Jakarta, NU Online
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) terus berinovasi mengembangkan sistem pertanian. Upaya itu dilakukan Kementan dengan meluncurkan Kartu Tani.
Kehadiran kartu yang didesain berupa ATM tersebut bertujuan agar kehidupan petani di Indonesia semakin sejahtera dan leluasa menjual hasil panen.
Dosen Teknologi Agroindustri Universitas Nahdlatul Ulama (Unusia) Jakarta, Adrinoviarini mengapresiasi langkah pemerintah. Namun, ia mengingatkan agar hadirnya kartu tersebut dibarengi dengan komitmen pemerintah untuk memproteksi petani di Indonesia. Misalnya, dengan mendorong masyarakat untuk merubah cara pandangnya kepada petani.
“Kenapa sih (petani) harus dilindungi? karena dia yang memproduksi pangan untuk kita. Kalau semuanya tidak mau jadi petani siapa yang memproduksi pangan, jadi harus ada proteksi pemerintah untuk melindungi kita, di Negara-negara lain juga petani di proteksi," tandasnya.
Dikatakan, petani itu dibilang tulang punggung iya, tapi di kita, kalau misalnya hasil panennya dijual dengan harga yang tinggi semua orang teriak, sementara semua orang kita mengaku sepakat dorong pemerintah sejahterakan petani.
Alumni Fakultas Pertanian UGM ini menjelaskan, salah satu persoalan yang kerap dikeluhkan para petani antara lain langka dan mahalnya pupuk. Menurutnya, petani di masyarakat ada dua golongan pertama mereka yang menjadikan kegiatan tani sebagai mata pencaharian utama kedua mereka yang berwirausaha di bidang pertanian.
Menurut Rini, yang menjadi korban pada masalah tersebut adalah petani yang menggantungkan hidupnya dengan bertani. Makanya ia bersyukur ada pemerintah telah berupaya membuar Kartu Tani, dengan begitu bantuan pemerintah bisa tepat sasaran.
“Dengan kartu tani, petani yang menjadikan kegiatan pertanian sebagai mata pencaharian yang utama jelas terbantu. Ini loh petani yang memang mata pencaharian dia petani bukan pengusaha tani,” tuturnya kepada NU Online di Kampus Unusia Jakarta, Pegangsaan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (24/8) kemarin.
Selain itu, ia mengusulkan pemerintah untuk terus berusaha memotong mata rantai distribusi hasil panen. Selama ini, petani harus melewati beberapa tahapan agar hasil pertaniannya bisa terjual dan dinikmati para konsumen. Saat ini petani di Indonesia masih menggunakan mata rantai yang panjang, antara lain petani harus ke tengkulak terlebih dahulu, setelah itu barulah tengkulak ke pasar, dari pasar barulah sampai di penjual, dari penjual ke pembeli.
“Ini rantainya panjang, ini berimbas dengan harga,” katanya.
Ia mengajukan kepada Kementan untuk bekerja sama dengan situs penjualan online seperti Tokopedia, Shopee, dan situs penjualan lain yang bisa menyediakan produk pertanian. Dengan hadirnya kartu tani kata dia bisa mempercepat proses itu sehingga para petani bisa menjual dagangannya ke penjual secara langsung melalui situs belanja online.
“Karena sekarang sedang digalakkan juga revolusi industri 4.0, dan kita juga sudah punya banyak perusahaan jual beli online yang menjual hasil tani,” ucapnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy menjelaskan manfaat hadirnya Kartu Tani.
Menurut dia, Kartu Tani berguna untuk kepastian memperoleh pupuk, menjual hasil pertanian tanpa perantara, memudahkan pembayaran kredit usaha, dan memudahkan mendapatkan bantuan sosial.
Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Muiz