuk mendukung sikap saudara atau anaknya, apalagi justru memberi nilai rapor yang jelek bagi ipar atau menantunya. Tugas mereka adalah menjadi penenang, orang yang memahami, dan syukur-syukur bisa menjadi hakim yang adil dan mengerti apa yang terbaik untuk kebaikan yang lebih tinggi bagi rumah tangga saudara dan iparnya.


Kontributor: Afina Izzati
Editor: Syamsul Arifin