Daerah

Didatangi TNI, Petani Pundenrejo Pati Khawatir Tentara Jadi Beking Pengusaha dalam Sengketa Lahan

Sabtu, 29 Maret 2025 | 14:00 WIB

Didatangi TNI, Petani Pundenrejo Pati Khawatir Tentara Jadi Beking Pengusaha dalam Sengketa Lahan

Momen personel TNI mendatangi rumah petani Pundenrejo, Tayu, Pati, Jawa Tengah. (Foto: dok. petani Pundenrejo)

Pati, NU Online

Petani di Desa Pundenrejo, yang terlibat dalam sengketa lahan dengan PT Laju Perdana Indah (LPI) atau Pabrik Gula (PG) Pakis, secara tiba-tiba didatangi para personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari Koramil 03/Tayu, Pati, Jawa Tengah, pada Kamis (27/3/2025).


Kedatangan para tentara, lengkap dengan seragam loreng dan sepatu PDL hitam itu meresahkan para petani.


Salah seorang Petani Pundenrejo Supeno mengatakan, secara tiba-tiba Babinsa dari seluruh Kecamatan Tayu mendatanginya bersama para petani yang lain.


Ia menjelaskan, ada dua orang tentara yang menemuinya secara langsung. Sementara tentara yang lain menyebar ke sejumlah rumah petani lain yang berada di tanah sengketa.


“Yang di sini dua orang. Yang di sana-sana (didatangi tentara) tiap rumah yang ada sengketa lahannya,” jelas Supeno, saat diwawancarai NU Online di rumahnya di Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Pati, Jawa Tengah, pada Jumat (28/3/2025).


Supeno mengaku tidak mengetahui secara pasti tujuan para tentara tersebut. Namun ia sempat ditanya soal status tanah yang dipersengketakan, rumah, istri, dan rumah warga lain. Menurut informasi yang didapatnya, di tempat lain seperti di Dukuh Jering, Desa Pundenrejo, para tentara sempat melakukan intimidasi.


“Katanya yang di (Dusun) Jering itu ada yang meneror: 'Kalau kalian tidak pergi saya garuk. Saya gantol (robohkan) rumahmu kalau tidak mau diganti rugi,” ucapnya.


Pria berusia 57 tahun itu berharap, tentara dan polisi tidak membela salah satu pihak di antara rakyat atau PT LPI.


Ia menyayangkan karena dahulu sempat ada tentara dan polisi yang bekerja sama dengan PT LPI untuk mencabut spanduk yang berisi imbauan tanah sengketa harus diserahkan kepada rakyat pada 2023 silam.


“Tentara punya saya (rakyat), polisi juga punya saya (rakyat),” lanjutnya.


Supeno mengaku tak gentar atau khawatir didatangi tentara karena selama ini ia sering behadap-hadapan dengan aparat negara itu.


Namun, ia khawatir dwifungsi TNI kembali berfungsi. Menurutnya, dampak buruk dwifungsi TNI adalah para tentara bisa bergerak membekingi pengusaha, selain juga memiliki senjata.


“Kalau aparat dikasih kelonggaran biasanya membuat kewenangan sendiri,” ucapanya.

 

“Kita khawatir kalau dwifungsi berjalan. Memang ada (zaman Orde Baru) sengketa tanah di daerah utara Dukuh Jering, dulu pernah ada yang diculik. Sekarang tanahnya udah milik orang. Sebetulnya (itu) tanah gendom (tanah rampasan zaman penjajahan Belanda), tapi (mungkin) ada rekayasa dari kepala desa yang dulu itu,” lanjutnya.


Sementara itu, perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang Fajar Dhika mengungkapkan potret yang terjadi kepada para petani Pundenrejo di atas berpotensi terjadi di tempat lainnya. Apalagi pasca-disahkannya revisi Undang-Undang (UU) TNI yang di dalamnya berisi pasal mengenai Operasi Militer Selain Perang (OMSP).


Dampak dari pasal ini, rakyat yang hak-haknya dirampas berpotensi berhadapan dengan pihak militer. Padahal seharusnya di negara demokrasi, militer tidak berada dalam ranah-ranah sipil.


Menurutnya, penyelesaian konflik agraria di Pundenrejo merupakan kewajiban Kementerian ATR/BPN dari pusat hingga kabupaten. Keterlibatan militer dalam kasus tersebut berpotensi memperkeruh konflik agraria.


“Di beberapa lokasi misalnya, dalam proyek food estate, militer justru menjadi aktor yang menyingkirkan hak-hak masyarakat adat atas tanah ulayatnya,” ujarnya.


NU Online telah mendatangi dan meminta konfirmasi pihak Koramil 03/Tayu dan Kodim 0718/Pati. Namun mereka menolak hasil wawancaranya dipublikasikan.