Nasional

Terima Kunjungan Ulama Krimea, Wasekjen PBNU Jelaskan Hubungan Sanad dengan Nusantara

Selasa, 17 Desember 2024 | 20:00 WIB

Terima Kunjungan Ulama Krimea, Wasekjen PBNU Jelaskan Hubungan Sanad dengan Nusantara

Pertemuan ulama Krimea dan Ukraina dengan pengurus PBNU di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Senin (16/12/2024). (Foto: TVNU/Miftah)

Jakarta, NU Online

 

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla (Ketua PBNU) didampingi Wakil Sekretaris Jenderal PBNU H Ahmad Ginanjar Sya'ban menerima kunjungan delegasi pimpinan umat Muslim Ukraina ke PBNU pada Senin (16/12/2024).

 

Delegasi tersebut terdiri dari Grand Mufti Muslim Ukraina Syaikh Aider Rustemov dan pimpinan Majlis Muslim Tatar Crimea Ukraina Refat Chubarov. Keduanya didampingi oleh Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin, serta Sekretaris II Kedubes Ukraina di Jakarta Yuliia Mykulych.

 

Dalam pertemuan tersebut, Ginanjar menyampaikan tentang keterhubungan sanad ulama Nusantara dengan salah seorang ulama Krimea dalam tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah.

 

"Antara Nusantara dan Crimea terhubung oleh jaringan keilmuan dan keulamaan yang penting, yang terjalin utamanya pada abad ke-19 M," ujarnya.

 

Dalam silsilah Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah yang banyak tersebar di seantero wilayah Nusantara, jelasnya, hampir mayoritas menyebut sebuah sosok bernama Syekh Sulaiman al-Qarimi sebagai salah satu transmitter atau mata rantai sanad-silsilah yang utama.

 

Syaikh Sulaiman al-Qarimi adalah seorang ulama sufi besar asal Crimea yang menetap dan wafat di Makkah. Ginanjar menyebut sosoknya tercatat sebagai mursyid besar Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah yang berkedudukan di Jabal Abu Qubays (Makkah), serta memiliki sejumlah sahabat dan murid asal Nusantara yang pernah menimba pengetahuan di Kota Suci Makkah pada pertengahan abad ke-19 M.

 

"Di antara sahabatnya asal Nusantara adalah Syekh Ismail Minangkabau (w 1858 M) dan Syekh Hasan Cianjur, Hoofdpenghoeloe Cianjur sepanjang tahun 1930-1934 M dan wafat di Singapura pada tahun 1859 M. 

 

Martin van Bruinessen dalam bukunya berjudul “Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia” (1994: 170, 175), jelas Ginanjar, menyebutkan dua orang Nusantara yang menjadi murid langsung dari Sulaiman al-Qarimi. Keduanya adalah Kiai Ubaidah Sidoresmo dan Kiai Abdurrahman dari Surabaya.

 

"Keduanya pulalah yang kemudian mengenalkan Kiai Ilyas dari Sokaraja (Banyumas, w 1916), salah satu mursyid terkemuka Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah di Jawa di peralihan abad ke-19 dan 20 M, ke dalam lingkaran tradisi tarekat tersebut," jelasnya.

 

Baik Syekh Sulaiman Crimea, Syekh Ismail Minangkabau, dan Syekh Hasan Cianjur, mereka semua adalah murid dari Syaikh Abdullah al-Arzinjani (w 1825), seorang ulama asal Erzincan (Turki) yang berkarir di Makkah dan tercatat sebagai guru besar dan mursyid utama Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah pada zamannya.

 

"Al-Arzinjani sendiri merupakan murid kinasih dan suksesor utama dari Maulana Khalid al-Naqsyabandi (Khâlid al-Baghdâdî al-Naqsyabandî, 1776–1827 M), pengagas Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah yang wafat dan dimakamkan di Damascus (Suriah)," jelasnya.

 

Turunan Sanad Krimea ke Nusantara 

 

Ginanjar menjelaskan bahwa Syekh Sulaiman al-Qarimi mewariskan silsilah keguruannya sekaligus menurunkan kemursyidan Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah dan zawiyah di Jabal Abu Qubays kepada salah seorang muridnya yang berada di Makkah, yang juga bernama Sulaiman (Sulaimân Zuhdî Afandî, w 1891 M).

 

"Sang murid dari Sulaiman al-Qarimi inilah, yaitu Sulaiman Zuhdi, yang kemudian banyak memiliki sejumlah murid penting asal Nusantara," kata Pengajar Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia itu.

 

Di antara sejumlah murid tersebut adalah Syekh Abdul Wahhab Rokan (Riau, w. 1926), Syekh Abu Bakar Tuban (wafat sekitar akhir abad ke-19 M), KH Abdullah Kepatihan (Tegal), KH Muhammad Ilyas Sokaraja (Banyumas, w. 1916), KH Muhammad Hadi Girikusumo (Demak, w. 1931), dan Syekh Muhammad Isa al-Khalidi Cianjur (Singapura, w. 1919).

 

Di Jawa, lanjutnya, salah satu tokoh terpenting dalam sejarah perkembangan Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah adalah KH Muhammad Hadi Girikusumo. Ia mewariskan silsilah tarekat ini kepada putra sekaligus muridnya, yaitu KH Manshur Popongan Klaten (w. 1955).

 

Dari KH Manshur Popongan, tarekat ini kemudian menurun dan menyebar melalui sejumlah muridnya yang menjadi para ulama besar Jawa, di antaranya adalah KH Nahrawi Plosokuning (Yogyakarta, w. 1975), KH Hamam Nashir Grabag (Magelang, w. 1966), KH Abdullah Chafidz Rembang (w. 1980), hingga KH Arwani Amin Kudus (w. 1994).

 

Dalam Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah, KH Arwani Amin menurunkan sejumlah murid yang kemudian menjadi “badal”-nya. Di antara mereka adalah KH Abdullah Salam Kajen (Pati), KH Abdul Kholiq Mojolawaran (Pati), KH Abdul Halim Gapus (Pati), KH Qusyairi Tayu (Pati), KH Ghozali Srikaton (Pati), KH Harun Syakur Bangsri (Jepara), KH Nursyid Bandungharjo (Jepara), KH Muhsin Jepara, KH Washil Muteh (Demak), KH. Burhanuddin Bakong (Demak), KH Masruri Serong (Purwodadi), KH Abdul Karim Bandungsari (Purwodadi), KH Hasan Askari Mangli (Magelang), KH. Muntaha Bumen (Salatiga), KH Rifa'i Sumpyuh (Kroya), KH Ma'shum Ponorogo, dan KH Hambali Kudus.

 

Bahkan, KH Ulil Abshar Abdalla menceritakan, bahwa abahnya, yakni KH Abdullah Rifa’i Cebolek, juga menerima silsilah Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah dari KH Abdullah Salam Kajen. "Artinya, KH Abdullah Rifa’i adalah salah satu cicit murid dari Syaikh Sulaiman Crimea," katanya.

 

Cicit murid dari Syekh Sulaiman Crimea lainnya di Nusantara adalah Kiai Yahya dari Baran (Mojo, Kediri), dan Kiai Abdul Ghofur Mantenan (Blitar, w. 1952). Keduanya mendapatkan silsilah Tarekat Naqsyabandiah Khalidiah dari jalur Syaikh Ali Ridho al-Makkî, murid dari Syaikh Sulaiman Zuhdi yang mewarisi zawiyah di Jabal Abu Qubays.

 

"Kiai Abdul Ghofur Mantenan sendiri adalah ayah dari Kiai Zubaidi Mantenan, sekaligus buyut dari Agus H Muhammad Iqdam Mantenan Blitar (Gus Iqdam)," jelas peneliti manuskrip dan silsilah ulama Nusantara itu.

 

Syekh Aider Rustemov tampak antusias dan serius sekali ketika menyimak uraian mengenai sejarah dan jaringan intelektual ulama Nusantara dan Crimea.

 

Dalam pertemuan tersebut, Syekh Aider Rustemov juga menghadiahkan untuk PBNU buku bilingual (Russia-Ukraina dan Turki-Tatar Crime), berjudul “Исламское наследие Крымского ханства / Qirim Hanliginin Islamiy Asabaligi (Warisan Peradaban [Turats] Islam dari Kekhanan Krimea)” karya seorang sejarawan Muslim Ukraina, Mykhaylo Yakubovych (Kiev: Dumark, 2018).

 

Sementara itu, KH Ulil Abshar Abdalla dari PBNU menghadiahkan kitab berbahasa Arab berjudul “Tsaqûf al-Akhyâr al-Nahdliyyah fî Mu’allafât al-‘Ulamâ al-Indûnîsiyyah” yang menghimpun 12 karya ulama Nusantara berbahasa Arab sepanjang 5 abad, suntingan A Ginanjar Sya’ban (Jakarta: LTN PBNU, 2022). 

 

Sebagaimana diketahui, ejak tahun 2014, wilayah Crimea menjadi bagian dari Federasi Russia. Wilayah tersebut berpenduduk mayoritas Muslim dengan latar belakang etnis Tatar Crimea. Namun, dua tokoh di atas berpihak kepada pemerintahan Ukraina dan kini menetap di Kiev.

 

Dalam beberapa tahun terakhir ini, antara Ukraina dan Russia sedang terlibat konflik. PBNU sendiri menegaskan sikapnya yang netral dan tidak ikut campur atas konflik tersebut. Meski demikian, PBNU mendorong agar konflik segera selesai, serta perdamaian di kawasan tersebut segera terwujud.