Nasional

LPBI PBNU Usul 6 Langkah untuk Pemerintah Atasi Banjir Rob di Pantura Jawa

NU Online  ·  Kamis, 20 November 2025 | 21:00 WIB

LPBI PBNU Usul 6 Langkah untuk Pemerintah Atasi Banjir Rob di Pantura Jawa

Potret rombongan pemancing sedang menyewa jasa perahu Radi, melewati tambak yang terdampak abrasi. (Foto: Radi)

Jakarta, NU Online

Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengusulkan enam langkah strategis yang dapat ditempuh pemerintah untuk mengantisipasi dan mengatasi banjir rob yang terus berulang di wilayah pesisir Pantai Utara (Pantura) Jawa. Usulan tersebut disampaikan menyusul kondisi masyarakat pesisir yang telah lama menjadi korban dampak banjir rob.


Wakil Ketua LPBI PBNU Maskut Candranegara menjelaskan bahwa pembangunan infrastruktur penanggulangan banjir rob di sejumlah kota besar Pantura, seperti tanggul laut terpadu (sea wall) dan tanggul besar, belum merata. Menurutnya, keberadaan tanggul saja tidak cukup.


"Jika hanya membangun tanggul, air akan tetap masuk dari saluran, sungai, atau rembesan," ujarnya saat dihubungi NU Online pada Kamis (20/11/2025).


Ia menekankan bahwa infrastruktur tersebut hanya akan efektif apabila dilengkapi dengan sistem pompa dan drainase yang memadai. Maskut kemudian merinci enam langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi banjir rob di kawasan Pantura.


Pertama, pemerintah perlu melakukan normalisasi dan pengerukan sungai maupun drainase. Banyak saluran di wilayah pesisir mengalami pendangkalan akibat lumpur dan sampah, sehingga air rob tidak memiliki jalur aliran.


"Pemerintah juga perlu rutin mengeruk, bukan hanya ketika banjir parah," jelasnya.


Kedua, pemerintah perlu melanjutkan pembangunan rumah pompa. Kota-kota seperti Semarang sudah memiliki sistem pompa serupa dengan yang digunakan di Belanda, tapi kapasitasnya dinilai masih kurang karena permukiman semakin padat.


Ketiga, pemerintah perlu mempertimbangkan reklamasi ringan atau peninggian daratan di wilayah yang telah tenggelam secara permanen.


"Agar permukiman berada di atas muka air laut," terangnya.


Keempat, pemerintah harus menangani penyebab utama banjir rob, yaitu penurunan muka tanah yang mencapai 5–10 cm per tahun di beberapa titik Pantura.


"Ini akibat air tanah disedot berlebihan," ujarnya.


Pemerintah perlu mengendalikan pengeboran air tanah skala industri melalui audit dan pembatasan, terutama bagi pabrik dan hotel. Penyediaan air baku melalui Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) perlu diprioritaskan agar masyarakat dan industri tidak lagi bergantung pada sumur bor.


"Perlu dilakukan pemasangan pipa air bersih skala besar. Hal ini sepertinya sudah mulai dilakukan, akan tetapi belum merata sampai kampung-kampung nelayan," paparnya.


Kelima, pemerintah perlu merehabilitasi ekosistem pesisir melalui pendekatan soft engineering. Upaya ini dinilai lebih murah dan berdampak jangka panjang. Rehabilitasi mangrove dapat meredam gelombang dan membantu pengendapan sedimen, dengan catatan dilakukan secara serius dan bukan sekadar seremonial.


"Pembangunan sabuk pantai atau coastal belt. Ruang terbuka hijau pesisir sebagai penahan alami," tuturnya.


Keenam, pemerintah perlu menghentikan pembangunan di zona rawan banjir rob serta melakukan relokasi bertahap bagi warga yang tinggal di wilayah yang sudah tidak memungkinkan diselamatkan.


"Masyarakat harus diberikan kompensasi yang layak, bukan sekadar imbauan untuk pindah," ujarnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang