Pentingnya Komunikasi dan Pola Asuh yang Tepat untuk Cegah Kekerasan Anak
NU Online · Kamis, 20 November 2025 | 20:30 WIB
Menteri PPPA Arifah Fauzi dalam Acara Festival Hari Anak Sedunia 2025 di Senen, Jakarta pada Kamis (20/11/2025). (Foto: NU Online/Rikhul Jannah).
Rikhul Jannah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi mengingatkan pentingnya pola asuh yang tepat dalam keluarga menyusul meningkatnya laporan kekerasan terhadap anak yang diterima pemerintah.
Ia menilai kondisi tersebut sebagai sinyal kuat perlunya ruang komunikasi yang lebih sehat antara orang tua dan anak.
Arifah menyampaikan bahwa peningkatan laporan yang masuk menunjukkan seriusnya persoalan kekerasan terhadap anak dan menjadi dasar untuk memperkuat seluruh aspek perlindungan anak.
“Faktor ekonomi, pola asuh yang tidak tepat, lingkungan, dinamika pergaulan, dan pernikahan usia dini masih menjadi penyebab utama kekerasan terhadap anak lalu karena sifatnya multidimensional,” katanya dalam Festival Hari Anak Sedunia 2025 di Senen, Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Ia menambahkan bahwa kenaikan laporan harus dipahami sebagai peluang untuk melihat situasi riil di masyarakat. Dengan demikian, intervensi kebijakan dari berbagai pihak dapat disusun lebih tepat sasaran dan menyentuh akar masalah.
"Intervensi harus dilakukan secara lintas sektor," terangnya.
Senada, Chief Executive Officer (CEO) Save the Children Indonesia Dessy Kurwiany Ukar menilai bahwa kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia masih berada pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Meski sejumlah upaya perlindungan telah dilakukan, data dan laporan lapangan menunjukkan anak-anak tetap menghadapi ancaman di lingkungan keluarga, sekolah, hingga ruang digital.
Dessy menekankan bahwa segala bentuk kekerasan, termasuk fisik, psikis, dan perundungan, tidak dapat dipandang sebagai persoalan individual.
“Kita harus menangani masalah ini bersama-sama. Kekerasan terhadap anak bukan hanya melukai seorang individu, tetapi juga dapat merusak masa depan bangsa,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa akses anak terhadap platform digital yang semakin luas memunculkan bentuk-bentuk perundungan baru yang sulit terdeteksi.
Anak-anak, menurutnya, rentan mengalami intimidasi, penghinaan, hingga ancaman baik dari teman sebaya maupun orang asing melalui pesan singkat dan media sosial.
“Di Hari Anak Sedunia ini, kita jadikan momentum untuk memperkuat ekosistem perlindungan. Kita ingin melihat tren kekerasan menurun drastis, dan yang lebih baik lagi, tidak ada satu pun anak yang menjadi korban,” tegas Dessy.
Ia mendorong pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas pencegahan serta deteksi dini di berbagai lingkungan.
“Untuk benar-benar melindungi mereka, kita membutuhkan komitmen kolektif. Tidak cukup hanya satu institusi. Semua pihak harus bergerak,” ujarnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua