Patoni
Penulis
Jakarta, NU Online
Bersikap di masa pandemi Covid-19 masih menjadi bahasan dalam ngaji budaya Suluk Maleman edisi ke-116. Bila pandemi dapat disikapi dengan baik bukan tidak mungkin peradaban bisa berkembang jauh lebih baik lagi.
Anis Sholeh Baasyin, penggagas Suluk Maleman mengatakan, adalah keniscayaan pandemi akan mengubah peradaban. Bangunan peradaban yang dibangun manusia selama ini dapat seketika runtuh untuk kemudian tumbuh yang baru.
“Hanya saja, banyak manusia yang tidak siap. Karena sudah nyaman dengan sistem lama sehingga mereka tak siap saat harus beralih ke sistem yang baru. Orang-orang tak pernah menyangka dan tak punya bayangan jika pada lima atau sepuluh tahun ke depan pola dunia akan berubah,” jelas Habib Anis.
Hal yang paling terlihat sekarang ini banyak perusahaan seperti di sektor transportasi menjadi kacau. Hubungan ekonomi dan perdagangan juga turun drastis lantaran armada pengangkut seperti kapal dan penerbangan yang turun drastis.
“Guru saya dulu pernah berpesan; yang paling penting jangan sampai kita merasa mapan di dunia, dalam pengertian bukan hanya fisik tapi sikap batin kita tidak boleh melekat pada sesuatu. Karena saat akan ada perubahan kita sudah siap,” ungkap Habib Anis.
Sementara itu, Toto Raharjo, salah seorang narasumber mengaku, dari hasil pengamatannya diketahui memang hampir semua wabah dan pandemi berujung pada perubahan peradaban.
Baik wabah black death, wabah cacar di Amerika di abad 15, wabah ternak di Afrika dan lain sebagainya. Dia pun menduga kali ini akan terjadi perubahan positif lantaran pandemi Covid-19 cukup unik dan masif.
“Orang yang memiliki kesadaran lingkungan sepertinya akan banyak yang muncul. Bahkan pendidikan dari rumah bagi saya juga cukup positif. Dimana rumah dan keluarga semestinya menjadi tempat belajar yang utama dan pertama,” jelas Toto.
Narasumber lain, Sabrang Mowo Damar Panuluh, atau yang dikenal Noe Letto turut menambahkan, pandemi selalu membuka ruang kemungkinan yang selama ini jarang tersentuh. Sementara teknologi menjadi salah satu hal baru yang paling memungkinkan terjadi saat pandemi seperti sekarang ini.
“Saat keadaan menggoncang kahanan (keadaan), jawaban baru seringkali menjadi hal yang lebih diterima. Tapi kalau tak ada jawaban baru, maka akan tetap kembali ke jaman lalu hanya aktornya saja yang berganti,” tegasnya.
Abdul Jalil yang juga menjadi narasumber serial Suluk Maleman dari rumah saja menambahkan, dia khawatir kondisi seperti sekarang ini adalah masa yang memunculkan kalabendu.
“Dalam sebuah hadis disebutkan masa semacam itu akan terjadi jika Tuhannya adalah perut dan agamanya adalah materi. Iman tinggal nama, Islam hanya dibaca dan didiskusikan tanpa diamalkan. Meski begitu saya tetap positive thinking dengan menjadi hamba Allah yang mengabdi,” imbuhnya.
Abdul Jalil pun mengaku telah menyerahkan segala yang terjadi termasuk saat pandemi ini kepada Allah. Baik harus hancur maupun bertahan hidup dia yakin semuanya ada penjelasannya.
“Saya yakin tidak ada kekuatan yang mengendalikan kecuali Allah,” ujarnya.
Dia juga menyebut, segala ruang kemungkinan bukan untuk lari dari kematian. Tapi bertahan hidup untuk menjadi khalifah di muka bumi.
Meski digelar secara daring, namun pemilihan tema yang tepat menjadikan masyarakat begitu antusias. Terlihat ribuan penonton menyaksikan dari sejumlah media sosial.Sejumlah koleksi dari Sampak GusUran tampak meramaikan jalannya acara.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Kendi Setiawan
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua