Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, di tahun 2019 tak sedikit tokoh dan ulama NU yang menjadi panutan umat Islam wafat. Berikut ini beberapa kiai NU yang wafat, disusun berdasarkan bulan kewafatannya.
Pada usia muda, KH Fadli Badjuri merantau ke Jawa Barat mengikuti saudaranya yang mengelola rumah makan terkenal di Kota Bandung pada zamannya, Rumah Makan Madrawi. Rumah makan tersebut pernah disambangi para pemimpin dunia yang hadir pada Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955, di antaranya Gamal Abdul Naser (Mesir) dan Jawaharlal Nehru (India). Penulis
Mei, KH Tolchah Hasan
Ia dilahirkan di Tuban, Jawa Timur pada 1936. Ia merupakan seorang tokoh yang multidimensi, sebagai ulama, tokoh pendidikan, pegiat organisasi yang tekun dan juga seorang tokoh yang aktif di pemerintahan. Sebagai seorang ulama, Kiai Tolchah adalah sosok dengan keilmuan yang mendalam. Penguasaannya terhadap teks-teks agama ditunjukkan dengan aktivitasnya mengajar di pondok pesantren dan di berbagai perguruan tingi. Sebagai seorang tokoh agama ia juga mampu menciptakan pemikiran-pemikiran segar dalam pemahan terhadap agama. Buku populer yang ia tulis (disamping banyak karya yang lain) adalah Ahlussunnah wal Jamaah dalam Tradisi dan Persepsi NU.
Agustus, KH Maimoen Zubair
Mbah Moen, kiai berusia 91 tahun ini berangkat ke Tanah Suci Makkah pada Ahad 28 Juli. Meskipun usia sudah lanjut, hampir tiap musim haji, pengasuh Pondok Pesantren Al-Anwar, Rembang, Jawa Tengah ini menunaikannya. Ia ingin meninggal di sana dan dikuburkan di sana, dekat dengan kelahiran Islam, di Ma’la. Dan ia ingin meninggal di hari Selasa. Semuanya terpenuhi sudah.
Saat Mbah Moen wafat, jagat media sosial Indonesia berduka. Warganet menyampaikan duka kehilangan mendalam melalui media sosial seperti Twitter, Instagram, dan Facebook. Mulai tokoh agama, politikus, santri, hingga masyarakat luas.
November, KH Abdurrahman Nawi
Abuya, sapaan akrabnya, merupakan ulama yang bergiat dalam berdakwah. Kesan publik dalam melihat kealiman Abuya sudah tidak diragukan, terutama karena produktivitasnya dalam menghasilkan banyak karya.
Karya-karya yang lahir dari berbagai macam cabang keilmuan seperti tauhid bernama Sullamul Ibad, nahwu bernama Nahwu Melayu, fiqh yang spesifik menjelaskan tentang tata cara berhaji bernama Manasik Haji, doa keseharian, bacaan salasilah tarawih, dan lain-lain. Ciri khas karya-karyanya adalah ditulis dengan bahasa yang sederhana sehingga masyarakat awam di Jakarta dapat memahami dengan lebih mudah sehingga banyak kalangan asatidz di Jakarta yang muncul sebab berkah mengaji kepada Abuya KH Abdurrahman Nawi.
Desember, KH Hilman Wajdi
Pewaarta: Abdulah Alawi
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua