Nasional

Perlunya Kurikulum Integratif Pesantren untuk Tumbuhkan Kesadaran Lingkungan di Kalangan Santri

NU Online  ·  Kamis, 9 Oktober 2025 | 19:00 WIB

Perlunya Kurikulum Integratif Pesantren untuk Tumbuhkan Kesadaran Lingkungan di Kalangan Santri

Ilustrasi para santri sedang menanam pohon. (Foto: AI)

Jakarta, NU Online

Pesantren merupakan institusi pendidikan yang diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan. Terlebih penjagaan lingkungan ini dipandang para ulama sebagai bagian atau pendukung tujuan penerapan syariat.


Dengan kajian turats yang kuat, pesantren dapat menjadi penyangga program pengembangan lingkungan berkelanjutan. Menuju ke sana, perlu instrumen dan perangkat, serta metode yang diterapkan dalam pembelajaran dan pengajian di pesantren.


"Di sinilah makna penting bahwa pesantren harus menerapkan kurikulum ekoteologi bagi seluruh ustaz/ustazah dan santrinya. Tumpuan Indonesia ke depan terletak bagaimana dunia pesantren menjadi garda depan dalam pelestarian lingkungan," kata Nursyam, Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya, Jawa Timur, saat Halaqah Internasional Rekontekstualisasi Maqashid Syari'ah: Dharuriyat Al-Khams dan Transformasi Kurikulum Pesantren di Pondok Pesantren As'adiyah Macanang, Wajo, Sulawesi Selatan, Jumat (3/10/2025).


Nursyam berpandangan bahwa pemahaman mengenai lingkungan dapat diselenggarakan melalui program kurikulum integratif, yaitu pembelajaran dengan penerapan materi pembelajaran yang terintegrasi.


"Pilihan integrated curriculum mengacu pada kekhasan pesantren dengan program pendidikannya," ujarnya. 


Untuk rekonstruksi kurikulum, Direktorat Pesantren Kementerian Agama dapat bekerja sama dengan para kiai, ustadz, ulama dan institusi pendidikan yang memiliki fokus dalam pengembangan kurikulum, serta ahli lingkungan dan dunia industri.


"Produk yang diharapkan adalah kurikulum pembelajaran yang fleksibel, adaptif dan bersearah dengan kemajuan zaman, yang ditandai dengan hasil pendidikan yang bervisi masa depan," katanya.


"Para guru, ustadz dan pengajar di lembaga pesantren harus memiliki visi, misi dan program yang berseirama dengan pencapaian tujuan kurikulum ekoteologi terintegrasi," imbuhnya.


Lima tahapan

Nursyam juga mengingatkan bahwa penerapan kurikulum itu penting untuk memperhatikan ciri khas pendidikan pesantren dalam kaitnnya dengan relasi kiai, santri, dan pesantren. Hal itu meliputi lima hal, yakni relevansi, integrasi, distingsi, ekselensi (keunggulan), dan preparasi (persiapan).


Ia juga berpandangan bahwa secara konseptual, untuk pengembangan SDM kiranya dapat digunakan pendekatan Aset Based Community Development (ABCD). Untuk merancang Kurikulum perlu dimodifikasi menjadi Aset Based Institutional Development (ABID) yang diwujudkan melalui lima tahapan.


Pertama, discovery yaitu proses untuk mengenali, memahami, menganalisis dan menemukan kekuatan aset yang dimiliki oleh institusi pesantren. Diperlukan pemetaan berbasis fakta empiris agar temuannya dapat ditindaklanjuti.


Kedua, dreams atau membangun mimpi. Di dalam konsepsi institusi pesantren, mimpi adalah setengah cita-cita, setengah cita-cita adalah setengah usaha dan setengah usaha adalah setengah keberhasilan.


"Mimpi harus diwujudkan di dalam kurikulum. Perlu dipetakan apa persyaratan untuk menjadikan kurikulum institusi pesantren sebagaimana visi dan misinya," katanya.


Ketiga, desain yaitu membuat perencanaan, strategi dan keputusan yang relevan dengan visi, misi, program dan aktivitas yang relevan dengan kepentingan pengembangan kurikulum pesantren.


"Setiap pesantren memiliki kekhasannya yang dapat membedakan satu pesantren atas lainnya. Misalnya menguasai agama berbasis kitab kuning, atau menguasai ilmu Al-Qur’an berbasis tahfiz," lanjutnya.


"Di dalam kurikulum masing-masing dapat diintegrasikan dengan ekoteologi. Selain itu juga ada road map untuk merumuskan kurikulum masing-masing pesantren dengan ekoteologi yang terintegrasi," tambahnya.


Keempat, define atau menentukan apa program dan aktivitasnya beserta ukuran-ukuran untuk menentukan keberhasilannya. Di dalam define, diperlukan bahwa semua komponen di dalam pendidikan dapat secara bersama-sama menentukan apa yang akan dilakukan, bagaimana prosesnya dan apa produknya.


"Semua komponen pendidikan, yayasan, kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, komite pendidikan dan stakeholder memahami dan mendukung atas upaya untuk menentukan program pengembangan Kurikulum berbasis ekoteologis. Produk dari pemahaman tersebut adalah terwujudnya kurukulum pesantren berbasis ekoteologis," katanya.


Kelima, destiny atau memastikan program pembelajaran berjalan, yaitu upaya untuk memastikan dan menegaskan bahwa visi yang diturunkan menjadi misi, dan diturunkan dalam kurikulum dapat dilaksanakan.


"Evaluasi sangat diperlukan untuk mengetahui, menganalisis dan memahami tentang faktor keberhasilan atau hambatan keberhasilan dalam mengimplementasikan integrasi kurikulum ekoteologi," pungkasnya.


Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menyampaikan bahwa pesantren harus melakukan transformasi untuk pengembangan ke depan. Hal itu perlu dikalkulasikan dengan baik, yang harus dipertahankan, apa yang harus diubah, dan produk keluaran yang bagaimana yang nantinya kita harapkan dari pesantren-pesantren yang ada.


Gus Yahya menegaskan bahwa transformasi itu bukan saja mencakup akademik, tapi juga infrastrukur. Sebab, mentalitas anak-anak usia remaja yang tinggal bersama dalam satu komplek bertahun-tahun itu sangat dipengaruhi atmosfer di dalamnya.


Menurutnya, infrastruktur terstandardisasi dapat membentuk mentalitas santri yang mampu berkonstruksi sesuai dengan apa yang diharapkan. Karenanya, Gus Yahya melihat bahwa kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan pemetaan strukturnya.


"Artinya ya seperti kita punya struktur pendidikan secara umum. Ada pendidikan dasar dan menengah, ada pendidikan tinggi," katanya.


"Saya kira wawasan tentang kurikulum pesantren ketika berpikir tentang pengembangannya ini juga harus dikungkung dengan pikiran yang sama," pungkasnya.


Kegiatan ini juga dihadiri Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Pratikno, mudir Ma'had Aly takhassus fiqih dan ushul fiqih se-Indonesia, dan para akademisi dan aktivis pesantren.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang