Nasional

Gus Yusuf Chudlori Tegaskan Santri Perlu Dilatih Kelola Sampah Sejak Dini

NU Online  ·  Selasa, 28 Oktober 2025 | 23:45 WIB

Gus Yusuf Chudlori Tegaskan Santri Perlu Dilatih Kelola Sampah Sejak Dini

Pengasuh Pesantren API Tegalrejo, Gus Yusuf Chudlori dalam Acara Halaqah Membumikan Ekoteologi untuk Mewujudkan Keadilan Ekoteologi di Hotel Acacia, Jakarta Pusat, Selasa (28/10/2025). (Foto: NU Online/Jannah)

Jakarta, NU Online

Pengasuh Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo Magelang Jawa Tengah, KH Muhammad Yusuf Chudlori atau Gus Yusuf mengatakan bahwa santri perlu dilatih mengelola sampah sejak dini. 


Menurutnya, santri perlu ditanamkan secara konsisten menganai menerapkan edukasi pemilahan dan pengolahan sampah sebagai bagian dari pembiasaan hidup bersih dan berkelanjutan.


Gus Yusuf kerap berpesan agar para santri tidak meninggalkan sampah sembarangan dan terbiasa memilah serta mengolahnya.


“Saya selalu mengingatkan santri, jangan sampai kalian beranjak meninggalkan sampah. Mindset menjaga kebersihan dan lingkungan harus ditanamkan terus-menerus agar terbentuk alam bawah sadar yang mencintai lingkungan,” ujarnya dalam Acara Halaqah Membumikan Ekoteologi untuk Mewujudkan Keadilan Ekoteologi di Hotel Acacia, Jakarta Pusat pada Selasa (28/10/2025).


Gus Yusuf menyampaikan bahwa pengelolaan sampah di pesantrennya dilakukan secara mandiri tanpa melibatkan tenaga dari luar. Hal ini bertujuan agar santri terbiasa memilah dan mengolah berbagai jenis sampah. 


“Mindset ini perlu dilatih dengan kesabaran. Kami ingin para santri benar-benar terbiasa mempraktikkan kebersihan,” katanya.


Sementara itu, Program Manager Waste Management Pesantren Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Fitria Ariyani menyampaikan bahwa pendekatan edukatif lebih efektif dibandingkan hukuman dalam membangun kebiasaan peduli lingkungan di pesantren.


“Pesantren sekarang lebih menerapkan sistem reward. Misalnya, kamar paling bersih atau santri yang paling banyak mengumpulkan sampah akan mendapat penghargaan. Pendekatan ini membuat mereka berlomba menjaga kebersihan,” ujarnya.


Ia mengatakan bahwa edukasi pemilahan sampah dilakukan bertahap sesuai jenjang pendidikan. Untuk tingkat SD, santri diajarkan membedakan sampah organik dan anorganik. Di tingkat SMP, mereka mulai mengenal berbagai jenis sampah anorganik seperti plastik, kertas, dan botol, serta diajarkan mengolahnya menjadi karya sederhana.


“Untuk santri SMA, mereka sudah lebih kreatif. Mereka mengolah sampah organik menggunakan maggot, bahkan mencoba beternak ikan dan ayam dari hasil olahan tersebut,” katanya.


Agar program berjalan efektif, setiap pesantren dibentuk struktur bank sampah yang mengatur alur pemilahan dan pengolahan. Dengan jumlah santri yang cukup banyak, struktur ini memudahkan koordinasi sekaligus menumbuhkan tanggung jawab kolektif terhadap kebersihan lingkungan pesantren.


“Melalui pembiasaan dan sistem edukatif ini, pesantren tidak hanya melahirkan santri yang paham akan ilmu agama, tetapi juga sadar akan tanggung jawab ekologis dan menjadi agen perubahan bagi lingkungan sekitarnya,” ucapnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang