P2G Sampaikan 6 Catatan Kritis atas Kasus Ledakan SMAN 72 Jakarta
NU Online · Selasa, 11 November 2025 | 07:00 WIB
Rikhul Jannah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyoroti kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta yang menyebabkan korban jiwa dan trauma mendalam bagi warga sekolah. Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, menyampaikan enam catatan kritis sebagai evaluasi sekaligus dorongan agar peristiwa serupa tidak terulang.
“Dari kasus ledakan tersebut, kami dari P2G turut berduka terhadap korban-korban di SMA Negeri 72 Jakarta dan kami berharap sekolah seharusnya menjadi ekosistem yang nyaman bagi tumbuh kembang anak-anak kita secara sosial, intelektual, spiritual, maupun mental,” ujarnya saat dihubungi NU Online, Senin (10/11/2025).
Pertama, Iman berharap aparat penegak hukum mendalami kasus ini secara tuntas untuk menemukan faktor pendorong kekerasan di sekolah.
“Kami berharap pihak kepolisian benar-benar mendalami dan melakukan investigasi untuk menemukan apa yang menjadi pendorong kekerasan di sekolah ini. Kalau ini diselidiki dengan baik dan kita mengetahui penyebabnya, maka kita bisa mencegah di kemudian hari,” tegasnya.
Kedua, ia mendesak Kemendikdasmen bersama Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta memberikan jaminan keamanan di lingkungan sekolah. Menurutnya, sekolah harus bebas dari segala bentuk kekerasan, termasuk perundungan (bullying).
“Kami harap harus memberikan jaminan kepada sekolah-sekolah DKI Jakarta bahwa sekolah DKI Jakarta adalah sekolah yang aman terhadap tindakan kekerasan,” ujarnya.
Ketiga, Iman mengingatkan agar Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan benar-benar diimplementasikan. Ia mempertanyakan sejauh mana sekolah sudah memiliki Tim PPK (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan) dan standar operasional prosedur (SOP) pelaporan kasus kekerasan.
“Apakah sekolah sudah membentuk tim PPK? Apakah sudah dibuatkan SOP-nya? Apakah sumber dayanya cukup? Apakah sudah berjalan sesuai yang diharapkan?” tutur Iman.
Keempat, ia menolak keras adanya normalisasi terhadap tindakan perundungan di sekolah. “Perundungan itu tidak bisa dinormalisasi, tidak bisa dimaklumi. Maka kejadian ini tidak bisa dibiarkan, tidak boleh dianggap remeh, dan harus diatasi sampai selesai,” tegasnya.
Iman mengatakan bahwa pelaku perundungan tidak boleh mendapatkan simpati publik, melainkan perlu ditangani secara tepat sesuai aturan yang berlaku.
Kelima, ia menyoroti faktor peniruan kekerasan yang kemungkinan besar dipengaruhi oleh media sosial. Iman menilai terdapat kemiripan antara alat dan narasi yang digunakan pelaku dengan slogan-slogan rasis dari luar negeri.
“Kami memiliki dugaan tiruan terbesar ini adalah dari sosial media karena itu yang paling mudah diakses. Apalagi kalau kita baca senjata yang digunakan oleh pelaku dengan tulisan-tulisannya yang cukup rasis, ini adalah slogan-slogan rasisme yang ada di negara lain,” ungkapnya.
Iman meminta pemerintah mengambil langkah tegas agar kekerasan tidak diimpor dari luar negeri melalui media sosial maupun game online.
Keenam, Iman mendesak KPAI bersama Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Perempuan, dan Anak (DPPPA) DKI Jakarta, khususnya wilayah Jakarta Utara, untuk memastikan pemulihan trauma seluruh korban.
“Yang mengurusi kejiwaan dan psikologinya siswa, guru, orang tua korban itu harus dipastikan benar-benar pulih,” pungkas Iman.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua