Daerah

Berbagai Tradisi Masyarakat Bungo Jambi Jelang Lebaran Idul Fitri yang Perkuat Kekeluargaan

Sabtu, 29 Maret 2025 | 19:30 WIB

Berbagai Tradisi Masyarakat Bungo Jambi Jelang Lebaran Idul Fitri yang Perkuat Kekeluargaan

Kincir ayunan serupa bianglala atau buae sedang dalam proses pengerjaan untuk didirikan. Ini menjadi salah satu tradisi unik di Bungo, Jambi, menjelang atau saat Lebaran Idul Fitri. (Foto: NU Online/Syarif)

Bungo, NU Online

Masyarakat Kabupaten Bungo, Jambi, memiliki beberapa tradisi untuk menyambut Lebaran Idul Fitri yang memiliki tujuan memperkuat persatuan dan kekeluargaan di tengah masyarakat.


Beberapa tradisi itu yakni kebersamaan dalam membuat kue, membersihkan kuburan, membuat jadah/dodol, kincir ayunan, dan menyembelih kerbau bersama.


Berdasarkan pantauan NU Online di sepanjang jalan yang melewati Kecamatan Bungo Dani, Kecamatan Batin VII, Kecamatan Rantau Pandan, dan Kecamatan Batin III Ulu, tampak sangat banyak kincir ayunan untuk anak-anak yang berdiri kokoh.


Menurut Abdurrahman (32), warga Dusun Karak Apung, Kecamatan Batin III Ulu, Kabupaten Bungo, kincir ayunan dibuat oleh para pemuda secara bergotong royong. Mulai dari iuran dana, mencari kayu, mendirikan, hingga membongkarnya.


Kincir ayunan itu menyerupai bianglala, satu wahana legendaris yang juga disebut oleh sebagian masyarakat Karak Apung sebagai buae. Hingga saat ini, buae masih menjadi wahana paling ikonik di Bungo yang banyak ditemukan di desa-desa.


"Ada beberapa tradisi dusun yang buat rindu, salah satunya buae. Ini hampir setiap Lebaran ada. Buat hiburan anak-anak, khususnya yang pulang dari rantau. Untuk memperkuat persatuan pemuda juga, kerja sama setiap hari," jelasnya kepada NU Online, pada Sabtu (29/03/2025).


Ia menjelaskan, buae atau bianglala akan mulai dibuka setelah shalat Idul Fitri. Setiap anak yang ingin naik, terlebih dahulu membeli karcis di panitia yang berada di depan lokasi. Umumnya dijaga oleh beberapa pemudi dengan harga cukup murah, hanya Rp2000.


"Nanti yang telah membeli karcis akan masuk ke kotak ayunan dan berputar selama 20 kali. Kegiatan ini berlangsung siang dan malam,"katanya.


Abdurrahman menambahkan, tradisi selanjutnya yang ia rindukan ketika berada di Jawa Timur yaitu membuat jadah atau dodol bersama keluarga. Momentum kegiatan ini dilakukan di akhir Ramadhan untuk makanan ketika kumpul di lebaran.


Bagi Abdurrahman, suasana kekeluargaan sangat terasa ketika proses membuat jadah ini. Dimulai dari memasak minyak jelantah dari santan kelapa hingga muncul minyaknya yang dilakukan kaum ibu-ibu.


Sementara itu, tim keluarga yang laki-laki menyiapkan tungku perapian dan mencari kayu bakar. Tungku ini berbagai model, ada yang dari besi, baja, batang pisang hingga tanah yang dilubangi. Lalu ibu-ibu mulai memasukkan tepung, minyak, dan gula ke dalam kuali besar.


"Tugas lelaki yaitu mengaduk jadah terus menerus kurang lebih selama empat jam agar tidak gosong. Di sini terlihat kekeluargaan yang kompak, karena saling mengisi dan membantu. Biasanya mulai buat jadah setelah keluarga pada kumpul, dari rantau sudah pulang," imbuhnya.


Setelah semua matang, kata Abdurrahman, ibu-ibu mulai bekerja lagi memasukkan jadah ke wadah yang dibuat dari anyaman daun humbae. Namun, ada juga yang memasukkannya ke bambu dan plastik bening ukuran satu kilo.


"Jadah ini jadi menu wajib, karena tahan cukup lama dan disukai berbagai kalangan. Jadi oleh-oleh ketika keluarga balik ke rantau," ujaranya.


Zaharuddin, warga setempat menceritakan tradisi di daerahnya ini memiliki kategori usia bervariasi. Untuk bianglala, khusus dikelola oleh pemuda-pemudi yang belum menikah. Sedangkan untuk tradisi membuat jadah dilakukan oleh kelompok orang yang sudah menikah. Pemuda terkadang hanya bantu di bagian mengaduknya saja.


"Ada satu tradisi yang khusus dilakukan oleh pria dewasa yang sudah menikah yaitu menyembelih kerbau atau mantae kerbau,"ujarnya.


Zaharuddin menjelaskan, untuk proses pembelian kerbau, setiap warga melakukan iuran dengan nominal tertentu. Hasil iuran tersebut akan dibelikan kerbau yang dipotong sehari atau dua hari sebelum hari raya. Dengan tujuan, ketika Idul Fitri warga tidak bingung membeli daging.


"Daging kerbau dibagi rata sesuai jumlah yang iuran. Semisal ada 60 orang yang ikut iuran, dalam bagian tersebut ada bagian daging, isi perut dan lainnya. Agar adil," tutupnya.