Nasional

Polemik soal Sabotase Stempel dalam Surat Edaran Digital

NU Online  ·  Sabtu, 29 November 2025 | 12:00 WIB

Polemik soal Sabotase Stempel dalam Surat Edaran Digital

Logo Nahdlatul Ulama. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Dugaan sabotase digital dalam proses penerbitan surat edaran pemberhentian Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menjadi perbincangan dalam beberapa hari terakhir.


Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum PBNU Amin Said Husni menegaskan bahwa tuduhan adanya sabotase terhadap sistem persuratan digital PBNU sama sekali tidak berdasar.


Menurut Amin Said Husni yang per Jumat (28/11/2025) mendapat rotasi jabatan sebagai Sekjen PBNU itu mengatakan, narasi tersebut justru mengalihkan perhatian dari persoalan utama, yakni pentingnya menjaga integritas AD/ART.


"Otoritas dalam organisasi sebesar NU tidak berarti apa-apa jika aturan mainnya bisa dilangkahi seenaknya," ujar Amin dalam keterangan yang diterima NU Online, Jumat (28/11/2025).


Amin menjelaskan, sistem persuratan digital PBNU dirancang sebagai pagar pengaman agar tidak muncul dokumen yang bertentangan dengan aturan organisasi. Jika sebuah surat tidak memenuhi syarat substantif maupun prosedural sesuai AD/ART, sistem otomatis menempatkannya dalam status draft atau menandainya sebagai TTD Belum Sah.


"Ini bukan kecacatan sistem, melainkan alarm yang dipasang untuk mencegah keputusan cacat hukum dilegitimasi begitu saja," terangnya.


Karena itu, QR Code pada surat edaran pemberhentian Gus Yahya yang menampilkan status belum sah justru menjadi bukti bahwa sistem digital berfungsi menjaga integritas organisasi, bukan alat sabotase.


"Tindakan untuk mencegah stempel atau persetujuan final bukanlah pembangkangan terhadap otoritas, melainkan tanggung jawab moral agar keputusan yang melanggar aturan tidak diberi legalitas," jelasnya.


Amin menilai narasi kudeta digital sengaja dibangun untuk mengaburkan isu yang lebih serius: adanya upaya kudeta konstitusional oleh sebagian kecil pihak. Ia menegaskan bahwa AD/ART NU sangat jelas menyebut Muktamar sebagai pemegang otoritas tertinggi.


"Tidak ada rapat Harian Syuriyah, seformal apa pun, yang berwenang memberhentikan Ketua Umum PBNU," tegasnya.


Menurut Amin, tindakan tersebut berada di luar ruang kewenangan (ultra vires) dalam hukum organisasi. Lebih jauh, pengambilan keputusan dilakukan tanpa memberi kesempatan pembelaan kepada pihak yang dituduh atau terdampak.


Gus Yahya tidak diberi ruang untuk menjelaskan diri, padahal asas audi alteram partem (hak untuk didengar) merupakan prinsip fundamental dalam setiap keputusan yang adil.


"Keputusan yang lahir dari prosedur cacat tidak mungkin sah. Justru di sinilah persoalannya, dan dari sinilah aroma kudeta konstitusional itu berasal," ujarnya.


Amin menambahkan, pihak yang menolak keputusan tersebut bukan sedang melawan otoritas Syuriyah, melainkan menjaga NU dari preseden berbahaya. Jika pelanggaran terhadap AD/ART dibiarkan dengan alasan formalitas jabatan, maka kekacauan akan dianggap lumrah dan aturan kehilangan makna.


"Pertanyaannya sederhana: jika aturan dilanggar dan kita diam saja, untuk apa aturan itu dibuat?" katanya.


Menurutnya, menjaga aturan main merupakan bentuk kejujuran kepada organisasi, bukan pemberontakan. "Sikap tegas untuk tidak membiarkan dokumen inkonstitusional diberi stempel sah adalah bagian dari tanggung jawab agar NU tetap berdiri di atas landasan yang kokoh," tandasnya.


Sebelumnya, Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Nur Hidayat mengatakan surat pemberhentian KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dari jabatan Ketua Umum sah, hanya ada kendala teknis, yakni masalah pembubuhan stempel. Ia menduga ada sabotase dalam pembuatan surat pemberhentian tersebut.


Hidayat menjelaskan, seharusnya dua akun miliknya, yakni akun Sekjen PBNU dan akun pribadi Nur Hidayat, memiliki kewenangan untuk membubuhkan stempel. Namun saat itu kedua akun tersebut tidak bisa membubuhkan stempel.


"Dengan kondisi itu, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat aksi sabotase dari tim proyek manajemen office (PMO) digdaya PBNU terhadap dua akun tersebut," kata Hidayat saat konferensi pers di sebuah hotel kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (27/11/2025).


Hidayat menyebutkan stempel tidak bisa dipakai pada Selasa (25/11), pukul 21.22 WIB, saat Staf Syuriyah Hairun Nufus diberi mandat untuk membubuhkan stempel atas surat edaran nomor 4785/PB.02/A.II.10.01/99/11/2025 terkait pemberhentian Gus Yahya.


"Meskipun berstatus sebagai super-admin, ternyata hak untuk menghubungkan stempel telah dihapus," kata Hidayat.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang