Sebagai organisasi terbesar di Indonesia, bahkan dunia, banyak tokoh yang terlibat dalam membesarkan Nahdlatul Ulama. Secara bersamaan, tokoh-tokoh tersebut terlibat pula dalam pergerakan kebangsaan seperti Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Hasbullah. Perjuangan tokoh-tokoh itu dilanjutkan generasi NU berikutnya dengan cara dan dalam bentuk berbeda karena yang dihadapi pun berlainan.
Kini NU berusia hampir seratus tahun. Tokoh-tokohnya, bersama anak bangsa dari elemen lain, telah turut menorehkan perjuangannya untuk umat Islam dan bangsa Indonesia. Tentu saja, jangkauan perjuangan seorang tokoh berbeda dengan tokoh lain. Ada yang fokus di daerahnya masing-masing, ada yang tarafnya nasional dan internasional. Bidangnya pun berbeda-beda. Begitu juga durasinya.
Selama hampir seratus tahun itu ada perjuangan tokoh NU yang ditulis, tapi justru lebih banyak yang tidak terdokumentasikan. Di dalam buku Membuka Ingatan; Memoar Tokoh NU yang Terlupakan, orang sekaliber Mahbub Djunaidi dan Subchan ZE saja, dianggap terlupakan. Lalu bagaimana tokoh lain seperti Raden Mas Sugeng Yudadiwirya, Sunaryo, dan lain-lain?
Bukti nya, ketika Kiai Syam’un ditetapkan sebagai pahlawan nasional, warga dan tokoh NU seperti terkaget dengan pertanyaan, apakah kiai tersebut pernah aktif di NU? Kalau iya, bagaimana kiprahnya? Tentu banyak yang tidak tahu karena memang belum ada yang menuliskannya secara utuh.
Setelah ditelusuri di data-data lama milik PBNU, yaitu di perpustakaan, ternyata dia pernah aktif di NU Serang sebagai seorang yang duduk di syuriyah. Setidaknya, berdasarkan penelusuran catatan absensi muktamar ke muktamar NU, dia pernah mengikuti muktamar NU di Pekalongan 1930 dan Muktamar NU kesebelas di Banjarmasin 1936.
Selain berjasa dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, KH Syam’un pernah berhasil membangun NU Serang dalam bidang kesehatan. Pada laporan perwakilan NU dari Serang di Muktamar kesebelas itu, NU Serang menyatakan memiliki dua klinik yang berjalan dua tahun.
Data seperti ini jelas tenggelam, tak diketahui lagi warga NU, apalagi khalayak umum. Sungguh sangat disayangkan. Dan tentu saja, kiai atau tokoh NU yang di daerah lebih banyak lagi yang terlupakan. Dan tentu saja sebagaimana judul buku tersebut, kita harus membuka ingatan untuk tokoh-tokoh yang terlupakan.
Enam Tokoh NU yang Terlupakan
Buku ini mengupas enam tokoh NU yaitu Fahmi Djafar Saifuddinm, Asmah Sjahruni, Mohammad Zamroni, KH Tolchah Mansoer, H. M. Subchan Z. E., H. Mahbub Djunaidi. Keenam tokoh ini bukan main jasanya, dan sangat dikenal pada masanya, tapi karena tidak banyak dituliskan, dianggap terlupakan.
Dari keenam tokoh tersebut, sebetulnya Mahbub Djunaidi masih dikenal. Sebagai ketua umum pertama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), ia setidaknya sering disebut di acara penerimaan anggota baru. Namanya diabadikan di ruangan kantor pengurus besar.
Tak hanya itu, esai dan segala macam jenis tulisannya, mulai dari mars, puisi, terjemahan, novel, dan terutama kolom-kolomnya. Serta pergaulannya yang luas, ia masih diingat di lintas kalangan, terutama kalangan jurnalis senior.
Pengasuh pondok pesantren Tebuireng KH Salahudin Wahid dalam pengantar buku tersebut mengatakan, tujuan penerbitan buku ini adalan menumbuhkan kembali ingatan warga NU akan adanya tokoh NU yang terlupakan, bahkan mungkin sudah tidak banyak ingat lagi yang ingat nama mereka.
“Tokoh-tokoh di buku ini masing-masing memiliki profesi yang berbeda dan karakter yang berbeda, tapi mereka mempunya hal yang sama, semangat pengabdian untuk Indonesia, Islam, dan NU,” katanya. (Pengantar, halaman XII).
Dengan demikian, upaya yang dilakukan Pesantren Tebuireng ini harus didukung dengan cara melakukan hal serupa oleh pesantren lain.
Peresensi, Abdullah Alawi
Identitas Buku
Penulis : Tim Pustaka Tebuireng
Judul : Membuka Ingatan; Memoar Tokoh NU yang Terlupakan
Cetakan : Ke-1, Maret 2017
Tebal : XIII+497
Penerbit : Pustaka Tebuireng
ISBN : 978-602-8805-47-6