Pemilu 2024 Eks Koruptor Boleh Nyalon DPR, Simak Putusan NU terhadap Eks Koruptor
Rabu, 24 Agustus 2022 | 21:00 WIB
Bahkan NU menghukumi haram bagi warga masyarakat yang memilih dan mendukung orang yang pernah terlibat kasus korupsi.
Aru Lego Triono
Penulis
Jakarta, NU Online
Aturan pemilihan umum (pemilu) 2024 mendatang memperbolehkan eks koruptor untuk mencalonkan diri menjadi anggota DPR. Hal itu termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Namun, NU yang memiliki perhatian khusus terhadap tindak pidana korupsi tetap bersikap tegas. Pada setiap forum permusyawaratan tertinggi, baik muktamar maupun munas, tema tentang korupsi tak pernah dilewatkan untuk dibahas. Terhitung sejak Muktamar ke-30 NU di Lirboyo pada 1999 hingga Muktamar Ke-34 NU di Lampung pada 2021, korupsi selalu jadi pembahasan para kiai.
Dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat pada 2012, NU secara fokus membahas isu tentang hukuman bagi kuruptor dan larangan pencalonan jabatan publik bagi koruptor.
“Orang yang terbukti atau diduga kuat pernah melakukan korupsi tidak boleh mencalonkan diri, dicalonkan, dan dipilih untuk menduduki jabatan publik (urusan rakyat),” demikian putusan NU dalam Munas di Kempek Cirebon, pada 2012 silam, dilihat NU Online, pada Rabu (24/8/2022).
Baca Juga
Sikap Rasulullah Terhadap Koruptor
Lebih lanjut, dalam buku Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi (2017: 156) dijelaskan bahwa orang yang terbukti sering menyelewengkan jabatan, mengabaikan kepentingan publik untuk kepentingan pribadi dan korup, dilarang untuk mencalonkan diri atau dicalonkan pada suatu jabatan tertentu.
Di antara jabatan-jabatan itu adalah kepala daerah, gubernur, dan anggota DPR. Bahkan, NU menghukumi haram bagi warga masyarakat yang memilih dan mendukung orang yang pernah terlibat kasus korupsi. Sebab para koruptor tidak layak untuk menduduki jabatan tersebut.
Hal itu diputuskan oleh para kiai NU karena korupsi dipandang sebagai perilaku pengrusakan di muka bumi. Tindakan ini tidak saja melawan dan bertentangan dengan hukum dan kemanusiaan, tetapi juga melawan syariat Islam.
Prinsipnya, para kiai menyepakati bahwa korupsi harus dikategorikan sebagai tindak pidana kejahatan (jarimah), hukumnya haram dan pelakunya harus diberi sanksi yang berat. (Lihat: Jihad Nahdlatul Ulama Melawan Korupsi, 2017: 106).
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tidak ada larangan alias membolehkan mantan narapidana kasus korupsi yang telah menjalani hukuman penjara untuk mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif DPR, DPD, dan DPRD.
Di pasal tersebut, tidak ada bunyi larangan khusus bagi mantan narapidana kasus korupsi untuk mendaftar sebagai caleg DPR dan DPRD. Akan tetapi, apabila eks-koruptor ingin mendaftar, maka diwajibkan mengumumkan kepada publik bahwa dirinya pernah dihukum penjara dan telah selesai menjalani hukuman.
Berikut bunyi pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu tentang Persyaratan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota:
“Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.”
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua