Tokoh Muslimat NU yang menjadi anggota Konstituante dan MPRS tahun 1966-1971. Lahir di Pariaman, Sumatra Barat, pada 27 April 1920.
<>
Nyai Aisyah Dahlan sangat aktif dalam kegiatan dakwah dan menjadi muballighah terkemuka, baik melalui mimbar dakwah maupun tulisan. Dalam kongres Muslimat NU tahun 1979 di Semarang, ia ditunjuk menjadi salah seorang ketua yang membidangi Dakwah.
Pada tahun 1969-1971, ia mengkoordinasikan berdirinya Ikatan Muallimah dan Muballighah (penceramah dan guru agama wanita) dan tahun 1980 memprakarsai berdirinya Himpunan Dakwah Muslimat Indonesia, disingkat Nadwah, sesuai dengan amanah Kongres X Muslimat NU di Semarang.
Selama aktif di Muslimat NU, ia banyak merintis berdirinya sekolah-sekolah di bawah naungan Muslimat NU. Beberapa lembaga pendidikan yang didirikan dan dipimpinnya adalah lembaga pendidikan di lingkungan Istiqlal, seperti TK, SD, dan Tsanawiyah Istiqlal, Taman Remaja Istiqlal, Perguruan Tinggi/Pesantren dan Akademi Dakwah Istiqlal, dan Pengajian Ibu-ibu Istiqlal.
Selain itu, ia juga menjadi dosen di pesantren Luhur dan Akademi Dakwah Istiqlal Jakarta dan Akademi Dakwah dan Publisitas di Jakarta.
Beberapa karya tulisannya antara lain Sejarah Lahirnya Muslimat NU di Indonesia (1955), Membina Rumah Tangga Bahagia (1969), Fatahillah dan Jayakarta (1970), Nabi Muhammad Saw. Rasul dan Pemimpin Ummat (1971), Membina Kehidupan Beragama dalam Keluarga (1973), Menuju Keluarga Sejahtera Bahagia (1974), Wanita antara Monarche dan Monopouse (1978), dan Seratus Tahun Ibu Kartini (1979) yang disusun bersama tokoh Muslimat NU lainnya.
Pendidikannya ditempuh di Meisjes Vervolgschool Pariaman, Sekolah Agama Thawalib dan Bovenbouw Darul Maarif di Pariaman, selain mengikuti kursus politik, organisasi dan latihan kepemimpinan dan masuk Academic Training Course serta Sekolah Guru Islamic College Padang. Dasar pendidikan yang dimilikinya ini sangat menunjang berbagai aktivitas yang dilakukan.
Semasa di Sumatra Barat, ia telah aktif sebagai pendidik pada sekolah Thawalib di Padusunan, sekolah Thawalib Putri di Padang, lalu menjadi kepala sekolah Taman Pendidikan Islam di Air Bangis (Sumatra Barat).
Sebagai ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) putri Sumatra Barat dan Sumatra Tengah, ia menjadi utusan dalam sebuah kongres GPII di Jakarta. Dalam kesempatan tersebut, ia bertemu dengan banyak tokoh dan salah satunya adalah pejabat Depag.
Ia kemudian ditawari seorang pejabat untuk menjadi staf menteri agama yang saat itu dijabat KH Muhammad Dahlan. Tanpa berpikir panjang, tawaran tersebut diterimanya.
Sang pejabat tadi ternyata memiliki maksud lain, yaitu sedang berusaha mencarikan jodoh bagi Kiai Muhammad Dahlan yang menduda setelah istrinya meninggal. Rencana ini didiskusikan dengan Rais ‘Am PBNU Kiai Wahab Hasbullah, yang menanggapinya dengan serius dan akhirnya pernikahan dapat dilangsungkan.
Atas keterlibatannya dalam bidang penerangan dan pendirian dapur umum ketika perang kemerdekaan, posisinya sebagai ketua GPII Putri Sumbar, dan perannya sebagai sekretaris Badan Pembantu Kecelakaan Korban Perang (BPKKP) selama masa pengungsian pada zaman Pemerintahan Darurat RI di Kota Tinggi Sumbar, ia menerima piagam penghargaan sebagai eksponen Pejuang 45. (Sumber: Ensiklopedi NU)
Terpopuler
1
Sosiolog Sebut Sikap Pamer dan Gaya Hidup Penyebab Maraknya Judi Online
2
Menkomdigi Laporkan 80 Ribu Anak Usia di Bawah 10 Tahun Terpapar Judi Online
3
Kabar Duka: KH Munsif Nachrowi Pendiri PMII Wafat
4
Besok Sunnah Puasa Ayyamul Bidh Jumadal Ula 1446 H, Berikut Niat dan Keutamaannya
5
Khutbah Jumat: Peran Ayah dalam Kehidupan Keluarga
6
Khutbah Jumat: Mari Selamatkan Diri dan Keluarga dari Bahaya Judi Online
Terkini
Lihat Semua