Pro-kontra soal childfree mencuat hangat dipublik ketika seorang pemengaruh mengungkapkan jika ia dan pasangan memilih untuk childfree. (Foto Ilustrasi: NU Online/ Freepik)
Syifa Arrahmah
Penulis
Jakarta, NU Online
Pro-kontra soal childfree mencuat hangat di publik ketika seorang pemengaruh mengungkapkan jika ia dan pasangan memilih untuk childfree, hal ini sontak saja membuat publik gempar bahkan mencibir.
Tapi, apakah pro kontra childfree sama dengan awal mula munculnya KB?
Salah seorang responden NU Online, Slamet Tohari menilai persoalan childfree hanya masalah waktu, seperti halnya tujuan program Keluarga Berencana (KB) yang diyakini sebagai solusi guna mencegah ancaman terjadinya baby boom atau ledakan populasi pertumbuhan bayi.
“Ini hanya soal waktu. Dulu pertama kali program KB dikenalkan masyarakat juga tidak langsung menerima,” kata akademisi sosial itu, kepada NU Online, Senin (27/2/2023).
Menurutnya, keputusan childfree dalam konteks kependudukan sangatlah kontekstual atau relatif terhadap apa dan di mana ia bernaung.
“Childfree itu kontekstual. Kalau diterapkan di negara yang angka kelahirannya rendah, misalnya Jepang, jelas tidak cocok,” ungkap dia.
Saat akan memutuskan childfree, sambung dia, maka akan memerlukan banyak pertimbangan, pertimbangan personal bahkan ekologi atau spiritualitas. Pertimbangan ekologi jadi salah satu faktor yang membuat sebagian orang berani mengambil keputusan untuk tak memiliki keturunan.
Baca Juga
Tren Childfree dalam Pandangan Islam
“Apakah pertumbuhan penduduk di negara ini telah atau sedang diambang krisis atau membahayakan bagi ekosistem atau tidak?. Jika iya maka 20 persen dari total penduduk Indonesia harus berani mengambil keputusan untuk memilih childfree, untuk keberlangsungan makhluk hidup yang lain,” ucapnya.
Sebab, terang dia, mereka yang lahir hari ini, akan merasakan pemanasan global yang semakin nyata, harus menghadapi berbagai ancaman kesehatan sebagai dampak dari perubahan iklim.
“Kalau sudah begini, bagi saya childfree itu sunnah dan malah fardu kifayah, bagi sebagian orang,” tandas pria yang sangat perhatian terhadap isu lingkungan itu.
Hal itu tak jauh beda dengan program KB yang digadang-gadang sebagai solusi permasalahan umat terutama di Indonesia. Ledakan penduduk yang begitu dahsyat akan mengundang kesengsaraan bagi umat Indonesia apalagi dengan tidak diimbangi kebutuhan sandang, pangan, dan papan yang baik.
Dalam konteks ini, baik childfree maupun KB sama-sama bertujuan untuk mencegah ledakan angka kelahiran yang berakibat pada kerusakan lingkungan dan perubahan iklim masa depan.
“Intinya untuk menurunkan populasi penduduk bisa dilakukan dengan banyak cara,” imbuhnya.
Data penduduk di Indonesia 2023
Laporan Worldometers mencatat, jumlah penduduk di Asia Tenggara mencapai 668,61 juta jiwa hingga 31 Januari 2023. Angka tersebut setara 8,34 persen dari total penduduk dunia saat ini yang mencapai 8,01 juta jiwa.
Tercatat, Indonesia mendominasi jumlah penduduk di wilayah ini yaitu sebanyak 273,52 juta jiwa. Ini artinya, sebanyak 40,9 persen penduduk di Asia Tenggara berasal dari Indonesia.
Filipina menempati peringkat kedua di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai 109,58 juta jiwa. Kemudian, Vietnam dan Thailand memiliki jumlah penduduk masing-masing sebanyak 97,33 juta jiwa dan 69,79 juta jiwa.
Di sisi lain, negara dengan jumlah penduduk paling sedikit di Asia Tenggara adalah Brunei Darussalam. Jumlahnya hanya 437,47 ribu jiwa.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua