Tulisan ini sengaja dibuat untuk menyertai para muktamirin (peserta) Muktamar Luar Biasa (MLB) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dari seluruh pelosok Tanah Air yang telah kembali ke kampung halaman, baik dari kubu Ketua Umum Dewan Syura KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) maupun kubu Ketua Umum Dewan Tanfidz Muhaimin Iskandar.
Tulisan ini juga dapat disebut penambah bekal kesiapan para pengacara dari masing-masing kubu PKB menghadapi sidang di pengadilan. Pasalnya, konon dalam waktu singkat sidang itu akan digelar, yang akan menguji dan memutuskan kepengurusan yang sah.<>
Jika MLB PKB kedua kubu digabungkan waktu penyelenggaraannya, maka hajatan itu dapat disebut benar-benar luar biasa. Karena diselenggarakan hampir sepekan lamanya, yakni dari pada 29 April-4 Mei 2008. Menjadi tambah luar biasa pula, MLB itu dilaksanakan secara bersambung. Sebab, di antara peserta MLB kubu Gus Dur di Parung, Bogor, Jawa Barat, sebagian (besar) hadir di MLB PKB kubu Muhaimin di Ancol, Jakarta.
Keadaan PKB saat ini, bagi penulis, mempunyai perasan heran yang tidak jauh berbeda dengan awam, para warga partai, para simpatisan PKB, maupun pengamat partai serta mereka yang peduli terhadap perpolitikan di Indonesia. Carut-marut yang berujung saling pecat serta mengaku sebagai kubu yang paling sah, tentu juga membuat risih banyak pihak, termasuk pengamat sosial-politik.
Siapa yang benar dan kurang benar, siapa yang salah atau yang tidak terlalu bersalah dalam masalah PKB, menurut penulis, tidak terlalu penting. Penulis hanya akan mencoba merujuk kepada figur Gus Dur yang seharusnya bersikap lebih bijak.
Gus Dur merupakan tokoh yang berjasa besar bagi Republik ini. Ia perintis berdirinya PKB yang difasilitasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada 1998 silam, di mana saat itu dirinya sebagai ketua umumnya. Sikap tegasnya membuat NU disegani oleh pemerintah Orde Baru kala itu. Gus Dur juga pernah menjadi presiden serta disebut āBapak Demokrasiā.
Saat menjadi presiden, Gus Dur pernah mengritik keras kinerja anggota DPR yang disebutnya sama dengan āmurid taman kanak-kanakā. Ditambah pula sebagai seorang tokoh dunia yang disegani dan dihormati, pun mendapat berbagai penghargaan internasional.
Nah, melihat sosok Gus Dur yang sedemikian hebat itu, rasanya memang patut disayangkan bila PKB yang ia bidani kelahirannya hingga sekarang menjadi aset bangsa, harus menempuh masa-masa kritis seperti saat ini.
Seyogyanya, Gus Dur mau mundur selangkah dengan mendengar juga saran dari banyak pihak guna menggapai lompatan yang lebih jauh, untuk menjaga dan menyangga reputasinya sebagai seorang negarawan.
Jika melihat kemelut di PKB, opini yang berkembang saat ini tidak menguntungkan dan tidak berpihak pada Gus Dur. Walaupun secara formal-organisasi, penyelenggaraan MLB dapat dibenarkan. Namun, bila merujuk pada Anggaran Dasar-Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) PKB, penyelenggaraan MLB harus memenuhi syarat yang luar biasa pula. Bila MLB digelar hanya untuk menggantikan posisi Muhaimin, patut disayangkan.
Beberapa pihak bertanya kepada penulis: āSulitkah menyelesaikan kemelut PKB seperti yang sekarang ini terjadi?ā Jawab penulis: āTentu tidak! Bahkan, tidak susah-susah amat atau bolehlah dibilang cukup sederhana!ā
Pertama, harus ada kemauan tulus dari kedua kubu yang berseteru. Kedua, kembali kepada kultur NU.
Contoh kecil sebagai ilustrasi bagi orang-orang di seputar Gus Dur yang perlu penulis ingatkan, mengingat keberadaan AD-ART PKB tidak jauh berbeda dengan AD-ART NU, maka penyelesaian kemelut organisasi, seyogyanya menempuh cara-cara NU.
Seingat Penulis, saat menjadi ketua umum PBNU, Gus Dur pernah mengambil kebijakan-kebijakan yang tidak dapat dipahami dan tidak populer di mata masyarakat umum. Bahkan, (alm) KH Ilyas Ruchiyat yang saat itu menjabat rais aam PBNU menilai, tindakan Gus Dur membahayakan citra organisasi. Namun, posisi Kiai Ilyas sebagai pengendali tertinggi organisasi NU tidak bersikap frontal seperti dilakukan Gus Dur di PKB saat ini.
Caranya, jajaran Syuriyah PBNU cukup mengundang Gus Dur untuk meminta klarifikasi permasalahan di sebuah ruang kecil. Setelah Syuriyah mendapat penjelasan yang dirasa cukup disertai petunjuk-petunjuk yang dipandang perlu, maka persoalan pun selesai. Permasalahan tidak sampai menyeruak terbuka dan diketahui khalayak ramai.
Tetang kultur NU, Penulis teringat cerita ayah (pendiri NU di Sumatera Tengah yang kini menjadi tiga provinsi; Sumatera Barat, Riau dan Jambi, juga teman dekat KH Wahid Hasyim dan KH Idham Chalid). Saat Partai NU dipimpin KH Wahid Hasyim dan KH Idham Chalid, diceritakan pernah mengalami perselisihan internal organisasi. Masalahnya waktu itu tidak jauh berbeda dengan konflik PKB saat ini.
Tapi, penyelesaiannya sangat sederhana. Ayah Penulis, mengatakan; āPertikaian sebesar apa pun di dalam NU hanya cabik-cabik bulu ayam.ā Maksudnya, bila telah dielus sebentar saja, akan kembali rapat dan rata, kembali utuh ke bentuk semula.
Begitulah persaudaraan di kalangan NU karena elitnya sangat menyadari kebesaran partai yang harus disertai jiwa besar. Kebesaran Partai NU waktu itu ibarat āberekor panjang dan bersayap lebarā
Cara NU menyelesaikan masalah, nampaknya sudah tidak ada sama sekali saat ini. PKB yang kelahirannya dibidani dan dihembuskan pula nafasnya oleh NU, patut disayangkan bila nyatanya telah menghilangkan sama sekali kultur yang dimiliki.
Harapan penulis kepada Gus Dur: segeralah memanggil Muhaimin, lakukan islah (rujuk) dengan cara NU. Tentu disemangati pula jiwa besar, yang tua membimbing yang muda, yang kuat memapah yang lemah, yang berkuasa mengayomi yang dikuasai. BersegeralahĀ memberitahukan kepada khalayak bahwa masalah PKB telah selesai, kedua MLB PKB yang membingungkan itu anggap saja tidak ada, tidak ada SK yang saling pecat.
Hal itu hanya bisa dilakukan seorang Gus Dur. Apabila Gus Dur mampu mengeluarkan āSebuah Dekrit Presidenā, apalah sulitnya menerbitkan āSebuah Maklumat Islahā dan mengibarkan bendera perdamaian di PKB. Tentu, langkah itu tidak berat bila dilandasi kemauan tulus.
Orang-orang di seputar Gus Dur seharusnya memahami posisi dan kapasitas Gus Dur negarawan. Sungguh tidak elok jika harus didomplengi orang-orang yang berambisi kekuasaan di PKB, yang tidak beretika dan bermoral NU. Patut disayangkan, suara dan ambisi mereka tidak berani disuarakan langsung, tapi harus keluar melalui mulut seorang Gus Dur. Akibatnya, Gus Dur terkesan telah dicekoki persoalan-persoalan kecil.
Kasihan Gus Dur harus āmasuk angin dudukā, yang membahayakan citranya yang selama ini dibanggakan Penulis. Bukankah pengalaman saat Gus Dur menjadi presiden membuktikan bahwa keterpurukan kepemimpinannya akibat ulah orang-orang di seputarnya?
Tulisan ini mungkin sesuatu yang berat dan tidak enak dibaca dan dirasakan kubu Gus Dur. Tapi, penulis yakin, demi kebaikan PKB dan warganya yang mayoritas tengah dirundung penyakit bingung, barangkali dapat dipertimbangkan.
Penulis adalah Ketua Yayasan Al-Maāruf, Cibubur, Jakarta. Yayasan Al-Maāruf pernah dijadikan tempat pertemuan PBNU dengan badan otonom, lembaga dan lajnah untuk membahas pendirian PKB pada kurun waktu 1999-2004.
Terpopuler
1
Ketua PBNU Gus Ulil Resmikan Kampung Bakti NU Kalimanggis di Jatisampurna Bekasi
2
Resmi Dimulai, PBNU Luncurkan Digdaya Persuratan untuk Tingkat PCNU
3
Tadarus Al-Qur'an dan Sedekah, Amalan Orang Saleh di Bulan Syaban
4
Pola Pengasuhan ala Gus Dur-Nyai Sinta: Suami Istri Saling Menghargai, Orang Tua Hindari Memerintah Anak
5
Bagaimana Cara Membangun Keluarga Maslahat? Ini Fondasi, Pilar, dan Atapnya
6
Keluarga Maslahat ala KH Bisri Syansuri (2): Merintis Pesantren Putri Pertama di Indonesia Bersama Istri
Terkini
Lihat Semua