UU ITE Saja Tak Cukup, Masyarakat juga Dituntut Bijak Bermedsos
Ahad, 28 Februari 2021 | 13:30 WIB
Regulasi seperti UU ITE saja tidak cukup. Selain aspek regulasi, kebijaksanaan anggota masyarakat dalam menggunakan media sosial juga dibutuhkan.
Ahmad Rozali
Kontributor
Jakarta, NU Online
Aktivis media sosial Enda Nasution mengemukakan bahwa ramainya penggunaan media digital menghadirkan ujian tersendiri bagi iklim demokrasi di Indonesia. Ia menyebutkan, di antara ujian bagi demokrasi adalah banyaknya konten yang diproduksi dengan salah (hoaks) ataupun maraknya ujaran kebencian yang menyebabkan masyarakat kerap berselisih di media sosial.
Menurutnya, untuk menghadapi hal demikian, regulasi seperti UU ITE saja tidak cukup. Selain aspek regulasi, kebijaksanaan anggota masyarakat dalam menggunakan media sosial juga dibutuhkan. Untuk itu, diperlukan edukasi pada masyarakat yang dilakukan secara massif demi membangun iklim dan ruang dunia maya yang sehat dan beradab.
"Saya sendiri juga sudah membuat ‘gerakan bijak bersosmed’ yang mana kami terus mengeluarkan tips-tips dan informasi-informasi seputar bagaimana kita bisa bijak dalam menggunakan media sosial. Lalu ada juga gerakan yang bernama ‘Siber Kreasi’ yang sudah tersebar di seluruh Indonesia untuk menggalakkan literasi digital di masyarakat,” ujar Enda di Jakarta, Sabtu (27/2).
Enda juga menyinggung maraknya fenomena saling-lapor antara masyarakat maupun pemerintah dengan menggunakan UU ITE. Pelaporan menggunakan UU ITE, lanjut Enda, seringkali bertujuan mengintimidasi agar pembuat konten atau postingan menghapus konten yang dibuat atau dibagikan (share) di media sosial.
“Sebenarnya mayoritas pelaporan menggunakan UU ITE ini tidak sampai ke tingkat pengadilan, tapi lebih ke intimidasi saja biar postingan tersebut dicabut dan yang terlapor meminta maaf,” tambah dia.
Sehingga menurutnya, jika masyarakat hendak berinteraksi melalui plaform digital dengan aman, cukup dengan tidak perlu mengatakan hal-hal yang negatif terhadap orang lain. Sebab di satu sisi, UU ITE tidak memilik batasan spesifik sampai di mana ia mengatur hal-hal etik seperti rasa tersinggung atau pencemaran dan lain-ain.
Berbeda dengan kedudukan informasi yang salah atau hoaks yang menurutnya lebih terlihat batasan benar dan salahnya. “Hoaks itu ada yang sifatnya misinformasi ada juga disinformasi. Kalau misinformasi itu informasinya yang tidak akurat tetapi tidak ada niat jelek atau niat jahat dibelakangnya. Tetapi kalau disinformasi itu secara sengaja menyebarkan informasi yang dibuat salah atau untuk menyerang orang lain. Dan itu ada pasalnya di UU ITE yang dilarang untuk menyebarkan berita bohong,” ungkapnya.
Oleh sebab itu dirinya mengapresiasi rencana pemerintah untuk melakukan revisi UU ITE, meskipun menurutnya hal itu tidak bisa dilaksanakan dalam waktu dekat karena harus melalui berbagai proses yang panjang. Malah menurut Enda bisa sampai 2 tahun karena perlu dikaji terlebih dahulu oleh pemerintah. Dari situ pun nanti masih dikaji lagi di DPR dan menurutnya ini jangka panjang.
“Untuk jangka pendeknya, saya menyambut baik kemarin yang dilakukan oleh Kapolri mengeluarkan surat edaran untuk membuat semacam panduan untuk penegak hukum untuk menanggapi laporan yang diterima. Jadi tidak harus segala-segalanya ini ditindak lanjuti ke (proses hukum),” pungkas dia.
Pewarta: Ahmad Rozali
Editor: Muhammad Faizin
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua