Tegaskan Sanksi, KPI Minta Trans7 Sampaikan Permohonan Maaf Terbuka
NU Online · Kamis, 16 Oktober 2025 | 21:30 WIB
M Fathur Rohman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Dalam rapat DPR bersama Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Kementerian Komunikasi dan Digital, Trans7, serta Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal).
Ketua KPI Pusat Ubaidillah menyampaikan langkah-langkah perbaikan serta sanksi terhadap tayangan kontroversial Trans7 yang dianggap melecehkan kiai dan pesantren.
Ubaidillah mengatakan bahwa KPI sudah mengenakan sanksi administratif penghentian sementara terhadap program bermasalah selama rapat berjalan.
Ia juga menegaskan permintaan agar Trans7 menyampaikan permohonan maaf terbuka kepada publik dan masyarakat pesantren sebagai langkah moral memulihkan kepercayaan yang terganggu.
“Kami dari KPI meminta Trans7 untuk meminta maaf kepada publik dan pesantren. Ini bagian dari upaya mengobati luka yang meluas,” ujar Ubaidillah di ruang rapat DPR, Kamis (16/10/2025).
Dalam presentasinya kepada anggota DPR, Ubaidillah memaparkan dasar hukum operasional KPI, yakni Undang-Undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 dan regulasi Standar Program Siaran (SPS). Menurutnya, KPI memiliki kewenangan untuk mengawasi konten televisi dan radio terestrial, bukan platform digital.
“Pengawasan kami dijalankan sepanjang hari dengan tim pemantau. Setiap temuan visual, teks, dan narasi dianalisa dan dikategorikan sebagai pelanggaran sesuai regulasi,” jelasnya.
Ubaidillah menegaskan bahwa kasus ini bermula dari tayangan Xpose Uncensored di Trans7 pada 13 Oktober sekitar pukul 17.00 WIB. Dalam tayangan tersebut, muncul narasi dan visual yang dianggap mendistorsi citra pesantren serta menggambarkan kehidupan santri dengan stereotip negatif.
KPI mencatat sekitar 22 aduan masyarakat terkait tayangan tersebut. Di tengah rapat, Ubaidillah menyebutkan bahwa demonstrasi juga berlangsung di depan kantor KPI sebagai bentuk protes publik.
“Kami menerima aduan bahwa tayangan tersebut berpotensi fitnah, tidak proporsional, merugikan kehormatan ulama, hingga memuat ujaran kebencian. Karena itu kami tetapkan penghentian sementara,” ujarnya.
Meski demikian, Ubaidillah menyebut bahwa KPI tidak memiliki kewenangan untuk mencabut izin siaran atau menjatuhkan denda berat secara langsung. Ia menyatakan bahwa usulan pencabutan izin berada di luar koridor kewenangan yang diatur saat ini.
“Tindakan seperti pencabutan izin berada di luar wewenang KPI menurut regulasi saat ini. Namun, kami akan berkoordinasi dengan kementerian terkait supaya perpanjangan izin siaran Trans7 dapat dievaluasi,” terang Ubaidillah.
Ia menambahkan bahwa izin penyiaran televisi umumnya diberikan selama 10 tahun, dan proses evaluasi izin ini bisa menjadi instrumen pengawasan publik. Ubaidillah mengajak DPR dan lembaga terkait untuk menjadikan rapat ini sebagai momentum penguatan akuntabilitas sektoral.
“KPI didirikan atas nama kepentingan publik. Tugas kami menjaga keseimbangan informasi dan estetika penyiaran. Kami berharap rapat hari ini membuka jalan koordinasi lintas lembaga guna memperbaiki ekosistem media,” tutupnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU Hadir Silaturahim di Tebuireng
5
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
6
KH Said Aqil Siroj Usul PBNU Kembalikan Konsesi Tambang kepada Pemerintah
Terkini
Lihat Semua