Nasional

Pakar Tafsir Prof Quraish: Kedamaian Itu Prinsip Islam meski Al-Qur’an Menyinggung Perang

Rabu, 16 September 2020 | 12:30 WIB

Pakar Tafsir Prof Quraish: Kedamaian Itu Prinsip Islam meski Al-Qur’an Menyinggung Perang

Prof Quraish menerangkan ayat-ayat qital atau perang dalam kajian tafsir Al-Qur'an.

Jakarta, NU Online

Pakar tafsir Indonesia Prof Dr Muhammad Quraish Shihab mengatakan prinsip ajaran Islam dalam Al-Qur’an adalah kedamaian. Sekalipun ada ayat yang menerangkan tentang peperangan, tetapi semangat kandungan ayat Al-Qur’an tersebut adalah perdamaian.


“Kita harus memahami prinsip-prinsip dasar dari ajaran Islam yang dasar utamanya itu mendapatkan kedamaian, karena itu menemukan konteks yang berbicara ayat damai dan ayat perang bisa jadi satu ayat. Ada nilai bicara tentang perang, dalam saat yang sama kita dapat menilainya ayat itu bicara tentang kedamaian,” kata penulis Tafsir Al-Misbah ini saat mengisi Kajian Tafsir Al-Qur’an ‘Komparasi Ayat-ayat Perang dan Ayat-ayat Damai’ yang digelar secara daring, Selasa (15/9).


Alumnus Pesantren Darul Hadis Al-Faqihiyah Kota Malang ini pun menjelaskan, ketika Nabi Muhammad tinggal di Makkah dan awal kehadirannya di Madinah tidak ada satu pun ayat yang menerangkan soal perang. Ayat mengenai perang baru turun ketika Nabi Muhammad SAW dua tahun berada di Madinah. Karena itu, umat Muslim tidak diperkenankan menduga-duga kalimat ‘qital’ dalam Al-Qur’an berarti perang atau pembunuhan.  


“Jangan duga ayat itu otomatis berbicara tentang perang,” kata Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta periode 1992-1998 ini.


Rasulullah SAW, kata Prof Quraish, selalu mengajarkan para sahabatnya untuk selalu bersabar, tabah, tidak melawan ketika menghadapi suatu persoalan. Pendidikan itu dilakukan Nabi Muhammad selama 15 tahun ketika di Makkah dan awal kehadiran di Madinah. Pendidikan yang diajarkan Nabi Muhammad itu pun diteladani oleh seluruh sahabat nabi.


“Sehingga ketika ada perintah Allah untuk melakukan peperangan sebagian di antara mereka merasa berat,” ujarnya.


Prof Quraish menyebut Surat Al-Baqarah ayat 216 sebagai contoh, “Kutiba 'alaikumul qitālu wa huwa kurhul lakum, wa 'asā an takrahụ syai`an wa huwa khairul lakum, wa 'asā an tuḥibbụ syai`an wa huwa syarrul lakum, wallāhu ya'lamu wa antum lā ta'lamụn.”


Artinya, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”


“Ayat ini berbicara tentang peperangan atau perdamaian?, mereka tidak senang peperangan, tapi mereka butuhkan untuk kedamaian. Terdidik jiwa mereka (sahabat) untuk selalu damai ketika waktu turun ayat itu,” kata Prof Quraish.


Selanjutnya, ayat “wa 'asā an takrahụ syai`an wa huwa khairul lakum” menjelaskan soal perang tetapi isi kandungan yang ada di dalamnya mengisyaratkan bahwa para sahabat selalu enggan berperang. Untuk itu, tidak tepat melakukan komparasi ayat-ayat perang dan ayat-ayat damai dengan cara memisahkan keduanya.


“Yang saya tidak ingin, kita itu ketika melakukan komparasi hanya mengangkat oh ini ayat qital (perang) ini ayat salam (kedamaian). Padahal, tidak semua qital berarti perang. Tidak semua juga damai itu hanya dengan kata ‘salam,’” tuturnya.  


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori

Editor: Alhafiz Kurniawan