Ilustrasi ngabuburit atau aktivitas menunggu sore. Kegiatan ngabuburit cukup dinamis, di kalangan Muslim digunakan untuk menunggu waktu buka puasa. (Foto: NU Online/Freepik)
Muhammad Aiz Luthfi
Penulis
Jakarta, NU Online
Setiap bulan puasa terutama di sore hari kita sering mendengar istilah ngabuburit, yaitu aktivitas untuk menunggu datangnya waktu magrib. Istilah populer di bulan suci Ramadhan ini ternyata berasal dari bahasa Sunda.
Ketua Lembaga Budaya Sunda (LBS) Universitas Pasundan Hawe Setiawan menjelaskan bahwa ngabuburit berasal dari Bahasa Sunda dengan kata dasar burit yang artinya sore atau petang.
“Istilah ngabuburit merujuk pada kata kerja, yaitu melakukan kegiatan untuk mengisi waktu seraya menyongsong tibanya sore hari,” kata Hawe Setiawan dikutip dari situs Universitas Pasundan, Jumat (24/3/2023).
Baca Juga
Hukum Bersolek Saat Ngabuburit Puasa?
Hal itu sesuai dengan Kamus Bahasa Sunda yang diterbitkan oleh Lembaga Bahasa dan Sastra Sunda (LBSS). Dalam kamus tersebut disebutkan bahwa kata ngabuburit berasal dari kalimat ngalantung ngadagoan burit atau bersantai sambil menunggu waktu sore.
Lebih lanjut Hawe menjelaskan, burit adalah kata keterangan waktu yang kemudian berubah menjadi kata kerja setelah diberi tambahan kata 'nga'. Hal tersebut, menurutnya menjadi salah satu keunikan dalam Bahasa Sunda.
Baca Juga
Ngabuburit ala Santri Pesantren Tremas
“Bahasa Sunda kosa katanya tidak begitu banyak, tapi variasinya tak terbatas. Maka, keunikan bahasa Sunda terdapat pada keterangan waktu. Orang bisa membuat kata kerja dengan tambahan awal, seperti kata ngabuburit,” tambahnya.
Dalam sejarahnya, kata Hawe, istilah ngabuburit muncul seiring dengan masuknya kebudayaan Islam di tanah Sunda. “Seingat saya sudah lama (muncul istilah ngabuburit). Saya kira sejak nilai-nilai Islam masuk dalam wilayah budaya Sunda,” ujarnya.
Menurut Hawe, kegiatan ngabuburit cukup dinamis karena mengalami perkembangan sejak awal kemunculannya. Zaman dulu, kata dia, anak-anak mengisi kegiatan ngabuburit dengan bermain permainan tradisional Jawa Barat seperti bebeledugan atau meriam bambu.
“Sekarang, kegiatan ngabuburit disesuaikan dengan kebudayaan daerah masing-masing, tentunya diarahkan pada kegiatan yang lebih kreatif dan berharga, bukan hanya untuk mengisi waktu, tapi juga menghayati Ramadan,” jelasnya.
Menjadi istilah nasional
Meski di sejumlah daerah punya istilah tersendiri, namun saat ini ngabuburit sudah menjadi istilah nasional yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Menurut Hawe, fenomena tersebut dipengaruhi oleh peranan media yang turut menjadi sarana dalam menyebarkan istilah ngabuburit.
“Saya kira mungkin karena faktor media, sehingga ngabuburit dikenal luas. Istilah ini juga mudah diucapkan oleh penutur non-bahasa Sunda,” pungkasnya.
Pewarta: Aiz Luthfi
Editor: Syamsul Arifin
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua