Tokoh

Abnar Romli: Santri Tebuireng, Aktivis Lesbumi, Sutradara Film Mak Lampir

Selasa, 3 Desember 2024 | 15:00 WIB

Abnar Romli: Santri Tebuireng, Aktivis Lesbumi, Sutradara Film Mak Lampir

Abnar Romli (Foto: https://www.indonesianfilmcenter.com/)

Bagi generasi 90-an, serial TV "Misteri Gunung Merapi" tentu bukan hal yang asing. Serial ini pertama kali tayang pada 1 November 1998. Menariknya, dalam beberapa episode, serial ini menyebutkan nama-nama lokasi di Tegal, seperti Pakembaran, Slawi, Kalisoka, Kali Gung, Gunung Slamet, Pandawa, hingga Alas Margasari. Tak hanya menyebutkan nama-nama tempat di Tegal, cerita ini juga menyebutkan tokoh dari Tegal, seperti Ki Gede Sebayu dan Pangeran Purbaya, ke dalam alur ceritanya.


Usut punya usut, serial yang berkisah tentang sosok Mak Lampir ini disutradarai oleh M. Abnar Romli, pria kelahiran Tegal. Selain menyutradarai, M. Abnar Romli juga bertindak sebagai penulis cerita dan skenario. Tidak hanya "Misteri Gunung Merapi," M. Abnar Romli juga melahirkan berbagai film lainnya yang tak kalah menarik, seperti "Legenda Mahkota Majapahit", "Prahara Prabu Siliwangi", "Mayat Hidup", dan "Pancasona", serta masih banyak lagi


Abnar juga termasuk produktif dalam menulis karya fiksi. Cerpennya yang berjudul "Penjual Kapas" dimuat dalam buku Cerita Pendek Indonesia ke 4 (1979). Dalam antologi cerpen ini dimuat cerpen-cerpen pengarang Indonesia kelahiran 1942-1962, di antaranya Putu Wijaya, Hamzah Rangkuti, Kuntowijoyo, Seno Gumira Ajidarma, dan lain sebagainya.


Kumpulan cerpen tersebut disusun oleh Satyagraha dan diterbitkan oleh Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia serta Daerah, yang berada di bawah naungan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.


Sebelumnya, cerpen "Penjual Kapas" ini dimuat di majalah Horison (majalah sastra yang dipimpin oleh H.B. Jassin dan Mochtar Lubis) nomor 2 tahun 1967 (15 Februari 1967). Cerpen ini mendapatkan penghargaan Hadiah Horison tahun 1966-1967 untuk kategori cerpen yang mendapat pujian dari redaksi. Oleh Ajip Rosidi, cerpen tersebut dimasukan ke dalam antologi Langit Biru, Laut Biru (1977). Antologi ini memuat sajak, cerpen, penggalan roman, dan esai serta kritik antara tahun 1966 - 1976, dalam antologi tersebut juga terdapat karya H.B. Jassin, Mochtar Lubis, A.A. Navis.


Selain tulisan Abnar, dalam majalah Horison edisi tersebut juga dimuat tulisan Soe Hok Djin (Catatan Kebudayaan), Rainer Maria Rilke (Kepada Penyair Muda), B. Jass (Bangkai Seekor Nyamuk), D.A. Somad (Pulau Pandan Jauh di Tengah), Subagio Sastrowardoyo (Sajak-sajak), Goenawan Mohamad (Sebuah Interpretasi/Sorotan), Seami (Nakamitsu), Aoh K. Hadimadja (Daerah dan Angkatan 66), O. Henry (Daun yang Terakhir). Pada edisi tersebut Goenawan Mohamad masuk menjadi anggota redaksi menggantikan DS Mulyanto. Ia membantu tugas Lie Boen Liok dan Djufri Tanissan.


Karya lainnya dari Abnar Romli yaitu naskah drama satu babak Perlawanan (1967). Lalu novel Orang-orang yang Terhormat (terbit tahun 1967, pada tahun 1974 dilarang terbit oleh Orde Baru), novel Willem Best (1969), novel Saat Badai Mengamuk (1973), novel Keramat Maulana Putih (2023).


Kelahiran Tegal
M. Abnar Romli, atau nama lengkapnya Muhammad Abu Nawar Romli, lahir di Desa Pakembaran, Kecamatan Slawi, Kabupaten Tegal, pada 13 Maret 1943. Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar pada tahun 1958, ia melanjutkan studi di sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) di kota asalnya. Kebiasaan mendengarkan dongeng sebelum tidur yang diceritakan oleh ibunya menumbuhkan cita-cita M. Abnar Romli sejak kecil untuk menjadi penulis buku fiksi dan sutradara film.


Nyantri di Jombang
Namun, cita-cita M. Abnar Romli bertolak belakang dengan harapan orang tuanya. Sang ayah menginginkannya menjadi seorang kiai. Karena itu, meskipun baru 1,5 tahun menempuh pendidikan di PGA, pada tahun 1960 ayahnya memutuskan untuk mengirimkan M. Abnar Romli ke Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur.


Meskipun menjalani kehidupan di pesantren dengan rutinitas belajar agama setiap hari, M. Abnar Romli tetap menjaga dan memperjuangkan cita-citanya untuk menjadi pengarang dan sutradara film. Selain tekun mempelajari ilmu agama seperti santri lainnya, ia juga aktif menulis cerpen dan karya-karya lainnya. Dari Pesantren Tebuireng, M. Abnar Romli kemudian pindah ke Pesantren Seblak, yang lokasinya tidak jauh dari Tebuireng.


Pesantren Seblak didirikan oleh KH Ma’shum Ali, yang merupakan menantu dari KH Hasyim Asy’ari. KH Ma’shum Ali dikenal luas sebagai penulis kitab Amtsilah At-Tashrifiyah, sebuah karya yang sangat populer di kalangan pesantren dan madrasah diniyah. Para santri sering menyebut kitab ini dengan nama “Tasripan.”


Pada tahun 1965, setelah menyelesaikan pendidikannya di Pesantren Seblak, M. Abnar Romli kembali melanjutkan nyantri di Pesantren Tebuireng. Dua tahun kemudian, pada 1967, ia meninggalkan Pesantren Tebuireng. Setelah kembali ke kampung halamannya di Slawi, ia aktif memimpin LESBUMI (Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia) Kabupaten Tegal.


Merantau ke Jakarta
Pada tahun 1970, M. Abnar Romli merantau ke Jakarta untuk mengejar impiannya menjadi sutradara film. Langkah awalnya dimulai dengan mendirikan grup drama bernama "Teater Pembina," yang aktif mengisi program di TVRI Jakarta, termasuk drama Mimbar Agama Islam dan drama remaja. Pada tahun 1971, ia mencoba peruntungan dengan melamar pekerjaan di PT Agora Film, sebuah perusahaan produksi film layar lebar yang dipimpin oleh aktor terkenal Bambang Irawan.


Awalnya, M. Abnar Romli bekerja sebagai juru catat adegan. Setahun kemudian, ia dipromosikan menjadi Asisten Sutradara. Pada tahun 1974, PT Sapta Yanuar Film memberikan kepercayaan penuh kepadanya untuk menjadi sutradara utama. Ia pun menyutradarai film layar lebar berjudul Dimadu, dengan skenario yang ditulisnya sendiri.


Film perdananya, Dimadu, sukses besar di pasaran. Setelah itu, M. Abnar Romli melanjutkan kiprahnya dengan menyutradarai Setitik Noda, produksi PT Sarinande Film. Ia kemudian mengarahkan berbagai film layar lebar lainnya.


Malik Ibnu Zaman, kelahiran Tegal Jawa Tengah. Malik menulis sejumlah cerpen, puisi, resensi, dan esai yang tersebar di beberapa media online