Nasional

Pemerintah Akui Program MBG Sebabkan 5.000 Lebih Siswa Keracunan

NU Online  ·  Selasa, 23 September 2025 | 18:30 WIB

Pemerintah Akui Program MBG Sebabkan 5.000 Lebih Siswa Keracunan

Gambar hanya sebagai ilustrasi berita. Seorang siswa SD sedang menyantap makananan program MBG. (Foto: NU Online/Suwitno).

Jakarta, NU Online

Pemerintah melalui Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari mengakui bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden RI Prabowo Subianto telah menyebabkan sebanyak 5.000 siswa keracunan program prioritas Makan Bergizi Gratis (MBG) per-September 2025.


Qodari menyebut bahwa data itu dihimpun dari berbagai Kementerian dan lembaga terkait. Di antaranya Badan Gizi Nasional (BGN) yang mencatat kasus keracunan dengan jumlah penderita 5.080 korban, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 60 kasus dengan 5.207 penderita (data 16 September 2025), dan BPOM 55 kasus dengan 5.320 penderita (data 10 September 2025).


"Tolong teman-teman jangan lihat beda angkanya, teman-teman jangan ngadu-ngadu nih antar KL ya, setuju ya? Tapi lihat bahwa masalah yang sama dicatat oleh tiga lembaga, bahkan oleh BGN sendiri," kata Qodari di Jakarta pada Senin (22/9/2025). 


"Angkanya secara statistik sebetulnya sinkron, sama-sama di sekitar angka 5.000, ya. Kemudian dari elemen masyarakat ada namanya Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) memantau lewat media mencatat 5.360 siswa, tidak menyebut jumlah kasusnya," tambahnya.


Berdasarkan hasil asesmen dari BPOM, kata Qodari, puncak kejadian keracunan makanan terjadi pada Agustus 2025 dengan sebaran terbanyak di Provinsi Jawa Barat.


"Secara umum (penyebab) keracunan; a. higienitas makanan; b. suhu makanan dan ketidaksesuaian pengolahan pangan; c. kontaminasi silang dari petugas; d. ada indikasi sebagian disebabkan alergi pada penerima manfaat," jelasnya.


Qodari menegaskan bahwa pemerintah merespons serius kasus ini dan telah ada pernyataan resmi sebelumnya dari Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.


“Ini contoh bahwa pemerintah tidak tone deaf, tidak buta dan tuli. Pak Mensesneg kan sudah merespons juga kan, Jumat kemarin mengakui adanya itu. Minta maaf dan akan evaluasi. Ini saya tambahkan data-datanya," kata Qodari.


Selain itu, ia membeberkan hasil temuan cepat terkait kendala dalam pelaksanaan program makanan sekolah. Salah satu sorotan utama adalah kepatuhan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) keamanan pangan.


“Sekarang temuan kendala dan analisis cepat. Catatan Kemenkes pada September 2025 bahwa ada 1.379 SPPG, ada 413 yang memiliki SOP keamanan pangan dan 312 SPPG yang menjalankan SOP," jelasnya.


Menurut Qodari, angka tersebut sudah menunjukkan dengan jelas akar masalah yang perlu dibenahi.


“Dari sini kan sudah kelihatan, kalau mau mengatasi masalah ini maka kemudian SOP keamanan pangan harus ada dan digalangkan,” tegasnya.


Di sisi lain, kata Qodari, Kemenkes memiliki Sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sebagai bukti tertulis untuk pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan keamanan pangan olahan dan pangan siap saji.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang