Fragmen

Openbaar Vergadering Nahdlatoel Oelama

Selasa, 16 Januari 2018 | 08:04 WIB

Openbaar Vergadering Nahdlatoel Oelama

KH Ruhiat, tokoh NU asal Tasikmalaya sedang mengajar santri-santrinya

Di dalam majalah Swara Nahdlatoel Oelama, Oetoesan Nahdlatoel Oelama dan Berita Nahdlatoel Oelama akan ditemukan openbaar vergadering. Begitu dalam majalah yang diterbitkan Cabang NU Tasikmalaya, Al-Mawaidz. 

Ini adalah cara-cara NU untuk eksistensi pada awal pertumbuhan. Hampir setiap Cabang NU melakukan hal ini. tidak hanya di Jawa, tapi mulai dari Ampenan hingga di Borneo (Kalimantan). 

Openbaar Vergadering adalah pertemuan terbuka. Sebelum paertemuan, biasanya dipublikasikan di majalah atau koran sebagai undangan terbuka tanpa batasan kalangan yang hadir. Istilah tersebut digunakan majalah NU dari 1930-an hingga 1940-an.

Sebagaimana acara-acara NU hari ini, Openbaar Vergadering dimulai dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an.  

Di dalam Openbaar Vergadering ini, seorang voorzitter (ketua) atau bestuur (pengurus) NU menjelaskan maksud dan tujuan serta cita-cita NU berdiri. Kemudian satu per satu kiai NU menjelaskan ajaran-ajaran agama Islam.  

Di dalam pertemuan itu pula NU menyangkal tuduhan-tuduhan pihak luar yang menejelek-jelekkan NU. Di Tasikmalaya misalnya Openbaar Vergadering dijadikan sarana menjelaskan kepada publik atas tuduhan NU menyebarkan agama merah.

Majalah mingguan NU Tasikmalaya Al-Mawaidz No 20 edisi 26 Desember 1933 tahun ke-1 melaporkan bahwa di sekitar daerah Citanduy ada membicarakan NU di belakang, tak berani berhadapan langsung dengan pengurus NU. Mereka menyebut NU menyebarkan agama beureum (agama merah).

Padahal ajengan-ajengan dan pengurus NU jika menjelaskan agama selalu bersumber dari Al-Qur’an dengan menyebut surat berikut ayatnya. Jika mengutip sebuah kitab, disebut pengarangnya, jilidnya, halamannya, nomornya, juga titimangsanya. Hal ini memang dipertegas kepada para ajengan NU supaya apa yang mereka katakan itu tidak dianggap mengada-ada. Dengan demikian bisa terukur dan diketahui oleh semua orang. Jika ada kekliruan juga bisa dikoreksi secara terbuka. 

Pada Openbaar Vergadering, biasanya NU mengundang wedana, camat, bupati, mantri polisi untuk hadir. Tak hanya itu, mereka juga mengundang pers. Tak heran, makanya beberapa kegiatan NU ada di surat kabar Sipatahoenan dan Shin Po dan koran-koran lain.

Dalam laporan Berita Nahdlatoel Oelama maupun Al-Mawaidz, Openbaar Vergadering NU sering dihadiri ribuan umat Islam. di Cirebon sampai dihadiri 6-7 ribu orang (lihat Berita Nahdlatoel Oelama No 24 tahun ke-6 edisi 15 Oktober 1937). 

Di Indramayu, karena dihadiri sekitar 6-7 ribu orang, Openbaar Vergadering NU hampir dibubarkan polisi. Untung Asisten Wedana Cirebon membantu meyakinkan polisi bahwa kegiatan itu aman terkendali dan jauh dari politik.

Sebagaimana diketahui, waktu itu, rapat-rapat terbuka seperti itu sebenarnya susah mendapatkan izin. Namun NU selalu meyakinkan bahwa organisasinya hanya membicarakan masalah keagaman, zonder politik. (Abdullah Alawi)