7 Tuntutan Sarbumusi dalam RUU PPRT, dari Upah Minimum hingga Batasan Usia
Jumat, 27 Januari 2023 | 15:30 WIB
Aru Lego Triono
Penulis
Jakarta, NU Online
Federasi Transportasi, Pendidikan dan Informal (F-TPI) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Nahdlatul Ulama mengapresiasi pemerintah Indonesia karena telah mengawal Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang selama 19 tahun belum kunjung disahkan.
Ketua Umum F-TPI Sarbumusi NU Fika Taufiqurrohman menyebut bahwa pihaknya memiliki 7 tuntutan agar bisa diakomodasi dalam RUU PPRT pada saat pembahasan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Ketujuh tuntutan itu di antaranya mengenai upah minimum dan batasan usia bagi PRT.
1. Upah Minimum Selaras Konvensi ILO 198
Fika menegaskan, RUU PPRT harus selaras dengan Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO 189 tentang pekerjaan yang layak bagi PRT.
Karena itu, kata Fika, F-TPI Sarbumusi NU menuntut RUU PPRT agar mengatur upah minimum kabupaten (UMK). Ia menjelaskan, negara-negara lain telah menerapkan upah minimum bagi PRT.
"Sedangkan upah PRT di Indonesia terlalu kecil. PRT juga berhak mengatur kesepakatan kerja dengan pemberi kerja sesuai upah yang diterima," kata Fika kepada NU Online melalui keterangan tertulis, Jumat (27/1/2023).
2. Standar Upah Minimum PRT
F-TPI Sarbumusi NU juga mendorong agar di dalam RUU PPRT diatur soal upah PRT minimal, sesuai standar UMK, dan bukan hanya sekadar kesepakatan antara PRT dengan pemberi kerja.
Menurut Fika, beberapa negara telah mengatur standar upah minimum PRT sedangkan upah PRT di Indonesia jauh dari kata layak sehingga perlu ada ketentuan upah minimum PRT.
"Sebagai tambahan, PRT berhak memperoleh THR (tunjangan hari raya) sebesar 1 kali upah bulanan," tegas Fika.
3. Pembatasan Waktu Kerja
RUU PPRT juga perlu mengatur pembatasan waktu kerja, beban kerja, istirahat harian, hari libur, cuti sakit, dan cuti liburan. Fika menjelaskan, apabila PRT bekerja melebihi batas waktu yang telah ditentukan maka PRT berhak memperoleh uang tambahan.
4. Perlindungan Sosial
Fika menegaskan bahwa perlindungan sosial bagi PRT merupakan suatu keniscayaan. Untuk itu, pemberi kerja berkewajiban memberikan perlindungan sosial kepada PRT.
“PRT perlu memperoleh perlindungan sosial, jaminan kesehatan (BPJS Kesehatan), jaminan ketenagakerjaan (BPJS TK). Pemberi kerja berkewajiban membayar iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan PRT,” jelas Fika.
F-TPI Sarbumusi berharap agar RUU PPRT mengatur kewenangan pengawasan oleh pemerintah dan sanksi tegas kepada penyalur dan pemberi kerja PRT. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi tindakan kekerasan, diskriminasi, pelecehan, perendahan profesi, dan tidak dibayarnya upah maupun jaminan sosial PRT.
5. Pengawasan Ketat dan Sanksi Tegas
Di dalam RUU PPRT, menurut Fika, juga perlu diatur soal ketentuan pengawasan yang ketat oleh pemerintah dan sanksi tegas. Pengawasan dan sanksi tegas ini untuk mengantisipasi tindakan penyalur dan pemberi kerja PRT yang nakal.
"Pengawasan ketat oleh pemerintah dan sanksi tegas agar dapat memberikan perlindungan PRT dan memberikan efek jera kepada penyalur dan pemberi kerja PRT,” jelas Fika.
6. Batasan Usia Kerja
Fika menegaskan, usia PRT perlu dibatasi minimal berusia 18 tahun. Selain itu, ia berharap pemerintah dapat meningkatkan keterampilan dan melakukan upaya sertifikasi profesi sehingga PRT dapat bekerja secara baik, kompetitif, dan kompeten.
“RUU PPRT perlu membatasi usia PRT minimal 18 tahun," katanya.
7. Tingkatkan Kompetensi PRT
F-TPI Sarbumusi mendorong pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan untuk meningkatkan kompetensi PRT di Balai Latihan Kerja (BLK). Dalam hal ini, Kemnaker dapat bekerja sama dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan (Lembaga Sertifikasi Profesi) LSP untuk melakukan sertifikasi terhadap profesi PRT.
"Apabila hal tersebut dilakukan, maka keberpihakan pemerintah atas nasib PRT bukan isapan jempol belaka,” ucap Fika.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menegaskan komitmen dan upaya keras untuk memberikan perlindungan terhadap PRT. Ia mendorong jajaran terkait untuk mendorong percepatan penetapan UU PPRT.
“Untuk mempercepat penetapan Undang-Undang PPRT ini saya perintahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Ketenagakerjaan untuk segera melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR dan dengan semua stakeholder,” ujar Jokowi.
“RUU PPRT sudah masuk dalam daftar RUU prioritas di tahun 2023 dan akan menjadi inisiatif DPR.” imbuhnya.
RUU PPRT sudah lebih dari 19 tahun belum disahkan dan hukum ketenagakerjaan di Indonesia saat ini tidak secara khusus dan tegas mengatur tentang pekerja rumah tangga.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Aiz Luthfi
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua