Sidoarjo, NU Online
Serumen prop atau sumbatan serumen adalah kondisi tersumbatnya telinga oleh kotoran telinga (serumen) yang telah menggumpal keras dan membatu. Serumen prop merupakan gangguan yang paling sering ditemukan di antara sekian banyak gangguan pada telinga. Tak hanya orang dewasa, anak-anak pun bisa mengalami kasus ini.
“Perlu diketahui bahwa setiap hari telinga kita memproduksi kotoran yang disebut serumen,” kata dokter Ahmad Nur Hidayat kepada NU Online, Kamis (9/1).
Serumen atau kotoran telinga berbentuk seperti cairan lilin yang lengket dan berwarna kuning yang merupakan hasil sekresi dari kelenjar seruminosa di liang telinga.
Dalam penjelasannya, serumen berfungsi untuk melapisi kulit liang telinga dan melindungi telinga dari kerusakan dan infeksi.
“Pada kondisi tertentu, serumen dapat menggumpal dan mengeras membatu membentuk sumbatan serumen atau serumen prop,” kata dokter di Rumah Sakit Islam (RSI) Siti Hajar Sidoarjo, Jawa Timur ini.
Penyebab serumen prop ternyata adalah karena telinga terlalu sering dibersihkan dengan cara dikorek-korek cukup dalam. Kebiasaan terlalu sering membersihkan telinga dengan cara seperti itu ternyata tidak tepat. Telinga yang terlalu sering dibersihkan dengan cara dikorek-korek cukup dalam dapat membuat kotoran telinga atau serumen semakin terdorong ke dalam.
Kotoran telinga atau serumen yang semakin masuk ke dalam tersebut akan menumpuk di dalam liang telinga, menggumpal, dan akhirnya mengeras.
“Gumpalan kotoran telinga yang mengeras itu terjadi secara perlahan-lahan dan dalam waktu yang cukup lama, sehingga sering kali kita tidak menyadarinya. Gumpalan kotoran telinga baru diketahui setelah menimbulkan dampak yang mengganggu berupa gangguan atau keluhan pada indera pendengaran kita,” jelasnya.
Menurut dokter Ahmad Nur Hidayat, kebiasaan terlalu sering membersihkan telinga ternyata cukup berisiko. Oleh karena itu, hal tersebut harus dihindari.
“Sebaiknya, bersihkan telinga sekali-sekali saja. Tak perlu terlalu sering dibersihkan, apalagi sampai dikorek-korek terlalu dalam,” sarannya.
Menurutnya, sebenarnya telinga memiliki mekanisme sendiri dalam membersihkan dan mengeluarkan kotoran di dalamnya. Tanpa dikorek-korek dan dibersihkan dengan alat pembersih telinga pun dengan cutton buds, misalnya, kotoran telinga dapat keluar dengan sendirinya.
Bila kotoran telinga tidak ada atau bersih sama sekali, maka binatang akan mudah masuk dan merusak gendang telinga. Rusaknya gendang telinga akan menimbulkan dampak yang cukup fatal, yaitu bisa menimbulkan ketulian.
Itulah sebabnya mengapa sebaiknya tidak perlu terlalu sering membersihkan kotoran telinga, apalagi sampai mengorek-ngoreknya terlalu dalam.
“Bagaimanapun, serumen tetap diperlukan untuk melindungi telinga dan indera pendengaran kita,” ungkap dia.
Dampak dari serumen prop adalah dapat menyebabkan telinga jadi sering berdengung. Telinga yang sering berdengung selain menimbulkan rasa yang tidak nyaman, juga bisa menurunkan daya pendengaran dan konsentrasi. Gumpalan serumen prop akan menghalangi udara masuk ke dalam telinga sehingga membuat pendengaran menurun.
Lebih lanjut, dokter Ahmad Nur Hidayat menyatakan, gumpalan serumen prop harus dikeluarkan melalui beberapa tahapan, di antaranya dengan pemberian obat tetes pelunak selama 5 hari berturut-turut. Pemberian obat tetes pelunak tersebut bisa dilakukan sendiri di rumah, namun tetap harus atas sepengetahuan dokter.
Hal penting lainnya yang juga perlu diperhatikan adalah jangan menggunakan air untuk melunakkan gumpalan serumen prop.
“Gumpalan serumen prop sulit diencerkan hanya dengan air. Selain itu, air yang sudah masuk kemungkinan akan terperangkap di dalam telinga dan sulit keluar,” ulas dia. Dampaknya, pendengaran jadi semakin tidak nyaman dan tambah sering berdengung, lanjutnya.
Setelah kotoran telinga melunak, dilakukan pengeluaran dengan penyedotan atau pengeluaran dapat juga dilakukan dengan cara disemprot dengan air.
“Teknik penyemprotan dengan air hanya dapat dilakukan pada mereka yang tidak memiliki riwayat gendang telinga pecah,” pungkasnya.
Kontributor: Moh Kholidun
Editor: Ibnu Nawawi