Pakar Jelaskan Nilai-Nilai Universal pada Sistem Demokrasi
Rabu, 9 Oktober 2024 | 17:30 WIB
Pakar Kepemiluan Titi Anggraini dalam Webinar yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dengan tema Peran Civil Society dalam Mewujudkan Pilkada yang Jujur dan Adil. (Foto: tangkapan layar Youtube MKRI)
Haekal Attar
Penulis
Jakarta, NU Online
Pakar Kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraeni menjelaskan tentang nilai-nilai universal pada sistem demokrasi.
Ia mengutip pendapat Sekretaris Jenderal (Sekjen) International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) Kevin Casas yang menjelaskan bahwa pada dasarnya sistem demokrasi dapat berbeda di tiap-tiap negara yang menerapkannya.
"Jadi tidak ada standar baku dari demokrasi itu. Karena demokrasi adalah fenomena yang dinamis yang kemudian menyesuaikan dengan setiap negara dan konteks dimana (demokrasi) itu bekerja," kata Titi saat Webinar yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dengan tema Peran Civil Society dalam Mewujudkan Pilkada yang Jujur dan Adil, dikutip NU Online pada Rabu (9/10/2024).
Titi menjelaskan bahwa terdapat empat nilai yang perlu ada dalam sistem demokrasi, meski penerapannya berbeda di setiap negara.
Pertama, soal representasi atau keterwakilan rakyat di dalam sistem pemilihan pemerintahan atau elected government yang dipilih melalui pemilihan yang kredibel.
"Jadi bukan sekedar Pemilu, tetapi Pemilu yang kredibel dengan inklusif dan adanya partai politik yang bebas atau free political parties. Harapannya, akan terbentuk perlemen yang efektif," katanya.
Kedua, pemenuhan hak dasar hak warga negara yaitu dengan partisipasi masyarakat dalam menentukan tiga hal, yaitu electoral partisipation, civil engagement, dan civil society.
Baca Juga
Pejuang Demokrasi itu Bernama Gus Dur
"Kalau electoral partisipation itukan partisipasi elektoral, nah kalau civil engagement itu bagaimana pelibatan warga negara dan juga ada komponen masyarakat sipil (civil society)," jelasnya.
Ketiga, perlu diterapkan rule of law atau norma prosedur hukum yang berlaku setara bagi setiap warga negara.
"Kalau rule of law ini penting untuk Mahkamah Konstitusi buat kita. Karena demokrasi butuh rule of law. Norma dan prosedur hukum berlaku setara bagi warga negaga yang di dalamnya membutuhkan judicial independent jadi peradilan independen. Nah, ini menjadi sangat penting kalau kita bicara peran MK," jelasnya.
Keempat, pemenuhan hak dasar warga negara atau partisipasi. Dalam poin ini, sebetulnya menjadi induk dari ketiga poin sebelumnya soal partisipasi elektoral, pelibatan warga negara, dan komponen masyarakat sipil.
Indeks demokrasi Indonesia turun
Dalam laporan Democracy Index 2023: Age of Conflict yang diterbitkan Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia menempati peringkat ke-56 dengan skor 6,53 atau mengalami penurunan dua posisi dibandingkan pada 2022 yang mencatat skor 6,71.
Indeks Demokrasi EIU mengukur lima aspek yaitu proses pemilu dan pluralisme, efektivitas pemerintahan, partisipasi politik, budaya politik, dan kebebasan sipil. Dengan skor tersebut, demokrasi di Indonesia dikategorikan sebagai cacat (flawed democracy).
Hal serupa juga terlihat dalam data dari Freedom House, yakni indeks demokrasi Indonesia turun dari 62 pada 2019 menjadi 57 pada 2024.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua