Nasional

Penjelasan Ibnu Rajab tentang Shafar Bukan Bulan Sial dan Musibah

Kamis, 8 Agustus 2024 | 09:00 WIB

Penjelasan Ibnu Rajab tentang Shafar Bukan Bulan Sial dan Musibah

Ilustrasi Shafar. (NU Online)

Jakarta, NU Online

Umat Islam telah memasuki bulan Shafar 1446 H mulai hari Selasa (6/8/2024 lalu) sebagaimana diumumkan Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) pada Senin (5/8/2024) atas dasar rukyah. Banyak orang memiliki anggapan, bahwa ulan kedua dalam kalender Hijriah ini adalah bulan sial. Di dalamnya, terdapat banyak musibah.


Ibnu Rajab al-Hanbali (wafat 795 H) dalam kitabnya yang berjudul Lathâ-iful Ma’ârif, menyampaikan bahwa bulan Shafar dan bulan lainnya tidak memiliki perbedaan sama sekali. Sebagaimana bulan-bulan lainnya, di bulan Shafar mungkin saja terjadi keburukan, tetapi tidak berarti sama sekali tidak ada adanya peristiwa kebaikan. Artinya, tidak boleh meyakini bulan Safar sebagai bulan yang dipenuhi dengan keburukan dan musibah.


“Adapun mengkhususkan kesialan dengan suatu zaman tertentu bukan zaman yang lain, seperti (mengkhususkan) bulan Safar atau bulan lainnya, maka hal ini tidak benar,” tulis Ustadz Sunnatullah mengutip Ibnu Rajab al-Hanbali, sebagaimana dilansir NU Online dalam tulisan berjudul Bulan Safar: Latar Belakang Nama dan Mitos Kesialan di Dalamnya yang dikutip pada Kamis (8/8/2024).


Oleh karena itu, Ibnu Rajab, sebagaimana ditulis Ustadz Sunnatullah, menegaskan bahwa keyakinan akan kesialan bulan Shafar tidak dapat dibenarkan. Sebab, semua bulan, waktu, zaman, dan tahun merupakan makhluk Allah swt, yang di dalamnya bisa saja terjadi suatu kesialan, bencana, dan musibah. Dengan begitu, jika musibah hanya dikhususkan pada bulan Shafar dan meniadakannya pada bulan-bulan lainnya tentu tidaklah masuk dalam logika.


Ibnu Rajab, lanjut pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Bangkalan, Jawa Timur itu, menegaskan bahwa tolok ukur baik dan tidaknya suatu zaman tidak dilihat dari peristiwa yang terjadi di dalamnya. Semua zaman yang di dalamnya semua seorang mukmin menyibukkan diri dengan kebaikan, maka zaman tersebut adalah zaman yang diberkahi. Sebaliknya, penyebab suatu zaman tidak diberkahi oleh Allah swt adalah dikarenakan banyaknya kemaksiatan yang dilakukan manusia.


Oleh karena itu, Ustadz Sunnatullah menegaskan bahwa tak aneh jika Ibnu Rajab menolak anggapan atau keyakinan bahwa bulan Shafar sebagai bulan kesialan yang dipenuhi dengan musibah dan keburukan.