Pemerintah Malah Tambah Tiga Wamen Rangkap Jabatan Komisaris di Telkom
NU Online · Rabu, 17 September 2025 | 11:30 WIB
Haekal Attar
Penulis
Jakarta, NU Online
Pemohon dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128/PUU-XXIII/2025, Viktor Tandiasa, menyayangkan langkah pemerintah yang kembali menempatkan tiga wakil menteri (wamen) sebagai komisaris utama (komut) dan komisaris di PT Telkom Indonesia (Persero).
Viktor menilai bahwa pemerintah telah salah menafsirkan masa transisi dua tahun yang diberikan oleh MK untuk menertibkan rangkap jabatan wakil menteri sebagai komisaris di perusahaan pelat merah.
"Saya selaku pemohon menilai, nampaknya political will dari pemerintah sangat buruk, karena memanfaatkan lain dari apa yang di maksud MK dalam memberikan waktu dua tahun bagi pemerintah untuk berbenah," katanya kepada NU Online pada Rabu (17/9/2025).
Menurutnya, masa dua tahun tersebut bukanlah "karpet merah" untuk mempertahankan atau bahkan menambah jumlah wamen yang rangkap jabatan, melainkan kesempatan bagi pemerintah untuk melakukan restrukturisasi melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Viktor juga menuding pemerintah menyalahgunakan waktu yang diberikan oleh MK sebagai kesempatan untuk memperbanyak rangkap jabatan hingga batas akhir masa transisi.
"Ini tentunya sangat ironis dan menggambarkan mental pejabat Indonesia yang suka melanggar hukum," katanya.
Jauh sebelum itu, Viktor beralasan bahwa komisaris memiliki peran penting dalam pengelolaan BUMN, yakni memberikan pertimbangan, nasihat, dan pengawasan.
"Sehingga, pertama, membutuhkan SDM komisaris yang berkompeten di bidangnya. Karena harus memberikan pertimbangan nasihat terhadap direksi agar terjadi pengelolaan yang merugikan BUMN dan juga mengawasi praktik-praktik korupsi. Sehingga kalau kita lihat dalam hal ini, selalu kan (BUMN) laporannya rugi terus," katanya pada Senin (28/7/2025).
Diketahui, ketiga wamen tersebut merangkap jabatan usai Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Telkom Indonesia pada Selasa (16/9/2025).
Pertama, Angga Raka Prabowo, Wakil Menteri Komunikasi Digital, sebagai Komisaris Utama. Kedua, Silmy Karim, Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, sebagai Komisaris. Ketiga, Ossy Dermawan, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN, sebagai Komisaris.
Saat putusan, Hakim Konstitusi Eny Nurbaningsih dalam pertimbangan hukumnya menjelaskan bahwa MK perlu menegaskan larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri, termasuk menjadi komisaris, sebagaimana halnya ketentuan bagi menteri. Hal ini dimaksudkan agar keduanya dapat fokus menjalankan tugas kementeriannya.
"Sementara itu, untuk menjalankan jabatan sebagai komisaris pun memerlukan konsentrasi waktu, dalam kaitan ini tanpa Mahkamah bermaksud menilai legalitas Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor PER-3/MBU/03/2023," jelas Eny.
Terkait organisasi dan sumber daya manusia BUMN, Eny menambahkan bahwa pada Pasal 15 disebutkan salah satu syarat menjadi anggota dewan komisaris atau dewan pengawas BUMN maupun anak perusahaan adalah dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.
"Terlebih, pengaturan larangan rangkap jabatan karena berkaitan pula dengan prinsip penyelenggaraan negara yang bersih, bebas dari konflik kepentingan, serta pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik," terangnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
5
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
6
KH Said Aqil Siroj Usul PBNU Kembalikan Konsesi Tambang kepada Pemerintah
Terkini
Lihat Semua