Palangkahan, Tradisi Minang Tentukan Hari Baik Berkegiatan
Selasa, 28 Juli 2020 | 14:30 WIB
Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Indonesia kaya akan tradisi keagamaan. Salah satu di antaranya, adalah Palangkahan yang berkembang di Ranah Minang, Sumatera Barat.
Peneliti Balai Litbang Agama (BLA) Jakarta Balitbang Diklat Kemenag, Zulkarnain Yani, menjelaskan bahwa tradisi Palangkahan dilakukan guna menentukan hari-hari penting dalam memulai sesuatu, hingga memilih pasangan.
Hal ini disampaikan pada Seminar Hasil Penelitian Tradisi Keagamaan dan Manuskrip yang digelar secara virtual dan disiarkan langsung melalui media sosial BLA Jakarta, Senin (27/7).
Tradisi Palangkahan ini, lanjut dia, merupakan kearifan lokal yang menjadikan manuskrip sebagai sumber rujukan. Sebab, teks pada manuskrip memberikan pengetahuan mengenai perhitungan dalam hal tertentu sehingga tradisi ini dilakukan sebagai upaya mencari hal terbaik.
"Jadi, kalau mau mencari pasangan bagus ya pakai tradisi ini, menanyakan penyakit yang sedang diderita, atau memulai bersawah," ujarnya.
Baca juga: Kepala BLA Jakarta: Budaya dan Agama Saling Bersinergi
Palangkahan itu, lanjut Zulkarnain, berasal dari kata langkah. Langkah di sini dimaknai sebagai kegiatan awal.
Lebih lanjut, tradisi ini hanya ada dalam tarekat. Tidak ada masyarakat biasa yang memiliki kapasitas untuk melakukan perhitungan serupa. "Yang bisa lakukan ini hanya orang yang bertarekat," tandasnya.
Fakta demikian menunjukkan bahwa ulama merupakan sentra keilmuan dan muara segala pertanyaan kehidupan masyarakat. "Ulama sebagai sentra keilmuan dan bertanya tentang persoalan kehidupan sehari-hari," terangnya.
Di samping itu, nilai yang terkandung dalam tradisi ini adalah mengingatkan umat Islam untuk menaruh perhatian terhadap waktu, ikhtiar atau berusaha, kemudian berserah diri, dan berdoa kepada Allah swt.
Hal lain yang terkandung dalam tradisi Palangkahan adalah adanya musyawarah, berpikir positif, dan bersyukur. Lalu, membaca tanda alam, jalinan sosial, cinta budaya, dan berdisiplin.
Sementara itu, Buya Apria Putra dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi Sumatera Barat menjelaskan bahwa teks Palangkahan Belubus Bintang Dua Belas, salah satu manuskrip rujukan Palangkahan, merujuk pada apa yang pernah dicatat oleh Abu Ma’syar al-Falaki, salah seorang tokoh ulama ahli astronomi dan astrologi. Namun, teks tersebut memberikan sentuhan tradisi lokal sebagai keunikannya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua