Cover Buku Gerakan Perempuan Islam Moderat Sejarah Pimpinan Wilayah Fatayat Nahdlatul Ulama. (Foto: NU Online/Syarief)
Akhmad Syarief Kurniawan
Kontributor
Gerakan perempuan yang merupakan bagian dari gerakan civil society sangat berpengaruh dalam perubahan sosial. Fakta sejarah mencatat bahwa gerakan perempuan, baik berbasis agama atau sekuler, memberikan kontribusi besar bagi kemajuan gerakan pemberdayaan perempuan dari masa ke masa.
Fatayat NU Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu wujud nyata gerakan perempuan muda yang berbuah kemajuan sekaligus memberikan warna dominan, kontribusi untuk kemaslahatan ummat.
Buku istimewa ini terdiri dari sembilan (9) bagian utama; yaitu; bagian pertama, Keyakinan, Harapan dan Gender; potret aktivisme Fatayat NU di Indonesia. Bagian kedua, Fatayat NU Daerah Istimewa Yogyakarta; Merintis Gerakan Perempuan Muda NU. Bagian ketiga, Sebuah Gerak Awal ; PW Fatayat NU DIY kurun waktu 1984-1988. Bagian keempat, Menapak Jejak Perjuangan ; PW Fatayat NU DIY kurun waktu 1989-1992. Bagian kelima, Menuju Reformasi, Melahirkan Prestasi; PW Fatayat NU DIY kurun waktu 1993-1997 dan 1997-2001.
Selanjutnya, bagian keenam, Arah Baru Gerakan Perempuan di Era Reformasi; PW Fatayat NU DIY kurun waktu 2001-2006. Bagian ketujuh, Fleksibilitas dalam Pluralitas; PW Fatayat NU DIY kurun waktu 2007-2011. Bagian kedelapan, Yogyakarta Istimewa; PW Fatayat NU DIY kurun waktu 2012-2017. Dan terakhir, bagian kesembilan, Melesat Bagai Kilat; PW Fatayat NU DIY kurun waktu 2017-2022, halaman viii.
Bagi Ketua Umum Fatayat NU masa khidmat 2015-2021, Anggia Ermarini, dalam pengantar buku ini, Fatayat NU DIY memberikan kontribusi yang memberi warna tersendiri untuk perempuan dan masyarakat Yogyakarta.
Dalam catatannya, sejumlah gagasan Fatayat NU DIY antara lain; penguatan pesantren, membangun moderasi beragama dan diseminasi Aswaja an Nahdliyyah, penguatan daiyah Fatayat NU, pencegahan stunting, hingga pencegahan kekerasan berbasis perempuan, dan beberapa program yang menarik, seperti; Ajang Duta Santri, Jihad Pangan, Festival Halal Fashion untuk keberlanjutan hayati dan kelestarian alam, dan tentu banyak yang lain (halaman, xiv).
PW Fatayat NU DIY muncul pada tahun 1961, selang 10 tahun dari sejak Fatayat NU pusat didirikan. PW Fatayat NU DIY dipelopori oleh para pendatang berlatar belakang NU yang tengah menimba ilmu di Yogyakarta. Embrio atau rintisan organisasi ini lahir tahun 1960, setahun sebelum diresmikan, dimana faktor kesejarahannya tidak bisa dilepaskan dari adanya perguruan-perguruan tinggi, khususnya keberadaan IAIN Sunan Kalijaga.
Para mahasiswi tersebut, yang semula ketika didaerah asalnya sudah aktif di organisasi NU, di IAIN Sunan Kalijaga tergabung dalam wadah organisasi sayap Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yakni Korps PMII Putri (KOPRI). Atas prakarsa dan upaya tiga aktivis KOPRI yakni Mimin Austiyana, Jis Sa’diyah Musyadad dan Lilik Haryati, maka tercetuslah pada 30 September 1961 keberadaan Fatayat NU yang di akui oleh PP Fatayat NU, halaman 13.
Situasi politik nasional kala itu, berimbas pada Fatayat NU diseluruh Indonesia tanpa terkecuali DIY, Fatayat NU mengalami kelesuan sekaligus kekosongan kegiatan. Hal ini disebabkan banyak kader NU yang disibukkan dan terkonsentrasi dengan politik praktis. (halaman 14).
Fatayat NU DIY membangun gerakan awal pada masa orde baru (Orba) di masa periode 1 Ketua PW Fatayat NU DIY, Lilik Haryati, masa khidmat 1984-1988. Masa-masa ini adalah dalam tahap transisi keluarga besar NU dari kegiatan politik praktis ke Khittah 1926 berdasarkan keputusan Muktamar NU di Situbondo, Jawa Timur tahun 1984.
Capaian kegiatan medan perjuangan era Lilik Haryati dalam tiga ranah, yakni; pendidikan kader, dakwah dan sosial kegiatan, dalam bentuk aksi antara lain; pengobatan massal kerjasama dengan Fakultas Kedokteran UGM, pengiriman daiyah / muballighah ke daerah-daerah yang membutuhkan, kerjasama dengan Dinas Sosial DIY, BKKBN, LKKNU, lembaga swadaya masyarakat, KNPI, PW GP Ansor DIY, KOPRI, Departemen Agama DIY, dan lain-lain (halaman 19-23).
Fatayat NU DIY menapak jejak perjuangan di masa periode 2 Ketua PW Fatayat NU DIY, Sri Andari Faqih, masa khidmat 1989-1992. Capaian kegiatan medan perjuangan era Sri Andari Faqih dalam tiga ranah, yakni; pendidikan kader, dakwah dan sosial kegiatan, dalam bentuk aksi antara lain; kerjasama dengan LKPSM NU DIY, membentuk satuan pleton Fatayat Serbaguna (Fatser), program dakwah di radio di isi oleh muballighah PW Fatayat NU DIY kerjasama dengan Radio MBS, Retjo Buntung, Arma Sebelas, training jurnalistik, dan mendirikan Yayasan Kesejahteraan Fatayat (YKF) dan telah berhasil melahirkan Rumah Bersalin dan Klinik Keluarga Berencana di Wonosari, Gunung Kidul, dan lain-lain (halaman 27-32).
Fatayat NU DIY menuju reformasi, melahirkan prestasi di masa periode 3 dan 4 Ketua PW Fatayat NU DIY, Habibah Musthafa, masa khidmat 1993-1997 dan 1997-2001. Periode ini pada dua fase besar, yakni Orde Baru dan awal Orde Reformasi.
Pada era Habibah Musthafa inilah Yayasan Kesejahteraan Fatayat (YKF) sebagai anak kandung PW Fatayat NU DIY, YKF terbukti memberi kontribusi bagi perjuangan keadilan gender di Indonesia sehingga berhasil dikenal secara Nasional bahkan internasional.
Capaian prestasi pada era Habibah Musthafa antara lain; melaksanakan Latihan Kader Dasar (LKD), Latihan Pelatih Kader (LPK), kerjasama dengan The Asia Foundation, BAPPEDA DIY, Fakultas Ekonomi UGM, IKIP, UII, UST Sarjanawiyata, LKPSM NU DIY, Ditsospol DIY, dan lain-lain (halaman, 37-57).
Fatayat NU DIY arah baru gerakan perempuan di era reformasi, di masa periode 5 Ketua PW Fatayat NU DIY, Ning Choirotun Chisaan, masa khidmat 2001-2006. Ning Choirotun Chisaan (Entis) adalah putri Prof. KH. Tolchah Mansoer dan Nyai Hj. Umroh Machfudzoh.
Capaian prestasi pada era Ning Choirotun Chisaan (Entis) antara lain; pengembangan perpustakaan PW Fatayat NU DIY, pelatihan trauma healing bagi anggota / pengurus Fatayat NU DIY, kampanye advokasi kuota perempuan 30% di parlemen, kerjasama dengan Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY), Syarikat Islam, Mitra Wacana Women’s Resource Center, Rifka Annisa Womens’s Crisis Center, forum LSM DIY, Dian Interfidei, PW Nasyiatul Aisyiyah DIY, DPD KNPI DIY, Helen Keller International (HKI), United Nation Wood Food Program (UNWFP), Asian Conference on Religion and Peace (ACRP), dan lain-lain (halaman, 65-78).
Fatayat NU DIY pada masa fleksibiltas dan pluralitas, di masa periode 6 Ketua PW Fatayat NU DIY, Siti Rohmah Nurhayati, masa khidmat 2007-2011.
Capaian prestasi pada era Siti Rohmah Nurhayati antara lain; kerjasama dengan LPKNU DIY, BKKBN DIY, PKBI DIY, LKiS Yogyakarta, PUSHAM UII, Fisipol UGM, PSKK UGM, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, pengajian akbar bersama KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf di Bantul, lain-lain (halaman, 83-97).
Fatayat NU DIY adalah Yogyakarta istimewa, di masa periode 7 Ketua PW Fatayat NU DIY, Isti Zusrianah, masa khidmat 2012-2017.
Capaian prestasi pada era Isti Zusrianah (Mbak Yoes) antara lain; mengikuti agenda Wahid Institute Jakarta, BNPT, FKPT DIY, workshop perempuan lintas agama, srikandi lintas iman (SRILI), pembentukan Fordaf DIY, kerjasama dengan LKNU DIY, LKKNU DIY, BKKBN DIY, dan lain-lain (halaman, 103-126).
Fatayat NU DIY Melesat bagai Kilat, di masa periode 8 Ketua PW Fatayat NU DIY, Khotimatul Husna, masa khidmat 2017-2022. Kepengurusan era ini merajut jejaring koneksi lebih kuat, lebih giat, membuka mata pada isu-isu perempuan dan anak, serta mengepakkan sayap lebih lebar di urusan pengaderan dan kelembagaan.
Capaian prestasi pada era Khotimatul Husna, antara lain; peluncuran website; www.fatayatdiy.com, pemilihan duta santri Nasional, malam kebudayaan dan deklarasi perdamaian, inisiator lahirnya Garda Fatayat (GARFA), peresmian Balai Latihan Kerja Komunitas (BLKK) PW Fatayat NU DIY lokasi di Bantul, dengan jurusan desain mode dan tata busana, gelar Festival Halal Fashion (FHF), gelar workshop Metodologi Mubadalah, program Pena Tasamuh (Perempuan bernarasi untuk toleransi dan perdamaian demi terwujudnya maslahatul ummah), kerjasama dengan UNU DIY, Fahmina, penerbit Mizan, Omah PMII, Kanwil Kemenag DIY, KUPI, AMAN Indonesia, Maos Tradisi, Universitas Alma Ata Yogyakarta, Majalah Tempo.co, dan lain-lain (halaman, 135-168). .
Mustasyar PBNU, KH Husein Muhammad, dalam epilog buku ini menyampaikan, Fatayat NU DIY baginya sungguh mengagumkan sekaligus mengesankan. Ia telah memberinya ruang pergulatan intelektual dan gerakan transformasi sosial, terutama komunitas perempuan Nahdlatul Ulama sekaligus membuka mata dan pikirannya tentang realitas kehidupan yang begitu kompleks.
Perempuan adalah sumber dan basis atau pilar bangsa dan negara. Perempuan memiliki seluruh potensi kemanusiaan sebagaimana laki-laki. Di dalam eksistensi perempuan terletak masa depan sebuah bangsa. Maka, dalam menjemput masa depan bangsa yang sejahtera, kaum perempuan harus sehat secara psikis dan fisik, cerdas secara intelektual dan mandiri secara finansial. Tiga basis ini diarahkan bagi terwujudnya relasi kesalingan antara laki-laki dan perempuan dalam segala ruang kehidupan bersama untuk membangun bangsa dan negara (halaman 183).
Ketua PWNU DIY, KH. Ahmad Zuhdi Muhdlor sangat senang membaca buku ini karena beberapa alasan, pertama, teman-teman Fatayat NU DIY berhasil merekam kiprah dan peran-peran kreatif yang telah dilakukan serta dinamika yang terjadi dalam dirinya dalam merespon kondisi yang ada. Kedua, mengkristalnya kesadaran dalam menghadapi tantangan masa depan dan bagaimana strategi menghadapinya, dan ketiga, ditulis langsung oleh teman-teman Fatayat NU DIY dengan bahasa lugas dan populer. Ini juga memunculkan optimisme bahawa Fatayat NU telah mulai bermigrasi dari tradisi oral ke tradisi tulis. Sangat membanggakan.
Supaya ada kesinambungan sejarah (historis) tentang Fatayat NU, selain membaca buku ini, ada baiknya pembaca juga memeriksa literatur yang lain tentang Fatayat NU, antara lain; Menapak Jejak Fatayat NU Sejarah Gerakan, Pengalaman dan Pemikiran, penulis Neng Dara Affiah, dkk, penerbit: PP Fatayat NU, Jakarta, terbit Juli, 2005.
Buku ini diharapkan bisa menjadi literatur yang berguna bagi pegiat sosial, santri, akademisi, peneliti, aktivis perempuan, dan seluruh lapisan masyarakat, khususnya bagi generasi keluarga besar jamiyyah perkumpulan di Nahdlatul Ulama di seantero Nusantara maupun yang ada di luar negeri, dan kader Fatayat NU untuk berjuang di masa depan.
Peresensi, Akhmad Syarief Kurniawan, Pengurus LTN NU Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung.
Identitas Buku:
Judul : Gerakan Perempuan Islam Moderat Sejarah Pimpinan Wilayah Fatayat Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta
Penulis : Akhiriyati Sundari, dkk
Penerbit : Lembaga Ladang Kata, Bantul, Jogjakarta kerjasama PW Fatayat NU DIY
Tahun Terbit : Maret, 2022
Tebal : xxiv + 224 Halaman
Nomor ISBN : 978-623-6386-37-8
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua