Warta

PMII Pertemukan Akbar, Gus Solah dan Rizal, Bahas Kepemimpinan Nasional

Kamis, 18 September 2008 | 02:11 WIB

Jakarta, NU Online
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) mempertemukan tiga tokoh nasional: Akbar Tandjung, KH Solahudin Wahid (Gus Solah) dan Rizal Malarangeng, di Galeri Cafe, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (17/9) kemarin.

Pertemuan ketiganya membahas masalah kepemimpinan nasional untuk mencapai perubahan bangsa. Topik itu cukup menarik terutama menjelang Pemilu 2009 menyusul banyaknya tokoh yang ingin maju sebagai calon presiden.<>

Gus Solah yang mengawali diskusi tersebut, menekankan pentingnya segera dilakukan perbaikan birokrasi dan prioritas pendidikan. Ia meminta agar pemerintah memperhatikan kesejahteraan guru bantu swasta, bukan hanya guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS).

"Jangan hanya guru PNS yang dinaikan gajinya. 1 juta dari 2,8 juta guru adalah guru swasta yang banyak bekerja di pelosok-pelosok," ungkap Gus Solah yang juga mantan calon wakil presiden pada Pemilu 2004 silam.

Rizal berpendapat lain. Ia mengatakan, "Jangankan sekian juta, satu juta pun asalkan memiliki pemikiran yang sama, luas dan terbuka saya yakin akan dapat merubah masa depan bangsa," ungkapnya.

Sementara, Akbar lebih menekankan pembahasannya pada persyaratan bagi partai politik yang mengusung calon presiden (capres). Syarat bahwa parpol harus memperoleh 30 persen suara, katanya, sangat mustahil. Bila diterapkan, justru hanya bisa menampilkan satu atau dua capres pada Pilpres 2009 mendatang.

"Kalau persyaratan dukungan untuk capres dan cawapres sebesar 30 persen, maka hanya ada dua capres yang akan maju, yaitu SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan Megawati Soekarnoputri," kata mantan ketua umum Partai Golkar itu.

Menurut Akbar, untuk menuju perubahan ke arah yang lebih baik, maka seharusnya persyaratan ideal untuk mendukung capres adalah 15 persen. "Sebab, akan ada calon alternatif, akan ada opsi-opsi munculnya calon pemimpin alternatif," jelasnya.

Selain itu, lanjut Akbar, persyaratan 30 persen justru membuat masyarakat tidak bisa menentukan pilihannya. Akibatnya, diprediksikan tingkat golput pada Pilpres 2009 akan mencapai 40 persen.

"Masyarakat sudah antipati. Tapi, kalau 15 persen, masyarakat akan lebih obyektif untuk memilih dengan calon-calon alternatif," imbuhnya. (dtc/rif)