Pengamat Jelaskan Problem Kemiskinan, Pengangguran, dan Lesunya Ekonomi di Indonesia
NU Online · Selasa, 4 November 2025 | 14:00 WIB
Ayu Lestari
Kontributor
Jakarta, NU Online
Permasalahan kemiskinan dan pengangguran di Nusantara masih tergolong masif. Apalagi perekonomian akhir-akhir mengalami penurunan hingga ke berbagai lini sektor.
Berdasarkan data ekonomi Departemen Riset Makroekonomi dan Pasar Keuangan memproyeksikan inflasi akan berada di kisaran 2,0 hingga–2,5 persen pada akhir 2025, naik dari 1,57 persen pada akhir 2025.
Ronald Rulindo, Akademisi FEB Universitas Indonesia (UI) menyampaikan bahwa, kemiskinan dan pengangguran adalah sebab akibat. Bagian dari lingkaran setan. Untuk menyelesaikannya, menggulirkan program mengisi perut saja tidak cukup, tetapi rakyat perlu diberikan pendidikan keterampilan non-formal yang memadai.
Keberadaan zakat untuk memastikan setiap penduduk memiliki dasar pendapatan tentunya dapat digunakan untuk solusi. "Akan tetapi setelah itu, pendidikan untuk keterampilan non-formal wajib diajarkan. Begitu juga dengan pendidikan mindset atau pola pikir dan mental," jelas Ronald dihubungi Selasa (4/11/2025).
Dengan adanya keahlian tersebut, masyarakat diajarkan untuk terlibat dalam industri rumah tangga agar bisa dapat penghasilan. "Ini kunci ke sukseskan di China. Mereka membuka lapangan kerja itu bagus, tapi tidak mudah. Tetap membangun industri rumah tangga di segala sektor itu lebih memungkinkan, sepanjang dijalankan dengan benar oleh pemerintah," ucapnya.
Menurut Ronald, strategi seperti menetapkan produk impor untuk diproduksi, pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan, pengadaan fasilitas pekerjaan dapat menghasilkan kualitas masyarakat yang baik.
"Ibaratnya produk tersebut dijual dan konsumsi dalam negeri. Jika sudah sukses, pastikan mekanismenya direplikasi pada barang yang lain. Keberadaan Danantara harusnya menyediakan industri ini, bukan malah main saham atau inject BUMN yang rugi. Fokus pada industri padat karya," lanjutnya.
Dalam hal ini juga berkaitan juga dengan ketidaksesuaian jumlah lapangan kerja dan angkatan kerja, hal ini juga harus mempertimbangkan terkait dengan peraturan dan infrastruktur.
"Untuk industri besar banyak hal yang harus dituntaskan dahulu. Terutama terkait peraturan dan infrastruktur. Kita kalah bersaing bahkan dengan Malaysia dan Vietnam," tutur Ronald, Selasa (4/11/2025)
Oleh sebab itu, lingkaran kemiskinan terjadi secara berulang ulang karena nirstrategi sejak awal.
"Salah satunya tidak fokus pada satu strategi, untuk kemudian direplikasi. Banyak hanya jadi program yang penting ada, tidak mengejar hasil dan dampak," sambungnya.
Analisis ini semakin menegaskan bahwa lesunya ekonomi di Indonesia dapat mempengaruhi daya jual pangsa pasar secara global.
"Untuk arus ekonomi secara global, pemerintah semestinya membuat kursus bahasa asing bagi pekerja luar negeri. Bahasa wajibnya adalah Arab dan Mandarin. Dua bahasa itu sangat berpeluang tinggi di sektor pariwisata dan kesehatan," pungkasnya.
Membenahi perekonomian
Senada, Wahyu Budi Leksono, Pemerhati Bidang Ekonomi Kemasyarakatan asal Kudus mengatakan, pengangguran dan kemiskinan adalah dua pilar yang saling berkaitan untuk membenahi perekonomian memiliki dua tahap, yakni dalam tahapan jangka pendek, dan jangka panjang.
"Negara harus bisa membenahi iklim usaha yang berhubungan dengan usaha skala besar khususnya dalam menyerap tenaga kerja besar, serta mendukung dan proteksi UMKM," kata Sono dalam keterangannya melalui pesan singkat di WhatsApp, Selasa (4/11/2025).
Selain itu, untuk versi jangka panjangnya, negara harus membenahi regulasi, pajak, distribusi, infrastruktur, dan kebijakan yang notabene mendukung penuh peningkatan daya beli di perusahaan.
"Artinya dalam hal ini adalah pemulihan yang mempengaruhi ekosistem untuk menciptakan pengusaha muda yang lebih kompetitif dan melek teknologi melalui pelatihan dan program yang didukung pemerintah. Dari sanalah akan muncul start up maupun UMKM baru yang lebih tangguh," jawabnya.
Sementara terkait kemiskinan, Sono menyoroti kebijakan pemerintah untuk melakukan pertanggungjawaban melalui data kemiskinan yang telah ada.
"Kita melihat pemerintah sejauh ini sudah cukup berusaha melakukan tanggungjawabnya melalui pembenahan data kemiskinan yang nantinya dijadikan 1 data tunggal yaitu DTSEN," imbuhnya.
DTSEN merupakan sumber data utama dalam penyaluran bansos untuk mengatasi masalah kemiskinan yang kita tau dalam APBN nilainya sangat besar.
"Saya rasa kita tunggu saja bagaimana pelaksanaanya dan harapan kita pemerintah berhasil dengan baik," ujar Sono.
Selain itu, dari segi sosial kemasyarakatan, beberapa lembaga filantropi yang berkhidmah dalam pengentasan kemiskinan, baik itu lembaga filantropi berbasis keagamaan maupun yg lebih bersifat non keagamaan.
"Seperti kita tau bahwa masyarakat Indonesia terkenal akan kedermawanannya bahkan nomor satu di dunia. Kemudian jika kita melihat jumlah masyarakat indonesia yang beragama islam sekitar 86 persen. Maka potensi ZISWAF mencapai 217 Triliun," terangnya.
Secara tidak langsung, adanya kolaborasi dari program-program penanganan dan pengentasan kemiskinan melalui CSR maupun pemanfaatan ZISWAF yang dikelola dengan baik dan disalurkan melalui program pemberdayaan masyarakat miskin, dalam rangka bersama-sama mengatasi kemiskinan.
Perkiraan Sono apabila lembaga-lembaga filantropi dapat meraup potensi tersebut serta dapat mempunyai program-program pemberdayaan masyarakat akan mengentaskan segala kemiskinan dari taraf daerah hingga nasional.
"Saya yakin sekali jika tindakan tersebut dilakukan, akan sangat berpengaruh dalam memberantas kemiskinan," tandasnya.
Kendati demikian dalam pembahasan ini, lingkaran kemiskinan masih terus terulang kembali. Pasalnya sikap dari warga sipil yang masih melanggengkan kemiskinan struktural keluarga.
"Secara tidak langsung keluarga yang miskin ini belum bisa lepas dalam rantai kemiskinan lantaran mereka sulit mengakses pendidikan, kesehatan, cakupan gizi guna pertumbuhan jasmani," ucap Sono.
Walaupun demikian, jika mereka mempunyai kesadaran dalam meningkatkan kualitas diri, maka peluang kerja akan datang.
"Jika jumlah masyarakat miskin banyak dan mereka tidak diberi kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri, maka lingkaran kemiskinan tidak akan pernah terputus," paparnya.
Oleh karenanya, kehadiran pemerintah dan segala kebijakan membantu peningkatan dari segala aspek supaya rantai kemiskinan tersebut bisa dihentikan.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
6
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
Terkini
Lihat Semua