Muhamad Abror
Kontributor
Jakarta, NU Online
Manaqiban merupakan acara pembacaan biografi (manaqib) seorang tokoh ulama. Sebagian masyarakat di Indonesia menjadikannya sebagai satu tradisi spiritual. Tujuan manaqiban selain untuk meneladani kisah hidup seorang ulama, juga sebagai bentuk tabarukan pada tokoh tersebut.
Selain itu, membaca manaqib juga sebagai wujud cinta kepada tokoh yang kita baca, seperti kecintaan seseorang kepada Syekh Abdul Qadir al-Jilani yang diekspresikan dengan membaca manaqibnya.
Katib Syuriyah PBNU KH Mujib Qulyubi menjelaskan, ketika seseorang membaca manaqib dan konsisten membacanya, maka kecintaan pada tokoh yang sedang dibacanya benar-benar tulus. Sebaliknya, orang yang membaca manaqibnya tidak konsisten, menunjukkan cintanya tidak tulus.
“Saat kita malam membaca manaqib Syekh Abdul Qadir al-Jilani, jangan-jangan Syekh Abdul Qadir al-Jilaninya sendiri yang sebetulnya malas melihat kita,” katanya dalam acara Majelis Dzikir Rasulullah dan Manaqib Istiqomah di Masjid At-Taqwa, Jakarta Barat, Jumat (26/11/2021).
Pada kesempatan tersebut, Kiai Mujib juga memaparkan alasan mengapa penting bagi seorang Muslim untuk mencintai ulama. Karena nanti di hari kiamat, seseorang akan dikumpulkan bersama orang-orang yang dicintainya. Jika semasa hidup ia mencintai Nabi Muhammad, kelak juga akan dikumpulkan dengannya.
“Kalau yang seseorang cintai dan dibicarakannya hanya soal politik, ya sudah, nanti di hari kiamat ia akan dikumpulkan dengan para politikus. Sementara ada (politikus) yang baik dan ada yang jelek,” ujar Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan di Unusia ini.
Kisah Badui
Mendasari argumennya, Kiai Mujib mengisahkan salah seorang Arab Badui (orang Arab pedalaman) yang bertanya kepada Rasulullah saw tentang kapan hari kiamat terjadi. Pertanyaan orang itu lalu dibalas dengan balik tanya oleh Rasulullah, “Memangnya apa yang sudah kau persiapkan untuk bekal di hari kiamat?”
Orang Badui itu menjawab, “Saya tidak mempersiapkan kedatangan hari kiamat dengan memperbanyak puasa sunnah dan shalat sunnah. Tetapi, modal saya hanya cinta kepadamu wahai Muhammad.”
Rasulullah pun menimpali, “Seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya (kelak di hari kiamat).”
“Kalau yang sering kita pikirkan adalah cinta kepada Nabi Muhammad, kepada para waliyullah, dan kepada Sulthanul Auliya (Syekh Abdul Qadir al-Jilani), maka insyaallah besok di hari kiamat akan dikumpulkan dengan mereka,” pungkas Kiai Mujib.
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua