MUI Jelaskan Upaya Titik Temu Hisab dan Rukyat dalam Seminar Pra-Sidang Isbat Awal Ramadhan 1446 H
Jumat, 28 Februari 2025 | 19:00 WIB

Seminar Pra-Sidang Isbat Awal Ramadhan 1446 H di Kementerian Agama, Jumat (28/2/2025). (Foto: tangkapan layar kanal Youtube Bimas Islam TV)
Afrilia Tristara
Kontributor
Jakarta, NU Online
Kementerian Agama Republik Indonesia menyelenggarakan Seminar Pra Sidang Isbat Penentuan 1 Ramadan 1446 H di Auditorium HM Rasjidi, Gedung Kemenag RI, Jakarta Pusat pada Jumat (28/2/2025).
Seminar bertajuk Antara Tradisi, Sains, dan Regulasi ini merupakan kali kedua yang diselenggarakan Kemenag RI dalam penentuan awal Ramadan yang sebelumnya digelar pada tahun 2024 lalu.
Dalam seminar tersebut, Wakil Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Abdurrahman Dahlan menyampaikan Fatwa MUI No 2 tahun 2004 yang diacu sebagai pedoman penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Menurut Kiai Abdurrahman terdapat empat poin yang disarikan dari Fatwa MUI tersebut, yakni sebagai berikut.
1. penetapan awal Ramadhan ditetapkan dengan metode hisab dan rukyat dilakukan oleh Pemerintah Indonesia (Kemenag RI) dan berlaku secara nasional;
2. seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah;
Baca Juga
Potensi Perbedaan Awal Ramadhan 1446 H
3. dalam menetapkan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan MUI, ormas Islam, dan instansi terkait; dan
4. hasil rukyat dari daerah yang memungkinkan hilal dirukyat, walaupun di luar wilayah Indonesia yang mathla'nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman oleh Menteri Agama RI.
Melalui empat poin tersebut, Kiai Abdurrahman menyebut adanya potensi perbedaan hasil hisab dengan rukyat.
"Dalam metode rukyat, meskipun dalam praktiknya menggunakan alat bantu hisab tetapi metode hisab tidak bisa menjadi alat mengambil keputusan (dalam metode rukyat)," ujar Kiai Abdurrahman.
Sementara dalam metode hisab sama sekali tidak memperhitungkan rukyat dalam penentuan awal bulan. "Asalkan secara perhitungan hisab hilal ba'dal ghurub, maka berapa pun tingginya tidak memperhitungkan mungkin dilihat atau tidak, besoknya sudah bisa disebut sebagai awal bulan," jelasnya.
Menurut Kiai Abdurrahman, perlu diupayakan titik temu dari perbedaan kedua metode tersebut dengan cara imkanur rukyat, yakni metode yang menggabungkan rukyat bil fi'li dan hisab wujudul hilal.
Ia menyebut kriteria yang disepakati MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) bisa dijadikan acuan dengan menggunakan perhitungan hisab setelah terbenam matahari yang harus bisa dilihat dengan ketentuan tiga derajat di atas ufuk.
Dengan metode tersebut terdapat kesimpulan sebagai berikut;
1. jika ketinggian hilal setelah terbenam berada di bawah ufuk, disepakati istikmal (menyempurnakan bulan Sya'ban menjadi 30 hari),
2. jika posisi hilal setelah terbenam matahari memenuhi kriteria MABIMS, maka dua metode menyepakati esok merupakan awal bulan,
3. jika posisi hilal setelah terbenam matahari berada di atas ufuk tetapi di bawah kriteria MABIMS, kemungkinan ada perbedaan. Metode hisab menyatakan besok sudah masuk awal bulan, sementara rukyat ada potensi istikmal karena hilal tidak terlihat.
Sebagai informasi, kriteria MABIMS menetapkan ketinggian hilal 3 derajat di atas ufuk dengan sudut elongasi 6,4 derajat.
Hasil pantauan (Jumat 28/2/2025) ketinggian hilal di wilayah Indonesia telah mencapai lebih dari 3 derajat dengan umur hilal yang sudah cukup tua karena ijtimak telah terjadi pada pagi hari sekira pukul 7.44 WIB. Namun, sudut elongasi hilal di sebagian besar wilayah Indonesia masih berada di bawah kriteria MABIMS 6,4 derajat sehingga hilal mungkin sulit terlihat. Hanya di wilayah Indonesia paling barat yakni Sabang dan Banda Aceh yang sudut elongasinya sudah mencapai kriteria MABIMS.
Seminar tersebut juga dihadiri Menteri Agama RI Nasaruddin Umar, Wamenag Romo HR Muhammad Syafi'i, beserta jajaran Kemenag RI.
Narasumber lain dalam seminar yang turut memberikan perspektif antara lain, Cecep Nurwendaya (Tim Hisab Rukyat Kemenag RI), KH Ahmad Izzuddin (NU), Suryatin Shodiq (Muhammadiyah), dan Hasan Natsir (Persis).
Terpopuler
1
Doa Awal Ramadhan yang Diajarkan Rasulullah
2
Analisis Prakiraan 1 Ramadhan 1446 H
3
Berikut Lafal Niat Puasa Ramadhan Sebulan Penuh
4
Lembaga Falakiyah PBNU dan BMKG Rilis Data Hilal, Kapan 1 Ramadhan 1446 H?
5
Gara-gara Dirut Pertamina Oplos Pertalite Jadi Pertamax, Bagaimana Dampaknya bagi Mesin Kendaraan?
6
Khutbah Jumat: Menyambut Ramadhan dengan Hati yang Riang
Terkini
Lihat Semua