Media Massa yang Kredibel Bisa Imbangi Hoaks di Media Sosial
NU Online · Jumat, 10 Juli 2020 | 15:19 WIB
Abdul Rahman Ahdori
Kontributor
Jakarta, NU Online
Satu di antara tantangan teknologi informasi adalah mewujudkan media massa yang terpercaya (kredibel). Kredibilitas sangat penting untuk mewujudkan pers sebagai penangkal meningkatnya informasi hoaks di internet yang telah terbukti dapat mengancam perpecahan antaranak bangsa.
Menurut Pemimpin Redaksi Tirto.Id, A Sapto Anggoro, pada prinsipnya media massa tidak bisa terlepas dari kredibilitas. Artinya, perusahaan media sudah barang tentu memegang teguh kode etik jurnalistik. Karena itu adalah amanat yang terkandung dalam UU Pers.
“Media tak bisa jauh dari kredibilitas,” kata Sapto Anggoro saat diskusi daring bertajuk Tantangan Media di Tengah Industri Manipulasi Informasi, Kebencian, dan Kepentingan Politik, Jumat (10/7) dalam rangka perayaan hari lahir ke-17 NU Online, situs resmi PBNU.
Media yang kredibel, menurutnya, merupakan amanat Undang-undang (UU) no 40 tahun 1999. Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers, berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial.
Karena itu, pers tidak mungkin melakukan kerja-kerja jurnalistik yang bisa memunculkan masalah seperti terlibat dalam industri manipulasi informasi. Pers, lanjutnya, berusaha agar dapat menjalankan amanat undang-undang yang berlaku di Indonesia.
“Misalnya yang dilakukan oleh media dalam melakukan konfirmasi, itu adalah upaya untuk menjalankan amanah. Jadi, media massa tidak sekadar nulis, tanpa pegangan apa pun, atau memfitnah kiri kanan. Kita menjalankan amanah UU,” tuturnya.
Ia kemudian menjelaskan perbedaan antara media massa dan media sosial. Media massa adalah perusahaan media yang bertanggung jawab terhadap pemberitaan, sementara media sosial adalah media individu masyarakat.
Lalu, sambungnya, untuk menghindari meningkatnya informasi hoaks di media sosial atau di internet, media massa harus disiplin melakukan verifikasi secara prosedural. Jika media massa sudah benar-benar kredibel, persoalan informasi hoaks yang berkembang di internet bisa diimbangi media massa. Dengan begitu kepercayaan masyarakat pun akan semakin meningkat.
“Contoh ketika ada informasi di medsos; kalau wartawan dari media massa, itu sudah tahu harus konfirmasi tidak sekadar dishare. Kalau itu menyangkut fitnah, tanya saja ke yang difitnah. Kenapa? Karena kita punya pegangan pers, kode etik dan pedoman media siber,” ungkapnya.
Selain Pemred Tirto.id, diskusi juga dihadiri Presidium Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo) Anita Wahid, Pemred Harian Kompas Sutta Dharmasaputra, dan Pemred Narasi TV Zen RS.
Diskusi tersebut dipandu host 164 Channel Ahmad Rozali dan diberi pengantar oleh Pemred NU Online Achmad Mukafi Niam. Untuk memeriahkan peringatan Harlah ke-17 tahun ini, NU Online yang lahir pada 11 Juli 2003 juga menggelar beberapa jenis lomba dengan hadiah-hadiah menarik. Kegiatan lomba dalam rangka harlah ke-17 tahun tersebut akan diumumkan lebih lanjut melalui saluran media sosial NU Online, di Instagram, Facebook, maupun Twitter.
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Abdullah Alawi
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Dari Musibah menuju Muhasabah dan Tobat Kolektif
2
Gus Yahya Berangkatkan Tim NU Peduli ke Sumatra untuk Bantu Warga Terdampak Bencana
3
Kiai Miftach Moratorium Digdaya Persuratan, Gus Yahya Terbitkan Surat Sanggahan
4
Khutbah Jumat Akhir Tahun 2025: Renungan, Tobat, dan Menyongsong Hidup yang Lebih Baik
5
Khutbah Jumat: Ketika Amanah Diberikan kepada yang Bukan Ahlinya
6
Pesantren Lirboyo Undang Mustasyar PBNU hingga PWNU dan PCNU dalam Musyawarah Kubro
Terkini
Lihat Semua