Menag Sebut Institute for Humanitarian Islam Sangat DIbutuhkan
Selasa, 5 November 2024 | 07:30 WIB
Menteri Agama RI Prof KH Nasaruddin Umar saat memberikan sambutan pada peluncuran Institute for Humanitarian Islam di Jakarta, Senin (4/11/2024). (Foto: NU Online/Suwitno)
Afrilia Tristara
Kontributor
Jakarta, NU Online
Menteri Agama Republik Indonesia KH Nasaruddin Umar mengapresiasi peluncuran Institute of Humanitarian Islam di Hotel JW Marriott, Jakarta Pusat pada Senin (4/11/2024) malam.
"Sangat kita butuhkan sebuah lembaga yang mewadahi Humanitarian Islam dan alhamdulillah pada malam ini kita akan melaunching apa yang disebut dengan The Institute of Humanitarian Islam," ujar Menag Nasar.
Menag Nasar menjelaskan tahapan aktualisasi seorang manusia yang bermula dari sebuah mitos yang diinterpretasi sebagai kepercayaan. Dari mitos itu, lahirlah logos yang memunculkan etos dan diaktualisasi dalam wujud perilaku.
Menurut Menag, keberagaman tidak bisa mencapai kesempurnaan jika hanya sampai pada tahap mitos (percaya) terhadap Tuhan yang Mahakuasa sementara tidak ada implementasinya dalam bentuk logos. Tahapan logos ini juga tidak akan sempurna bagi umat beragama jika tidak sampai pada etos dan perlu diaktualisasi dengan behavior (perilaku).
"Tidak sempurna keberagaman kita kalau hanya terhenti di sektor mitos yakni percaya kepada Tuhan yang Mahakuasa tapi tidak ada implementasinya," jelasnya.
Melalui hal tersebut, secara semantis Menag menjelaskan istilah human (manusia) mencerminkan mitos, kemanusiaan (humanity) mencerminkan logos, dan humanitarian Islam merupakan aktualisasi dari etos dan tingkah laku.
"Kalau kita bicara tentang humanity, tidak perlu ditekankan aspek perbedaan dan pertentangan tetapi kita akan menonjolkan sisi encounternya, titik temunya," ujar Menag.
Menag juga menyebutkan perbedaan harus dianggap sebagai lukisan Tuhan yang tidak bisa diubah dan bagi siapa saja yang mencoba mengubah lukisan Tuhan, sama halnya dengan melakukan kerusakan di muka bumi. Menag menekankan perlunya ada penafsiran ulang bagi ajaran yang berpotensi menimbulkan diskriminasi karena perbedaan.
"Oleh karena itu, agama apa pun saya kira kita harus melakukan penafsiran ulang manakala sebuah penafsiran melahirkan risiko penindasan, diskriminasi, dan ketimpangan terhadap kemanusiaan," ujarnya.
Menag Nasar juga menyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih kepada Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf selaku penggagas dan pendiri Institut Humanitarian Islam.
Ia berharap institut ini dapat mewadahi segala macam perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat dunia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Humanitarian Islam Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan tujuan dari dibentuknya institusi ini.
"Institut ini bertujuan untuk mewujudkan prinsip-prinsip tersebut dengan menyediakan platform untuk pendidikan, dialog, dan kolaborasi," ujar sosok yang kerap disapa Gus Yaqut ini.
Gus Yaqut menuturkan, prinsip-prinsip tersebut diimplementasikan dalam institusi dengan tekad untuk memberdayakan individu dan komunitas dalam upaya kemanusiaan yang berakar pada nilai-nilai Islam.
Peluncuran Institute of Humanitarian Islam dihadiri oleh Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Direktur Liga Muslim Dunia (MWL) untuk Asia Tenggara Abdurrahman Al-Khayyat, Direktur Eksekutif The Institute of Humanitarian Gus Yaqut Cholil Qoumas, para perwakilan duta besar dan sejumlah perwakilan menteri.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua