Nasional

Potret Kerukunan Pesantren Fattahul Muhibbin dan Gereja Pepanthan Babatan di Jombang

Rabu, 13 November 2024 | 13:00 WIB

Potret Kerukunan Pesantren Fattahul Muhibbin dan Gereja Pepanthan Babatan di Jombang

Gereja Kristen Jawi Wetan Jemaat Mojoagung Pepanthan Babatan yang berdampingan dengan Pesantren Fattahul Muhibbin. (Foto: dok. istimewa/Syarif)

Suara santri belajar dan membaca Al-Qur'an menyambut kedatangan jurnalis NU Online di Pesantren Fattahul Muhibbin di Dusun Babatan, Desa Sumberjo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Selasa (12/11/2024). Di ruang tamu, telah duduk Ustadz Ahmad Basuki, pimpinan Pesantren Fattahul Muhibbin beserta beberapa pengurus pesantren. Di depan pondok, tampak para santri hilir mudik. 


Pesantren Fattahul Muhibbin berada di Jombang selatan dengan jarak kurang lebih 29-30 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Jombang. Untuk menuju ke Fattahul Muhibbin harus melewati perbukitan dan area perkebunan. 


Uniknya, di samping Pesantren Fattahul Muhibbin berdiri kokoh Gereja Kristen Jawi Wetan Jemaat Mojoagung Pepanthan Babatan. Bahkan tembok pesantren dan gereja saling menempel. Gereja tersebut berdiri sekitar tahun 1980.


"Sebelum mendirikan mushola di sini, saya terlebih dahulu izin kepada penatua gereja dan meminta tanda tangan persetujuan pendirian mushola. Sebanyak 7 orang penatua gereja menandatangani persetujuan," kata Ustadz Ahmad Basuki.


Ustadz Basuki menceritakan, awal memulai mendirikan pesantren karena ada dorongan dari sang guru yaitu KH M. Djamaluddin Ahmad. Namun, karena baru boyong dari pesantren, Ustadz Basuki meminta izin ke mertua untuk menggunakan tanah di belakang rumah sebagai lokasi pendirian mushola. Di mana mushola tersebut digunakan untuk shalat dan belajar baca tulis Al-Qur'an. 


"Awalnya mendirikan musola tahun 2010 dengan dinding bambu, ukuran 4x4 meter, tahun ketiga dapat bantuan dari Kapolres Jombang AKBP Tomsi Tohir, lalu diberikan nama At-Thohir," ungkapnya.


Kini, kata Ustadz Basuki, ada sekitar 250 santri yang belajar di pesantren yang ia pimpin. Dari tingkat awal, hingga santri yang menghafalkan Al-Qur'an. Dalam proses pendaftaran, Pesantren Fattahul Muhibbin tidak pilih-pilih dan menolak santri. 


"Sekarang sudah ada Taman Pendidikan Al-Qur'an, Madrasah Diniyah, dan program sudah tertata rapi," ungkap Ustadz Basuki. 


Dalam proses mendidik santri, amalan yang tidak pernah ditinggalkan oleh Ustadz Basuki yaitu membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Amalan tersebut hingga saat ini menjadi rutinitas harian dan mingguan. Bahkan di luar pondok pesantren ada juga majelis salawat yang diasuh Ustadz Basuki.


Amalan shalawat tersebut merupakan amanat dari Pengasuh Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Bahrul Ulum Tambakberas KH M. Djamaluddin Ahmad. 


"Sering shalawatan, diwasiatkan oleh KH M. Djamaluddin untuk istiqomah shalawatan. Karena di pondok juga sudah istiqomah shalawatan. Umumnya setelah salawatan ada ngaji kitab seperti wasiatul mustofa, arbain nawawi, dan lain sebagainya," jelasnya. 


Biasa dalam perbedaan

Pesantren Fattahul Muhibbin yang berdampingan dengan gereja melambangkan kehidupan masyarakat Desa Sumberjo yang rukun dan penuh kedamaian. Masyarakat terbiasa sejak kecil hidup dalam perbedaan keyakinan dan saling menghargai. 


"Secara sosial berjalan dengan baik, terkadang waktu pengajian, selain Islam juga ikut hadir dengan memakai sarung," cerita Ustadz Basuki. 


Kerukunan masyarakat di Sumberjo bukan hanya tulisan di kertas, tapi juga terwujud dalam aktivitas sehari-hari dan karakter yang melekat. Pesantren Fattahul Muhibbin menyediakan fasilitas berobat gratis bagi semua agama.


"Dulu saat membangun mushola di awal-awal, umat selain IsIam ikut nyumbang kayu. Sekitar pesantren ada 35 KK umat Kristen. Umat Muslim sekitar 300 KK, semua hidup berdampingan," bebernya. 

 
Pesantren Fattahul Muhibbin di Dusun Babatan, Desa Sumberjo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang. (Foto: dok. istimewa/Sayrif)
 

Pengalaman paling unik Ustadz Basuki yaitu sering diundang dalam kegiatan umat agama lain. Bahkan, acapkali ia diminta memberikan sambutan sebagai perwakilan dari agama Islam. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat juga seringkali ngobrol bersama tentang berbagai topik, gotong-royong, dan bersama-sama menolong ketika ada tetangga mendapatkan musibah. 


"Sering diundang dalam acara, terkadang diminta sambutan sebagai tokoh agama Islam," imbuhnya. 


Tidak hanya itu, ketika jemaat gereja memiliki kegiatan, tak jarang mereka menitipkan sepeda motornya di halaman pesantren. Karena jadi lahan parkir kegiatan gereja. Para santri pun paham jadwal kegiatan gereja, sehingga berusaha menjaga agar umat lain tidak terganggu. 


"Ketika gereja ada acara, umumnya jama'ah gereja parkir di area pesantren. Bahkan santri sudah paham ibadah di gereja setiap hari ahad, selasa, rabu," ceritanya. 


Persatuan dalam keberagaman

Aktivis Gusdurian Jombang, Aan Anshori menuturkan tingkat kerukunan umat beragama dan etnis di Jombang terbilang bagus, terutama muslim dan selain muslim. Ada sekitar 110 gereja Katolik dan Protestan di Jombang, semua bisa melaksanakan ibadah secara baik.


Data Pusat Statistik Kabupaten Jombang, di Kecamatan Bareng jumlah penduduk sekitar 98.364 orang, 94.938 merupakan Muslim, 3.341 memeluk Kristen Protestan, Katolik sebanyak 67 orang, Hindu sebanyak 7 orang, Budha sebanyak 8 orang, Konghucu berjumlah satu orang dan aliran kepercayaan dua orang. 


"Tentu ada beberapa kejadian yang mewarnai kerukunan umat beragama di Jombang seperti penolakan HKBP di Jombang ditolak, tapi dengan semangat persatuan, masalah tersebut bisa selesai dengan mudah,"ungkapnya


Menurut Aan, tokoh Jombang Gus Dur telah mewariskan fondasi kebinekaan yang kokoh. Warisan ini, dijaga Bu Sinta dan harus dipelihara setiap orang, khususnya orang Jombang.


Gus Durian Jombang juga pernah memfasilitasi Pesantren Mamba’ul Hikam Jombang untuk melakukan gerakan peduli lingkungan di gereja yang ada di Kabupaten Jombang yang dipimpin Ning Ika, mereka fokus di lingkungan. Gusdurian Jombang juga aktif menggerakkan para tokoh dan masyarakat untuk hidup bersama dalam kerukunan. 


Ia berharap, kehidupan masyarakat di Jombang bisa menginspirasi berbagai kehidupan masyarakat di berbagai daerah dalam membangun kerukunan umat beragama. Terutama terkait kekompakan pembesar agama dalam membimbing masyarakat.


“Jombang menjadi percontohan toleransi. Pemimpin dan tokoh masyarakat harus mencontohkan perilaku hidup toleransi, lewat kegiatan bersama dan sikap sehari-hari. Ini yang dicontohkan Gus Dur,” tutup Aan.


*) Liputan ini terbit atas kerja sama NU Online dengan LTN PBNU dan Direktorat Pendidikan Tinggi Agama Islam (PTKI) Kementerian Agama RI