Nasional

Guru Ngaji Adalah Rakyat, Negara Wajib Menjamin Haknya

NU Online  ·  Rabu, 24 Desember 2025 | 09:00 WIB

Guru Ngaji Adalah Rakyat, Negara Wajib Menjamin Haknya

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat peluncuran program Kado untuk Guru Ngaji: Perlindungan Sosial dan Hak Dasar Guru Keagamaan di Jakarta, Selasa (23/12/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kembali menegaskan perannya sebagai penggerak perlindungan sosial dengan meluncurkan program Kado untuk Guru Ngaji: Perlindungan Sosial dan Hak Dasar Guru Keagamaan.


Program ini dirancang untuk memperluas jangkauan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi para guru ngaji yang selama ini berkiprah di sektor informal.


Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengatakan, dalam waktu relatif singkat, target peserta program yang semula ditetapkan sebanyak 500 orang berhasil terlampaui jauh.


“Saat ini saja, hanya dalam beberapa hari, yang tadinya hanya ditargetkan 500 orang peserta, bisa digalang dan ternyata hasilnya lebih dari 10.700 peserta untuk BPJS,” ujar Gus Yahya di Hotel The Millenium Jakarta, Selasa (23/12/2025).


Menurut Gus Yahya, capaian tersebut merupakan hasil kerja kolektif organisasi yang patut disyukuri. Namun demikian, ia menegaskan bahwa pemenuhan seluruh kebutuhan dan hajat warga NU tidak mungkin sepenuhnya disediakan oleh NU sendiri.


“NU tidak memiliki sumber daya dan tidak berada dalam posisi untuk memobilisasi sumber daya bagi pemenuhan seluruh kebutuhan warga,” katanya.


Gus Yahya menambahkan, warga NU yang jumlahnya hampir separuh dari penduduk Indonesia pada hakikatnya adalah rakyat Indonesia. Karena itu, pemenuhan kebutuhan mereka juga merupakan bagian dari tanggung jawab negara.


“Pada saat yang sama, warga NU adalah rakyat Indonesia. Maka mereka semua ada di dalam tanggung jawab pemerintah Indonesia,” tegasnya.


Ia menjelaskan bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk memobilisasi sumber daya dan berkewajiban mentasharrufkannya bagi kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu, negara seharusnya bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia, termasuk warga NU.


“Di dalam realitas kita hari ini, itu jelas masuk akal karena pajak masuk ke kantong negara. Sementara NU hanya kadang-kadang saja mendapatkan bagian yang sedikit,” ucapnya.


Gus Yahya juga menyebut pemerintah tidak memiliki keterbatasan dalam menjangkau warga yang membutuhkan layanan. Hal itu tecermin dalam penyediaan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja informal, kelompok rentan, dan para guru ngaji.


Menurutnya, kendala utama terletak pada infrastruktur birokrasi yang belum sepenuhnya mampu menjangkau warga yang membutuhkan atau memiliki hak atas jaminan sosial tersebut. Selain itu, masih banyak warga yang belum memahami hak-hak mereka serta cara mengaksesnya.


“Guru-guru ngaji yang hadir di sini, saya mendapatkan laporan ada sekitar 500 orang. Saya yakin sebagian besar sebelumnya tidak mengerti bahwa guru ngaji berhak mendapatkan BPJS. Bahkan BPJS itu sendiri apa, mereka belum tentu mengerti,” pungkasnya.


Harap Negara tak pandang sebelah mata 

Guru ngaji asal Purwakarta Acep Munawar menyambut positif kerja sama antara PBNU dan BPJS Ketenagakerjaan. Menurutnya, program tersebut menjadi jembatan penting yang selama ini dinantikan para guru ngaji untuk merasakan kehadiran dan tanggung jawab negara.


"Secara umum, gerakan PBNU hari ini yang bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan sangat menolong guru ngaji. Kami merasa dijembatani oleh PBNU karena sejak lama kami ingin merasakan tanggung jawab negara kepada guru ngaji," ujarnya.


Ia menilai, program ini bukan sekadar bantuan administratif, tetapi bentuk pengakuan nyata atas eksistensi guru ngaji sebagai bagian dari anak bangsa. 


"Keberpihakan negara terhadap guru ngaji melalui program PBNU ini adalah bukti nyata bahwa kami merasa ada. Kami bagian dari anak bangsa ini, ikut menikmati dan merawat kemerdekaan. Dari guru ngaji, kami merawat negara. Indonesia akan terus mengaji,” katanya.


Namun demikian, Munawar menegaskan bahwa keberlanjutan program menjadi kunci. Menurutnya, negara perlu terus membuktikan keberpihakan kepada guru ngaji, salah satunya melalui jaminan sosial ketenagakerjaan. 


“Program BPJS Ketenagakerjaan melalui PBNU ini insyaallah sangat bermanfaat bagi guru ngaji,” ucapnya.


Ia mengungkapkan berbagai keluhan yang selama ini dirasakan guru ngaji. Meski konsisten menjalankan kewajiban mencerdaskan anak bangsa dan mendidik akhlak, perhatian negara terhadap hak-hak guru ngaji dinilai masih minim.


“Kami terus menjaga kewajiban sebagai warga negara yang baik. Tapi hak dari negara kepada guru ngaji masih perlu dipikirkan secara serius,” katanya.


Ia menjelaskan, persoalan legalitas juga menjadi tantangan tersendiri. Selama ini, banyak guru ngaji hanya memiliki surat keterangan (SK) dari kepala desa. Berbeda dengan guru ngaji di pesantren yang sudah memiliki payung hukum melalui Undang-Undang Pesantren dan pembinaan dari Kementerian Agama.


“Setiap pesantren pasti ada guru ngaji, tapi guru ngaji tidak selalu punya pesantren. Banyak yang mengajar di rumah, mushala, atau surau. Guru ngaji ini cikal bakal pesantren,” jelasnya.


Karena itu, Munawar berharap kerja sama PBNU dengan pemerintah, termasuk pemerintah daerah, dapat terus dijaga dan diperluas. Ia menegaskan agar negara tidak lagi memandang sebelah mata peran guru ngaji. 


“Harapannya, PBNU terus menjembatani guru ngaji dengan pemerintah daerah. Pemerintah harus menyadari bahwa guru ngaji itu ada, hidup, dan bekerja untuk masa depan bangsa,” pungkasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang