Ajie Najmuddin
Kontributor
Nukhbah, begitu sapaan akrabnya, merupakan perwakilan dari Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kota Surakarta. Di Kota Bengawan tersebut, ia pernah menjadi Ketua PC PMII periode 1982-1983.
“Alhamdulillah, kerja keras seluruh komponen PMII Surakarta selesai dan dipresentasikan di Kongres PMII Surabaya tahun 1988. Saya ingat betul, datang ke arena Kongres malam hari, bayar uang bakti Kongres dan dapat ikut Kongres. Kemudian pagi dan siang harinya saya presentasikan dalam forum. Naskah yang kami presentasikan dalam forum dianggap paling orisinil dibanding dengan naskah NDP dari cabang lain,” kenang Nukhbah, yang kini menjadi pengasuh Pesantren As-Shobirin dan Puket Bidang Akademik STAIMA Cirebon.
Kenangan momen yang diingat Nukhbah tersebut, rupanya juga terdokumentasikan dalam buku PMII dalam Simpul-simpul Sejarah Perjuangan (Fauzan Alfas, 2004) Dalam buku tersebut, diterangkan peran Nukhbah (dalam dokumen tersebut namanya tertulis Nukbah El-Mankhub) bersama pengurus PMII Cabang Surakarta lainnya, sebagai tim yang membantu menyiapkan bahan NDP PMII.
“Penulisan rancangan NDP PMII (sudah) diniati (sejak lama), karena berkali-kali Kongres PMII, mulai dari periode Sahabat Ahmad Bagdja, Muhyidin Arubusman, sampai dengan Kongres tahun 1985 di Bandung yang memilih Suryadarma Ali,” kata Nukhbah.
Selama beberapa masa kepengurusan itu pula, perumusan NDP PMII terus mengalami perkembangan untuk disempurnakan hingga menjadi seperti yang sekarang diajarkan dalam materi pengkaderan formal PMII, seperti Mapaba dan lain-lain.
NDP atau yang kini dikenal dengan kepanjangan Nilai Dasar Pergerakan PMII, dalam kedudukannya bagi kader PMII, merupakan landasan teologis, normatif, dan etis dalam pola pikir dan perilaku warga PMII.
Dari keputusan Kongres tersebut kemudian PB PMII memberikan mandat kepada sejumlah cabang, di antaranya Surakarta untuk menyiapkan bahan, guna melengkapi dan menyusun secara utuh dan menyeluruh NDP PMII. Melalui SK No. 019/ PB-IX/IV/1986 disusunlah tim sebagai berikut:
1. Ketua: Nukbah El-Mankhub
Kemudian juga ditunjuk sejumlah narasumber, yakni para ulama dan tokoh NU Surakarta pada masa itu, yakni: KH Abdurrochim (Rais Syuriah PCNU Solo), KH Yasin (kiai sepuh, tokoh NU Surakarta, menantu KH Manshur Popongan), KH Baidlawi Syamsuri LC (Pengajar di Pesantren Al Muayyad Solo, kelak menjadi pengasuh Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo), KH Drs Luqman Suryani (PCNU Surakarta, Pengasuh Pesantren Suryani, Pegawai Depag, Dosen UNNU Surakarta), KH Slamet Iskandar (PCNU Surakarta, Guru di MA Al Muayyad, Dosen di UNU Surakarta dan IAIN Walisongo Semarang), KH Sholeh Mahfud, dan Nurtontowi, BA
Proses Awal
Sejak dibentuk tim pasca-Kongres di Bandung ini, PMII Surakarta giat menyelenggarakan diskusi dan lokakarya. Tentu geliat pergerakan ini menjadi sebuah perkembangan yang baik bagi para kader PMII di Kota Bengawan tersebut, mengingat para periode sebelumnya, PMII Surakarta sempat vakum selama 6 tahun (1972-1978).
“Diskusi dan lokakarya, bukan hanya (membahas) NDP. PMII Solo bekerjasama dengan Semarang dan Yogyakarta, juga menyusun (naskah) Sejarah PMII yang diberi judul Fragmen Seperempat Abad PMII 1960-1985. Selain itu juga panduan Latihan Kader dan Instruktur,” ungkap Nukhbah.
Lalu, mengapa PMII Cabang Kota Surakarta yang dipilih untuk perumusan awal NDP PMI ini? A.Taufiq Hidayat, sekretaris tim perumus NDP, mengungkapkan alasan pemilihan cabang Surakarta, yakni sejak awal memang gagasan ini berasal dari PMII Kota Surakarta atau sering disebut juga Kota Solo.
“Mengapa Solo? Karena gagasan awal (memang) berangkat dari PC (PMII) Solo. Solo mengawali proses penyusunan awal dengan diskusi tingkat lokal, kemudian menyelenggarakan lokakarya dengan mengundang cabang-cabang lain. Setelah digodog, konsep diserahkan kepada PB PMII, dan dibawa ke Kongres di Surabaya,” terang Taufik, yang kini aktif di LP2M UNU Surakarta.
Sedangkan menurut penuturan Wakil Rais Syuriah PWNU Jateng KH M Dian Nafi’, yang kala itu menjadi wakil ketua tim perumus NDP, Kota Surakarta (bersama Jember dan Yogyakarta) dipilih sebab pada saat itu di Kota Solo terdapat cukup banyak tokoh ulama besar yang juga sekaligus sebagai akademisi.
“Solo juga cukup diuntungkan karena banyak ragam wadah pergerakan mahasiswa di Solo, sehingga banyak tantangan sekaligus wawasan. Di masa itu, masih banyak kiai sekaligus akademisi yang masih sugeng, seperti KH Baidlowi, KH Luqman Suryani, H. Mustahal Ahmad, KH Slamet Iskandar, juga kiai sepuh seperti KH Yasin, KH Abdurrochim, dan lainnya,” terang Kiai Dian, yang kini menjadi pengasuh Pesantren Al-Muayyad Windan.
Peran para kader PMII Surakarta dalam perumusan NDP ini bak mengulang sejarah awal berdirinya PMII pada tahun 1960. Pada saat pendeklarasian lahirnya PMII, terdapat 3 orang wakil dari Surakarta.
Kemudian, mengenai dinamika proses perumusan NDP PMII, mulai dari tim Solo hingga akhirnya diputuskan di Kongres PMII tahun 1988, insyaallah akan penulis paparkan di tulisan berikutnya.
Penulis: Ajie Najmuddin
Sumber:
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
250 Santri Ikuti OSN Zona Jateng-DIY di Temanggung Jelang 100 Tahun Pesantren Al-Falah Ploso
Terkini
Lihat Semua