Warta

Seniman Jepara Ikut Memeriahkan Tradisi Lomban

Kamis, 9 Oktober 2008 | 21:19 WIB

Jepara, NU Online
Bagi masyarakat pesisir pantai, tradisi lomban sangat dinanti-natikan. Hal itu tampak antusias penduduk sekitar pantai Kartini untuk mengikuti tradisi yang jatuh tujuh hari setelah Hari Raya Idul Fitri tersebut.

Lomban merupakan warisan nenek moyang, sebagai wujud syukur kepada Tuhan yang Maha Esa. Momentum itu dimanfaatkan seniman Jepara yang dituangkan dalam Prosesi Kupat Lepet 2008.<>

Prosesi Kupat Lepet digarap oleh Sanggar Kreatif Kalinyamat (SKT) pada (08/10) lalu. Sholikhul Huda, sutradara kegiatan itu, menyatakan, prosesi yang dipusatkan di Pantai Kartini ini disimbolisasikan dengan perebutan Gunungan Kupat Lepet.

"Perebutan Gunungan Kupat Lepet merupakan simbol pencarian berkah dan rejeki Tuhan sebagai kewajiban hidup manusia," kata Huda kepada Kontributor NU Online, Syaiful Mustaqim.

Ia menambahkan, Kupat Lepet adalah dua penganan yang mewakili perilaku manusia menuju fitrah (kesucian) dalam hubungan sesama manusia dan Tuhan.

Kupat (ngaku lepat—dalam bahasa Jawa), makanan yang terbuat dari beras ketan yang dibungkus anyaman janur itu melambangkan pangakuan khilaf yang pernah diperbuat. Sedangkan Lepet, makanan berisi ketan bercampur kelapa yang dibungkus janur dan diikat dengan tali bambu ini menandakan kesalahan yang telah dimaafkan.

Dalam kesempatan lain, Bupati Jepara, Hendro Martojo, juga angkat bicara. Menurutnya, melestarikan tradisi warisan leluhur yang ada diharapkan bisa tetap lestari dan berkembang turun temurun kepada generasi selanjutnya.

"Semoga tradisi warisan nenek moyang ini tetap lestari di masa-masa yang akan datang," ungkap Hendro di hadapan masyarakat pesisir pantai Kartini. (rif)