Jakarta, NU Online
Para ulama Nusantara menyampaikan dakwah melalui seni. Hal ini dilakukan sebagai bentuk jembatan kebudayaan yang mengantarkan jurang perbedaan Arab dan Nusantara.
"Ada bridging culture (menjembatani kebudayaan). Dakwah Islam melalui seni," kata Ngatawi Al-Zastrouw, budayawan, saat mengisi Picknikustik di Komunitas Musisi Mengaji (Komuji) di Medco, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Rabu (27/11).
Hal itu, menurutnya, fungsi seni sebagai media dakwah. Ajaran-ajaran Islam ditransformasikan oleh para ulama ke dalam bentuk kesenian.
Zastrouw menjelaskan bahwa memang seni, termasuk musik di dalamnya, masih menjadi perdebatan atas halal haramnya. Bahkan ia menyebut 90 persen ulama fikih mengharamkan musik.
Tentu keharaman tersebut bukan tanpa alasan. Musik dianggap sebagai suatu alat yang dapat membuat manusia melupakan Tuhannya dan menjadi alat yang memancing kemaksiatan. Artinya, keharaman itu bukan karena musiknya sendiri, melainkan karena hal lain, haram lighairihi.
"Haramnya musik bisa melupakan Tuhan dan memancing kemaksiatan. Dari situ ulama fikih mengharamkan musik," ujar pengajar di Fakultas Islam Nusantara, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta itu.
Akan tetapi, Zastrouw menjelaskan bahwa dalam fiqih itu dikenal juga mafhum mukhalafahnya, pemahaman kebalikannya. Artinya, jika musik tersebut tidak membuat manusia lupa akan Tuhannya dan tidak pula membuatnya bermaksiat tentu boleh-boleh saja. "Itu yang dilakukan oleh para wali, ulama," ujarnya.
Tak ayal, ia menyebut 90 persen ulama tasawuf membolehkan musik. Pasalnya, kesenian tersebut justru menjadi media untuk mendekatkan diri kepada Ilahi.
Ia mencontohkan lagu Lir-ilir yang sarat akan kandungan Al-Qur'an dan Hadis. Awal lagu tersebut mengajak Muslim untuk bangkit dan ikhlas yang digambarkan dengan pengantin baru.
Lagu tersebut juga, jelasnya, mengandung ajakan untuk melaksanakan rukun Islam dengan diksi belimbing. Meskipun licin, tetap harus dilaksanakan.
Kegiatan ini juga menghadirkan narasumber lainnya, yakni Ustaz Ahmad Sarwat. Picknikustik juga dimeriahkan oleh Sajjad Ali dan Ali Mustofa.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan