Nasional

Umrah Mandiri Perlu Regulasi Lebih Rinci

NU Online  ·  Jumat, 31 Oktober 2025 | 16:00 WIB

Umrah Mandiri Perlu Regulasi Lebih Rinci

Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj. (Foto: tangkapan layar kanal Youtube NU Online)

Jakarta, NU Online

Umrah mandiri kini legal dilakukan berdasarkan revisi Undang-Undang Nomor 14 tahun 2025 tentang perubahan ketiga, Undang-Undang nomor 8 tahun 2019 tentang penyelenggaran ibadah haji dan umrah.


Umrah mandiri sebetulnya sudah lama dilakukan masyarakat sebelum UU tersebut disahkan. Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj menegaskan perlunya definisi umrah mandiri dalam UU tersebut.


"Secara konstruksi undang-undang umrah mandiri sendiri ini kan tidak ada penjelasannya," katanya pada Kamis (30/10/2025).


Dalam undang-Undang Nomor 14 tahun 2025, harusnya didefinisikan seperti apa. "Jadi umrah mandiri itu adalah umrah yang misalnya diurus sendiri, tidak diurusin orang lain yang membantu," katanya.


Katakanlah, lanjut Mustolih, yang dikhawatirkan asosiasi travel ini ada praktik-praktik orang yang bukan travel kemudian mengonsolidasi, memobilisasi atau kemudian menggalang mereka-mereka yang menggunakan umrah mandiri.


"Padahal kalau praktik ini dilakukan oleh travel harus ada izin, harus ada akreditasi, harus ada kantornya," ujarnya.


Nanti jika ada praktik-praktik demikian, ia mempertanyakan pengawasannya Ini yang harus dibuat sistem. "Kemenhaj nanti harus membuat sistem yang baik dan berikutnya adalah kan ada yang bilang nanti kita atur di aturan turunannya," lanjutnya.


Ia juga mempertanyakan, jika umrah mandiri itu hubungan antara calon jamaah umrah dengan aplikator atau e-commerce, seperti Nusuk, Itu kan entitas luar, entitas asing.


"Nah bagaimana ketika terjadi one prestasi. Bagaimana melindungi jamaah umrah ini. Karena negara kan tidak bisa tercampur, karena ini business to customer, business to customer begitu ya," katanya.


"Sehingga ini adalah urusan keperdataan yang kemudian perlu mengatur mekanismenya bagaimana perlindungan negara, bagaimana karena ini kan cross border," lanjutnya.


Artinya, urusan kegiatan komersial yang menyangkut lintas negara, baik dengan nusuk yang dikelola Saudi ataupun aplikator yang dikelola Saudi atau negara lain, tentu harus ada regulasi yang jelas. "Nah ini saya kira perlu ada Hal-hal yang dikonkretkan lagi," katanya.


Oleh karena itu, ia mendorong supaya kegelisahan Travel ini juga mesti dijawab dan direspons oleh Kementerian Haji dan Umrah, Komisi VIII DPR RU melalui forum duduk bersama.


"Ini kan masih multitafsir dengan adanya konsep di undang-undang cuma umrah mandiri, tapi tidak dijabarkan detailnya seperti apa, siapa yang dimaksud dengan umrah mandiri dan bagaimana tata caranya, Dan bagaimana kalau pihak ketiga ternyata Terlibat di situ Nah kira-kira seperti itu," pungkasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang