PBNU Tetapkan 5 Tema Rasionalisasi Hukum Islam dalam Munas 2025, Berikut Lengkapnya
Ahad, 9 Februari 2025 | 09:00 WIB
Achmad Risky Arwani Maulidi
Kontributor
Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menetapkan lima tema rasionalisasi hukum Islam. Penetapan ini dilakukan melalui sidang pleno Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar (Munas-Konbes) di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, pada 6 Februari 2025.
1. Murur dan tanazul
Dalam Munas kali ini ditetapkan hukum dibolehkannya murur dari Muzdalifah dan tanazul dari Mina. Keduanya merupakan pengganti dari pelaksanaan mabit.
Ketua Komisi Bahtsul Masail Maudhu'iyah KH Abdul Moqsith Ghazali menjelaskan, bolehnya murur dan tanazul setidaknya disebabkan dua aspek. Aspek pertama yakni udzur syar'i yang melekat pada diri mukallaf menyangkut risiko tinggi (risti), lansia, difabel, serta pendamping.
Aspek kedua yakni lokasi mabit yang tak sebanding dengan jumlah jamaah haji. Kedua aspek ini jika diabaikan berpotensi mengganggu kekhusyukan dan kenyamanan ibadah haji.
"Karena itu tidak dimungkinkan untuk diselenggarakan sepenuhnya mabit di Muzdalifah dan mabit di Mina," terang Kiai Moqsith.
2. Negara boleh memungut pajak
Putusan kedua menyangkut problematika pajak. Dalam konteks negara bangsa seperti Indonesia pajak diperbolehkan dengan beberapa pertimbangan.
Pertama, pembolehan negara memungut pajak harus didasarkan pada kebutuhan yang besar (hajah). Kedua, manfaat pajak harus berakhir pada kesejahteraan rakyat.
"Tetapi pajak yang dipungut dari warga negara itu penggunaannya harus untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat, harus dikembalikan peruntukannya kepada rakyat," tegas kiai yang juga Katib Syuriyah PBNU itu.
Oleh karena tak semua rakyat memiliki potensi untuk membayar pajak, maka forum Munas NU 2025 mengusulkan agar pemerintah menghitung penghasilan sumber daya alam sebagai acuan untuk membagi tarif pungutan pajak.
3. Alasan dan tujuan zakat
PBNU juga mengesahkan persoalan terkait illat (alasan) dan maqashid (tujuan) zakat. Pada komisi yang sama, illat zakat ditentukan oleh kekayaan seseorang (madhinnatul ghina), selain objek pajak.
Komisi Bahtsul Masail Maudhu'iyah Munas NU 2025 merumuskan bahwa kadar kaya (al-ghina) adalah kepemilikan harta yang mencapai satu nishab sekaligus bertahan dalam kurun setahun (haul).
Perumusan ulang kausa hukum ('illat) ini dilatarbelakangi adanya pertambahan objek zakat, berikut konteksnya.
4. Kontrak politik serupa baiat
Forum terbesar kedua setelah muktamar ini menetapkan rasionalisasi hukum kontrak politik atau sumpah jabatan. Perjanjian antara pemimpin dan rakyat dalam konteks negara bangsa diserupakan dengan baiat.
Alasannya, kontrak politik atau sumpah jabatan berisi kesetiaan rakyat kepada pemimpin sekaligus komitmen pemimpin untuk melayani rakyat. Hal ini sebagaimana konsep baiat di masa Nabi Muhammad. Namun, kepatuhan rakyat mesti berdiri dalam kebenaran, bukan kemaksiatan.
"Jadi komitmen antara ra'i (pemimpin) dan ra'iyah (warga negara) ini komitmen untuk menjalankan kewajiban masing-masing," tuturnya.
5. Status Muslim di negara mayoritas Non-Muslim
Soal status Muslim di negara mayoritas Non-Muslim juga ditetapkan dalam forum Munas NU 2025 melalui Komisi Bahtsul Masail Maudhu'iyah.
Kiai Moqsith menyatakan bahwa status Muslim semacam ini adalah warga negara (muwathin). Konsekuensinya, memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara.
Umat Islam wajib mematuhi regulasi di negara yang didiami, selama regulasi tersebut tidak menabrak prinsip-prinsip agama Islam dan mengandung kemaslahatan.
"Negara (saat) ini dibentuk bukan berdasarkan kesamaan agama tetapi berdasarkan status warga negara," tandasnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 3 Persiapan di Bulan Sya’ban, Menyambut Bulan Ramadhan
2
Khutbah Jumat: Mari Persiapkan Diri Menyambut Ramadhan
3
Khutbah Jumat: Perbanyak Shalawat di Bulan Sya'ban
4
Khutbah Jumat: Cara Meraih Ketenangan Hidup
5
Munas NU 2025 Putuskan 3 Hal tentang Penyembelihan dan Distribusi Dam Haji Tamattu
6
Khutbah Jumat: Segeralah Mengqadha Puasa Ramadhan Tahun Lalu
Terkini
Lihat Semua