Tanwirul Qulub, Kitab Panduan bagi Murid Tarekat Naqsyabandiyah
Senin, 14 Oktober 2024 | 15:00 WIB
Zainuddin Lubis
Penulis
"Aku yang fakir dan hina di hadapan Tuhanku Yang Mahakuasa, Muhammad Amin Al-Kurdi Al-Irbili, merasa terhormat telah mengambil baiat dan menerima ijazah dengan tawajuh, kemudian memberikan bimbingan dan mengajarkan zikir (talqin) setelah menempuh jalan selama bertahun-tahun suluk dalam tarekat Naqsyabandiyah,"
Kalimat persaksian itu merupakan perkataan yang diungkapkan oleh Muhammad Al-Kurdi, dalam kitab Tanwirul Qulub (Beirut, Darul Kutub Ilmiyah, t.t/559). Dalam kalimat itu, Ia menjelaskan bahwa dirinya telah masuk dalam tarekat Naqsyabandiyah.
Bagi Al-Kurdi, tarekat Naqsyabandiyah bukan hanya sekadar jalan, tetapi sebuah warisan mulia dari para sahabat Rasulullah yang terjaga kemurniannya. Tarekat Naqsyabandiyah, tak tergerus oleh zaman, tiada yang terhapus atau ditambah. Setiap langkah adalah ibadah yang menyatu dengan lahir dan batin, memancarkan harmoni yang tiada pernah putus. Jalan ini membawa para pencarinya pada kesucian jiwa, melingkupi setiap gerak yang dilakukan dengan keikhlasan.
Tarekat ini tidak mengenal batasan usia, tidak membedakan mereka yang masih hidup atau yang telah kembali pada-Nya. Naqsyabandiyah adalah lautan rahmat yang menyelimuti setiap jiwa yang merindukan ketenangan, sebuah jalan yang terbuka bagi siapa saja, baik tua maupun muda. Di setiap hati yang mendambakan kedamaian, ada cahaya yang terbit dari thariqah ini, menuntun pada kebahagiaan sejati.
Sejatinya, kata Amin Al-Kurdi, Tarekat Naqsyabandiyah sangat cocok bagi para salik atau murid yang ingin mencapai marifatullah dan meraih derajat tauhid, meskipun mereka mungkin memiliki keterbatasan dalam penerimaan atau kesiapan. Metode tarekat ini menawarkan cara yang paling mudah untuk mencapai tujuan spiritual tersebut. Bahkan jika murid tidak sepenuhnya siap untuk mencapai derajat yang tinggi, guru dalam tarekat ini akan membantu menyesuaikan proses pembelajaran dengan menambahkan rasa cinta (mahabbah) yang mendalam kepada muridnya.
أن الطريقة النقشبندية أقرب الطرق وأسهلها على المريد للوصول إلى درجات التوحيد وإن كان ناقص القابلية غير تام الاستعداد لهذه الدرجة العلية ، فإن شيخه يتصرف فيه بمزيد محبته له
Artinya: "Sesungguhnya tarekat Naqsyabandiyah adalah tarekat yang paling dekat dan paling mudah bagi seorang murid untuk mencapai derajat tauhid, meskipun ia memiliki kesiapan yang kurang sempurna untuk mencapai derajat yang tinggi ini. Maka syekhnya akan membimbingnya dengan kasih sayang yang lebih besar kepadanya." (hal. 561)
Panduan Murid Tarekat Naqsyabandiyah
Kitab Tanwirul Qulub merupakan karya besar yang ditulis oleh Syekh Amin Al-Kurdi. Nama lengkapnya adalah Muhammad Amin bin Fathullah Zadah al-Kurdi al-Irbili. Karya ini dianggap sebagai salah satu kontribusi penting dalam literatur keislaman.
Syekh Muhammad Amin al-Kurdi adalah seorang sufi terkemuka yang hidup pada abad ke-13 Hijriah. Beliau dikenal sebagai seorang penganut dan juga mursyid tarekat Naqsyabandiyah, yang merupakan salah satu tarekat sufi terkenal di dunia Islam.
Tarekat ini merupakan salah satu aliran tasawuf yang memiliki pengikut yang cukup banyak di seluruh dunia, terutama di kalangan umat Islam di Asia Tengah dan Timur Tengah. Dalam kitab ini, Al-Kurdi tidak hanya menjelaskan aspek-aspek teoritis dari tarekat Naqsyabandiyah, tetapi juga menggali kedalaman spiritual yang dapat diraih melalui praktiknya.
Salah satu inti ajaran dalam Tanwirul Qulub adalah pentingnya zikir, yang menjadi salah satu praktik utama dalam tarekat Naqsyabandiyah. Kata Syekh Amin Al-kurdi, zikir terdiri dari dua jenis: zikir hati dan zikir lisan. Setiap jenis memiliki landasan dari Al-Qur'an dan Hadis.
Secara praktik, zikir lisan dilakukan dengan ucapan yang terdiri dari suara dan huruf, namun tidak bisa dilakukan sepanjang waktu karena sering kali kegiatan seperti berdagang atau aktivitas sehari-hari lainnya dapat mengalihkan perhatian dari zikir tersebut.
Pada sisi lain, berbeda halnya dengan zikir hati yang dilakukan hanya dengan memperhatikan makna zikir tanpa menggunakan suara atau huruf, sehingga tidak ada hal yang bisa menghalangi seseorang dari berzikir dengan hati.
Zikir dengan hati adalah bentuk zikir yang dilakukan secara tersembunyi dari makhluk lain, tanpa melibatkan suara atau ucapan. Zikir hati ini dianggap sebagai zikir yang terbaik, sebagaimana diungkapkan oleh para ulama. Dengan zikir hati, seseorang tetap bisa berzikir kapan saja, tanpa terhalang oleh aktivitas fisik.
Lebih jauh lagi, para pemimpin tarekat Naqsyabandiyah, kata Syekh Amin Al-Kurdi, lebih memilih zikir hati dibandingkan lisan. Alasannya, karena hati merupakan tempat pandangan Allah, sumber iman, rahasia, dan cahaya. Kesehatan hati menentukan baik buruknya seluruh tubuh, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad.
وَاذْكُرْ رَّبَّكَ فِيْ نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَّخِيْفَةً وَّدُوْنَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْاٰصَالِ وَلَا تَكُنْ مِّنَ الْغٰفِلِيْنَ
Artinya: “Ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut pada waktu pagi dan petang, dengan tidak mengeraskan suara, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah.”
Keimanan seorang hamba bergantung pada hati, dan ibadah kepada Allah tidak sah tanpa niat yang berasal dari hati. Para ulama juga sepakat bahwa amal perbuatan tidak akan diterima tanpa amal hati, sementara amal hati tetap diterima meskipun tanpa perbuatan fisik. Bahkan, jika amal hati tidak diterima, iman seseorang pun tidak akan diterima, karena iman adalah keyakinan yang tertanam dalam hati.
اُولٰۤىِٕكَ كَتَبَ فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْاِيْمَانَ وَاَيَّدَهُمْ بِرُوْحٍ مِّنْهُ
Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang telah Allah tetapkan keimanan di dalam hatinya dan menguatkan mereka dengan pertolongan dari-Nya.”
Lebih jauh lagi, terkait keutamaan lanjutan dzikir bilisan, Syekh Amin Al-Kurdi menjelaskan bahwa zikir dalam hati adalah seperti pedang bagi para murid yang sedang berjuang melawan musuh-musuh mereka. Dengan kekuatan zikir ini, mereka mampu melindungi diri dari gangguan yang berusaha menghalangi jalan mereka. Zikir ini menjadi senjata utama yang melindungi mereka dari hal-hal buruk dan membantu mereka bertahan menghadapi berbagai tantangan hidup.
Jika seseorang menghadapi ujian hidup dan segera mengingat Allah dalam hatinya, Allah akan menolak hal-hal buruk yang tidak diinginkan oleh orang tersebut. Zikir yang dilakukan dengan sepenuh hati berfungsi sebagai perlindungan langsung dari segala bahaya. Para ulama juga berpendapat bahwa jika Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang, Dia akan membuka hati orang tersebut dan memberikan keyakinan yang kuat. Keyakinan ini akan memperkuat jiwa dan membawa orang itu lebih dekat pada rahmat serta kebaikan Allah. (hal. 569)
Terkait zikir hati (qalbu) ini, menurut pemuka Naqsyabandiyah terbagi menjadi dua bentuk. Pertama adalah menyebut Nama Zat Allah (ismu dzat) dengan lafazh "Allah." Pentingnya menyebut Nama Allah ditegaskan dalam Al-Qur'an ketika Allah berfirman alam urat al-'Araf ayat 14:
اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ
Artinya: “Sesungguhnya Aku adalah Allah,”
Begitu juga dengan sabda Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa kiamat tidak akan terjadi selama masih ada orang yang menyebut "Allah, Allah." (HR. Muslim)
Bentuk zikir qalbi yang kedua adalah an-nafyi wa al-itsbat, yaitu menafikan segala sesuatu selain Allah dan menegaskan Zat Allah. yakni bacaan : "لَا إِلَهَ إِلاَّ الله" (hal. 570)
Para pengikut Naqsyabandiyah diajarkan untuk mengesampingkan dunia dan fokus hanya kepada Allah, karena segala yang ada di alam semesta ini tidak memiliki kekuatan atau keberadaan mandiri kecuali dengan kehendak-Nya. Kesadaran ini membawa pemahaman bahwa segala sesuatu selain Allah bersifat sementara dan pada akhirnya akan sirna, sementara Allah adalah satu-satunya yang benar-benar kekal.
Para arif dalam ajaran Naqsyabandiyah, yaitu mereka yang mencapai pemahaman yang berakar tentang Tuhan, sepenuhnya menyerahkan diri kepada Allah. Mereka tidak lagi terikat pada hal-hal duniawi dan hanya melihat kebesaran serta keagungan Allah di setiap waktu, baik masa lalu, masa kini, maupun masa depan. Bagi mereka, segala sesuatu selain Allah dianggap fana, dan hanya Allah yang kekal abadi. (hal. 571)
Adapun adab berzikir dalam tarekat Naqsyabandiyah ada 11 perkara:
- Berzikir dalam keadaan suci dari hadats.
- Mengawalinya dengan shalat dua raka’at.
- Menghadap kiblat di tempat yang sunyi,.
- Duduk tawarruk dalam posisi balik tawarruk shalat.
- Memohon ampunan dari seluruh maksiat yang telah dilakukannya, dengan cara membayangkan seluruh kejelekan berada di hadapannya, disertai kesadaran bahwa Allah Ta’ala senantiasa melihat dan mengawasinya.
- Membaca Surah al-Fatihah satu kali dan Surah al-Ikhlash sebanyak tiga kali untuk dihadiahkan kepada Rasulullah saw. dan kepada arwah semua Syekh Tarekat Naqsyabandiyah.
- Memejamkan kedua mata, merapatkan bibir atas dan bibir bawah, serta merapatkan lidah ke atap tenggorokan. Tujuannya agar dia memperoleh kekhusyukan yang sempurna dan memutus bisikan-bisikan jiwa yang pasti muncul dari pandangan mata.
- Rabithah al-qubr, yaitu memperhatikan kematian dengan membayangkan dirimu seolah-olah telah meninggal, lalu dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dibawa ke kubur. Kemudian, kamu diletakkan di dalamnya, sementara keluarga dan teman-temanmu telah pergi meninggalkanmu, dan kamu pun tetap sendirian, terasing. Pada saat itu, kamu menyadari bahwa tidak ada yang bisa memberimu manfaat kecuali amal saleh.
- Rabithah mursyid, yaitu menghadapkan hati seorang murid kepada hati sang guru (mursyid), menjaga gambaran dirinya (mursyid) dalam makrifat, bahkan ketika mursyid tidak hadir, serta memperhatikan bahwa hati sang syekh seperti talang air yang menurunkan limpahan anugerah dari lautan yang luas ke dalam hati murid yang melakukan rabithah. Murid tersebut meminta keberkahan dari sang mursyid karena ia adalah perantara untuk mencapai tujuan.
- Mengumpulkan seluruh pancaindra tubuhnya dan memutuskan semua hal yang menyibukkannya serta lintasan hati yang mengganggu, kemudian mengarahkan seluruh kesadarannya kepada Allah Ta'ala, lalu mengucapkan: إِلٰهِي أَنْتَ مَقْصُودِي وَرِضَاكَ مَطْلُوبِي (Tuhanku, Engkaulah tujuanku dan ridha-Mu yang aku cari). Dibaca sebanyak tiga kali. Setelah itu, ia menyebut Nama Zat (Allah) di dalam hatinya, dengan membiarkan lafal 'Allah' mengalir dalam hatinya sambil memperhatikan maknanya, yaitu (Zat tanpa perumpamaan), dan menyadari bahwa Allah hadir, melihat, dan mengelilinginya.
- Hendaknya menunggu sejenak setelah menyelesaikan zikir sebelum membuka matanya, dan jika muncul rasa fana, hendaknya berhati-hati agar tidak memutuskannya. (hal. 570-572)
Adab Murid kepada Mursyid
Dalam tarekat Naqsyabandiyah, salah satu adab terpenting bagi seorang salik (murid) adalah menghormati dan memuliakan mursyid atau Syekh, baik secara lahir maupun batin.
Nah berikut ini adab seorang murid kepada mursyidnya:
Pertama, Murid harus meyakini bahwa tujuan spiritualnya hanya dapat dicapai melalui bimbingan gurunya. Jika perhatian murid terpecah kepada guru lain, ia bisa kehilangan keberkahan dari mursyidnya, sehingga tertutup baginya aliran spiritual yang seharusnya didapatkan.
Kedua, murid harus bersikap tunduk, menyerah sepenuhnya, dan ridha terhadap semua tindakan gurunya. Ia juga harus siap melayani gurunya dengan harta dan tenaga. Sikap ini mencerminkan kedalaman kehendak dan cinta murid kepada gurunya, dan menjadi tolak ukur kejujuran serta ketulusannya dalam menempuh jalan spiritual.
( ومنها ) أن يكون مستسلماً منقاداً راضيا بتصرفات الشيخ يخدمه بالمال والبدن لأن جوهر الإرادة والمحبة لا يتبين إلا بهذا الطريق ووزن الصدق والإخلاص لا يعلم إلا بهذا الميزان
Artinya: "Salah satu adabnya adalah murid harus menyerah dan tunduk, serta ridha dengan segala tindakan gurunya, serta melayaninya dengan harta dan tubuhnya, karena inti dari kehendak dan cinta tidak dapat terlihat kecuali melalui cara ini. Kadar kejujuran dan ketulusan tidak dapat diukur kecuali dengan timbangan ini." (hal. 587)
Ketiga, adab lain yang harus dijaga oleh murid adalah tidak membantah atau mempertanyakan tindakan gurunya, meskipun terlihat salah secara lahiriah. Murid tidak boleh bertanya, "Mengapa Anda melakukan ini?" Sebab, siapa yang meragukan gurunya dengan pertanyaan semacam itu, tidak akan pernah mencapai keberhasilan spiritual. Ada kalanya tindakan seorang guru tampak tercela secara lahir, tetapi sebenarnya terpuji di sisi batin, seperti yang dialami oleh Nabi Musa dan Khidir.
Dengan demikian, sejatinya bagi orang yang baru mengenal tasawuf, kitab Tanwirul Qulub ini bisa menjadi panduan yang sangat berharga karena menjelaskan konsep-konsep tarekat dengan bahasa yang mudah dipahami. Namun, bagi pembaca yang sudah mendalami ilmu tasawuf, kitab ini juga menawarkan wawasan lebih dalam tentang berbagai maqam (tingkatan spiritual) yang harus dilalui seorang salik dalam mencapai marifatullah (pengenalan kepada Allah).
Lebih dari itu, secara keseluruhan, Kitab Tanwirul Qulub, sejatinya karya yang sangat berharga bagi siapa saja yang ingin mempelajari tarekat Naqsyabandiyah. Kitab ini tidak hanya memaparkan teori, tetapi juga menawarkan panduan praktis bagi para pengikut tarekat dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan disiplin spiritual dan ketaatan kepada Allah.
Ustadz Zanuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Parung.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua